Amandemen UUD 1945 Pertama – Amandemen UUD 1945 pertamakali dilakukan dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang diselenggarakan pada 14-21 Oktober 1999. Amandemen ini diterapkan terhadap 9 pasal, yakni Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21.
Isi dan perubahan Amandemen UUD 1945 pertama antara lain: PASAL 5 (1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Diubah menjadi: (1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. PASAL 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
Diubah menjadi: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. ” PASAL 9 (1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut: Sumpah Presiden (Wakil Presiden): “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.” Janji Presiden (Wakil Presiden): “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
” Diubah menjadi: (1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut: Sumpah Presiden (Wakil Presiden): “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.” Janji Presiden (Wakil Presiden): “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.
Isi Perubahan Amandemen UUD 1945 Pertama Tahun 1999 Isi Perubahan Amandemen UUD 1945 Kedua Tahun 2000 Isi Perubahan Amandemen UUD 1945 Ketiga Tahun 2001 Isi Perubahan Amandemen UUD 1945 Keempat Tahun 2002
PASAL 13 (1) Presiden mengangkat duta dan konsul. (2) Presiden menerima duta negara lain. Diubah menjadi: (1) Presiden mengangkat duta dan konsul. (2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
PASAL 14 Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Diubah menjadi: (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. (2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. PASAL 15 Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.
Diubah menjadi: Presiden memberi gelar tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang. PASAL 17 (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (3) Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan. Diubah menjadi: (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
- 3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
- PASAL 20 (1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan rakyat.
- 2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan rakyat masa itu.
Diubah menjadi: (1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. (2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. (3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang. PASAL 21 (1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang. (2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Diubah menjadi: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang. Baca juga artikel terkait AMANDEMEN UUD 1945 atau tulisan menarik lainnya Iswara N Raditya (tirto.id – isw/agu) Penulis: Iswara N Raditya Editor: Agung DH Subscribe for updates Unsubscribe from updates AnnisaPrayogo28 @AnnisaPrayogo28 September 2018 1 8 Report Siapakah yang berhak mengamandemen uud 1945? Radar511 Berhak mengamandemen batang tubuh UUD 1945 adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Namun Pembukaan UUD 1945 tidak boleh dirubah oleh siapapun juga, termasuk MPR hasil pemilu. semoga membantu dan bermanfaat 🙂 26 votes Thanks 67 Zhakboys Makasih atas jawabannya.
Contents
Siapa yang berhak mengajukan rancangan undangundang?
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 – (Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini) UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PEMBUKAAN ( P r e a m b u l e) Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- UNDANG-UNDANG DASAR BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN Pasal 1 (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
- 2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***) (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
- BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT Pasal 2 (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undangundang.****) (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak. Pasal 3 (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar. ***) (2) Majelis Permus yawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
- /****) (3) Majelis Permus yawaratan Rakyat hanya dap at memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UndangUndang Dasar.
- /****) BAB III KEKUASAAN PEMERINTAH Pasal 4 (1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.
- 2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5 (1) Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. *) (2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undangundang sebagaimana mestinya. Pasal 6 (1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
2) Syaratsyarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undangundang. ***) Pasal 6A (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.***) (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
***) (3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
****) (5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undangundang. ***) Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*) Pasal 7A Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
***) Pasal 7B (1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
***) (2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
***) (4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
***) (5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
***) (6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***) (7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
- Pasal 7C Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
- Pasal 8 (1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
- 2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambatlambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
***) (3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersamasama.
Selambatlambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
****) Pasal 9 (1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut : Sumpah Presiden (Wakil Presiden) : Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
Janji Presiden (Wakil Presiden) : Saya berjanji dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
*) (2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 10 Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Pasal 11 (1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****) (2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
***) (3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undangundang. ***) Pasal 12 Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syaratsyarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undangundang. Pasal 13 (1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
- 2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
- 3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
- Pasal 14 (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
*) (2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *) Pasal 15 Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lainlain tanda kehormatan yang diatur dengan undangundang. *) Pasal 16 Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undangundang.
****) BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG Dihapus.****) BAB V KEMENTERIAN NEGARA Pasal 17 (1) Presiden dibantu oleh menterimenteri negara. (2) Menterimenteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. *) (3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. *) (4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undangundang.
***) BAB VI PEMERINTAH DAERAH Pasal 18 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiaptiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undangundang.
- 2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
- 3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
**) (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. **) (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
**) (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. **) (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undangundang. **) Pasal 18A (1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undangundang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
**) (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undangundang. **) Pasal 18B (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang.
- 2) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang.
- BAB VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Pasal 19 (1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
**) (2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undangundang. **) (3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. **) Pasal 20 (1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undangundang. *) (2) Setiap rancangan undangundang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
3) Jika rancangan undangundang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undangundang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *) (4) Presiden mengesahkan rancangan undangundang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undangundang. *) (5) Dalam hal rancangan undangundang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undangundang tersebut disetujui, rancangan undangundang tersebut sah menjadi undangundang dan wajib diundangkan.
**) Pasal 20A (1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. **) (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain UndangUndang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
- 3) Selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain UndangUndang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.
- 4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undangundang.
**) Pasal 21 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undangundang.*) Pasal 22 (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undangundang. (2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
- 3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
- Pasal 22A Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.
- Pasal 22B Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syaratsyarat dan tata caranya diatur dalam undangundang.
**) BAB VIIA*** DEWAN PERWAKILAN DAERAH Pasal 22C (1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.*** ) (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***) (3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.*** ) (4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.*** ) Pasal 22D (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.***) (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.*** ) (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.*** ) (4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.***) BAB VIIB*** PEMILIHAN UMUM Pasal 22E (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.*** ) (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.*** ) (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.*** ) (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.*** ) (5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***) (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.*** ) BAB VIII HAL KEUANGAN Pasal 23 (1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.*** ) (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
***) (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.***) Pasal 23A Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.***) Pasal 23B Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.*** Pasal 23C Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.*** Pasal 23D Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.*** BAB VIIIA*** BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 23 E (1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.*** ) (2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.*** ) (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.*** ) Pasal 23F (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.***) (2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.*** ) Pasal 23G (1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.*** ) (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.***) BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN Pasal 24 (1) Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.*** ) (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.***) (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.** **) Pasal 24A (1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.*** ) (2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.***) (3) Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.*** ) (4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.***) (5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.***) Pasal 24 B (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.***) (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.*** ) (3) Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.*** ) (4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.*** ) Pasal 24C*** (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.*** ) (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.*** ) (3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
***) (4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.*** (5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.*** ) (6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.***) Pasal 25 Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang BAB IXA** WILAYAH NEGARA Pasal 25****) Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.** ) BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK Pasal 26 (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.** ) (3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.** ) Pasal 27 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. (3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.***) Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
BAB XA** HAK ASASI MANUSIA Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.** ) Pasal 28 B (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.** ) (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.** ) Pasal 28C (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.** ) (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.**) Pasal 28D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.**) (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.**) (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.**) (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.** ) Pasal 28E (1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.** ) (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.**) (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**) Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.** ) Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.**) (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.** ) Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.**) (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.** ) (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.**) (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.** ) Pasal 28I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.** ) (2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.**) (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**) (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.** ) (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**) Pasal 28J (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.** ) (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.** ) BAB XI AGAMA Pasal 29 (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. BAB XII PERTAHANAN NEGARA DAN KEAMANAN NEGARA** Pasal 30 (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.** ) (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.** ) (3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.** ) (4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.**) (5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan dan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.** ) BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Pasal 31 (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan****) (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.****) (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.****) (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.****) (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.****) Pasal 32 (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.**** ) (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.**** ) BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL**** Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
- 2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
- 3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
- 4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.****) (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.****) Pasal 34 (1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.**** ) (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.**** ) (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.****) (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.****) BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN** Pasal 35 Bendera Negara Indonesia ialah sang merah Putih.
Pasal 36 Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Pasal 36A Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.** Pasal 36B Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.**) Pasal 36C Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.**) BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Pasal 37 (1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****) (2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.****) (3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.**** ) (4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****) (5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.**** ) ATURAN PERALIHAN Pasal I Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****) Pasal II Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.**** ) Pasal III Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.**** ) ATURAN TAMBAHAN Pasal I Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.**** ) Pasal II Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal****) Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 (lanjutan) tanggal 10 Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.**** ) *) Perubahan Pertama **) Perubahan Kedua ***) Perubahan Ketiga ****) Perubahan Keempat
Siapa yang mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui pemerintah dan DPR?
Selasa, 13 Maret 2018 08:24 WIB – Presiden Jokowi bergegas meninggalkan wartawan usai memberikan keterangan pers terkait proses sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI di Istana Negara, Jakarta, 15 Desember 2015. ANTARA/Yudhi Mahatma Oleh Sulardi Ada rumor bahwa Presiden Jokowi tak bersedia mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPD (UU MD3).
Padahal, undang-undang itu sudah disetujui bersama oleh pemerintah dan DPR. Sikap Presiden ini mengingatkan pada pemikiran George Jellinek (1851-1911), ahli tata ketatanegaraan Jerman yang mengklasifikasi negara menjadi dua, republik dan monarki. Negara disebut republik apabila undang-undang dibuat oleh suatu dewan.
Sedangkan negara disebut monarki bila satu orang saja yang bisa membentuk undang-undang. Masalahnya, Gorge Jellinek memasukkan Inggris sebagai monarki. Hal ini disanggah oleh Kranenburg bahwa pembuatan undang-undang di Inggris dilakukan oleh King in Parliament, yang terdiri atas raja, parlemen, dan para menteri.
Maka, semestinya Inggris masuk kelompok negara republik. Jellinek menanggapi dengan mengatakan bahwa raja atau ratulah yang mengawali pembentukan undang-undang dan menjadi penentu akhir dengan mengesahkan undang-undang itu. Meminjam perspektif Jellinek, Indonesia pada masa Orde Baru bisa dikategorikan lebih monarki dibanding Inggris.
UUD 1945 menyatakan presiden memegang kekuasaan undang-undang dengan persetujuan DPR. Sepanjang Orde Baru berkuasa, rancangan undang-undang senantiasa berasal dari presiden. Namun presiden pernah tidak bersedia mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penyiaran.
- Baca: DPR Nilai Penerbitan Perpu untuk UU MD3 Tidak Tepat.
- Rancangan itu sudah disetujui DPR dan pemerintah, tapi Presiden Soeharto mengembalikan kepada DPR agar dibahas lagi.
- Setelah dibahas, akhirnya rancangan itu disetujui dan akhirnya disahkan.
- Sikap Soeharto itu menunjukkan bahwa penentu pembentukan undang-undang di Indonesia adalah presiden.
Presidenlah yang mengajukan penyusunan undang-undang dan dia pula yang mengesahkannya. Bahkan, bila Raja Inggris selalu mengesahkan rancangan undang-undang yang disetujui parlemen, Presiden Indonesia bisa menolak untuk mengesahkan. Dari sisi ini, Indonesia menjadi lebih monarki daripada Inggris.
- Presiden Megawati Soekarnoputri pernah tidak mengesahkan beberapa undang-undang, yakni Undang-Undang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, Undang-Undang Penyiaran, Undang-Undang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Advokat.
- Sejauh ini, undang-undang yang tidak disahkan oleh presiden itu tetap berlaku.
- Di negara dengan sistem pemerintahan presidensial, seperti Indonesia, presiden mempunyai fungsi sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
Dalam penyusunan undang-undang pun fungsi ganda itu berlaku. Saat presiden mengajukan dan membahas rancangan undang-undang bersama DPR, presiden berperan sebagai kepala pemerintahan. Pada saat presiden mengesahkan rancangan itu, ia berperan sebagai kepala negara.
- Sebagai kepala negara sesungguhnya, presiden harus mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama DPR.
- Pengaturan konstitusional mengenai pengesahan undang-undang oleh presiden itu kontradiktif.
- Di satu sisi UUD 1945 mengatur bahwa presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui pemerintah dan DPR.
Di sisi lain, Pasal 20 (5) menyatakan, “Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan presiden dalam waktu tiga puluh hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.” Ketentuan ini membuka peluang bagi presiden untuk tidak mengesahkannya.
- Dengan demikian, UUD 1945 mereduksi mekanisme pengesahan rancangan undang-undang oleh presiden, yang semula merupakan keharusan menjadi tentatif.
- Adanya pasal yang membolehkan presiden tidak mengesahkan rancangan undang-undang itu menunjukkan bahwa para penyusunnya belum memahami sepenuhnya tata kelola pemerintahan presidensial.
Semestinya pengesahan itu bersifat administratif. Bila presiden tidak berkenan dengan muatannya, presiden bisa menyampaikan ketidaksetujuannya pada saat pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR. Keengganan Presiden Joko Widodo untuk meneken rancangan UU MD3 menunjukkan bahwa Presiden kurang sreg atas rancangan itu.
Sesungguhnya masalah ini dapat dihindari apabila ada komunikasi yang terbuka dan jelas dari kementerian terkait atas muatan rancangan. Di samping itu, presiden semestinya hadir pada sesi akhir pembahasan rancangan UU MD3 dan menyampaikan hal yang tidak dia setujui. Presiden Jokowi bisa saja mengesahkan rancangan itu, lalu mengajukan peraturan pengganti undang-undang yang memperbaiki muatan yang tidak dia setujui.
Namun ini langkah yang tidak lucu walaupun pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. * Sulardi Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Malang
Siapa yang mengajukan usul undang-undang?
Proses Pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) 1. Lahirnya Undang-undang Proses pembuatan undang-undang adalah rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan, pengusulan, pembahasan, dan pengesahan. Semua proses tersebut dilakukan oleh para aktor, yang dalam sistem demokrasi modern disebut eksekutif (Presiden beserta jajaran kementriannya) dan legislatif (DPR).
- Tentang bagaimana DPR itu, kewenangan serta strukturnya tidak perlu lagi kita bahas lagi karena telah dibahas pada bab terdahulu.
- Yang akan dibahas pada bagian ini adalah bagaimana proses pembentukan sebuah undang-undang.2.
- Perencanaan Kita tentu bertanya dasar apa yang digunakan oleh DPR dan presiden untuk menentukan Rancangan Undang-undang (RUU) apa saja yang akan dibahas pada suatu periode tertentu.
Sejak tahun 2000, DPR dan pemerintah telah menuangkan indikator program mereka dalam apa yang disebut dengan Program Pembangunan Nasional (Undang-undang N0.25 tahun 2000). Di dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) itu terdapat indikator pembangunan bidang hukum, salah satu indikatornya adalah ditetapkannya sekitar 120 butir peraturan perundang-undangan.
Dari butir-butir Propenas tersebut disusun apa yang disebut dengan Program Legislasi Nasional (Prolegnas), di mana di dalamnnya terdapat kurang lebih 200 undang-undang yang rencananya akan diselesaikan dalam lima tahun. Kemudian dari Prolegnas dibuat prioritas tahunan RUU yang akan dibahas oleh pemerintah dan DPR, yang disebut Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta).
Prolegnas sendiri disusun melalui koordinasi antara DPR yang diwakili Badan Legislasi dan pemerintah yang diwakili oleh Bappenas. Kemudian proses pembahasannya sama dengan proses pembahasan undang-undang, hanya saja melibatkan seluruh perwakilan komisi yang ada di DPR Penyusunan Repeta dilakukan oleh pemerintah (yang diwakili oleh Menteri Kehakiman dan HAM) dan Badan Legislasi setelah mendapatkan masukan dari fraksi dan komisi serta dari Sekretariat Jenderal.
Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menyusun daftar RUU yang akan dimasukan dalam Repeta: (1) adalah yang diperintahkan langsung oleh undang-undang, (2) yang ditetapkan oleh Ketetapan MPR, (3) yang terkait dengan perekonomian nasional, dan yang (4) yang terkait dengan perlindungan terhadap ekonomi sosial.
Untuk merespon atas kondisi sosial yang terjadi di masyarakat, ada batas toleransi 10-20 % untuk membahas RUU di luar yang ditetapkan dalam Repeta. Pengajuan suatu RUU oleh DPR ataupun pemerintah selanjutnya berpedoman pada Repeta yang bersangkutan.3.
- Usulan Rancangan Undang-Undang Sebuah RUU dapat berasal dari DPR (usul inisiatif DPR) atau dari pemerintah.
- Di dalam DPR sendiri ada beberapa badan yang berhak mengajukan RUU, yaitu komisi, gabungan komisi, gabungan fraksi atau badan legislasi.
- Sebelum sampai pada usul inisiatif DPR, ada beberapa badan yang biasanya melakukan proses penyiapan suatu RUU.
Sebagai ilustrasi, RUU Komisi Anti Korupsi dipersiapkan oleh Fraksi PPP, sedangkan pada RUU Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (TCP3) dipersiapkan oleh tim asistensi Baleg (Badan Legislasi). Di samping itu ada beberapa badan lain yang secara fungsional memiliki kewenangan untuk mempersiapkan sebuah RUU yang akan menjadi usul inisiatif DPR.
Badan-badan ini adalah Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi (PPPI) yang bertugas melakukan penelitian atas substansi RUU dan tim perancang sekretariat DPR yang menuangkan hasil penelitian tersebut menjadi sebuah rancangan undang-undang. Dalam menjalankan fungsi sebagai penggodok RUU, baik Baleg maupun tim ahli dari fraksi memiliki mekanisme sendiri-sendiri.
Baleg misalnya, di samping melakukan sendiri penelitian atas beberapa rancangan undang-undang, juga bekerjasama dengan berbagai universitas di beberapa daerah di Indonesia. Untuk satu RUU biasanya Baleg akan meminta tiga universitas untuk melakukan penelitian dan sosialisasi atas hasil penelitian tersebut.
Baleg juga banyak mendapatkan draft RUU dari masyarakat sipil, misalnya RUU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi dari ICEL (Indonesian Center for Enviromental Law), RUU tentang Kewarganegaraan dari GANDI (Gerakan Anti Diskriminasi) dan RUU Ketenagakerjaan dari Kopbumi. Bagi masyarakat sipil, pintu masuk suatu usulan mungkin lebih terlihat “netral” bila melalui Baleg ketimbang melalui fraksi, karena terkesan tidak terafiliasi dengan partai apapun.
Sedangkan PPPI yang memiliki 43 orang peneliti, lebih banyak berfungsi membantu pihak Baleg maupun sekretariat guna mempersiapkan sebuah rancangan peraturan perundang-undangan maupun dalam memberikan pandangan atas RUU yang sedang dibahas. Selain itu PPPI sering juga melakukan riset untuk membantu para anggota DPR dalam melakukan tugas mereka, baik itu untuk fungsi legislasi, pengawasan, maupun budgeter.
- Pada tingkat fraksi penyusunan sebuah RUU dimulai dari adanya amanat dari mukatamar partai.
- Emudian fraksi tersebut membentuk tim pakar yang merancang RUU tersebut berdasarkan masukan masyarakat melalui DPP maupun DPD partai.
- Sementara itu, pada RUU usulan pemerintah, tata cara perumusannya diatur dalam Keppres 188 tahun 1998.
Prosesnya dimulai dengan penyusunan konsep dan naskah akademis yang diikuti oleh permohonan prakarsa yang dilakukan oleh departemen teknis atau lembaga non departemen yang terkait. Setelah mendapatkan persetujuan dari presiden barulah dibentuk panitia perancang RUU.
- Ada model yang hampir sama dalam setiap pembentukan tim perancang undang-undang ini.
- Etuanya adalah menteri dari departemen teknis terkait, kemudian tim intinya terdiri dari pejabat eselon I (setingkat dirjen), pejabat dari instansi lain yang akan terkait dengan substansi RUU, serta tokoh atau akademisi yang dianggap memiliki keahlian di bidang tersebut.
Sedangkan tim asistensi biasanya melibatkan banyak masyarakat sipil seperti kalangan LSM. Tim perancang ini kemudian akan merumuskan sekaligus mengonsultasikan rancangan tersebut kepada publik. DPR maupun pemerintah tidak mengkavling-kavling RUU mana saja yang akan diusulkan oleh pemerintah dan RUU mana yang akan diusulkan oleh DPR.
Bisa saja sebuah RUU dikerjakan oleh berbagai pihak, misalnya saja kasus yang pernah terjadi pada paket undang-undang politik. Pada September 2000, pemerintah (Departemen dalam Negeri) telah membentuk tim untuk menyusun paket RUU politik tersebut. RUU tersebut juga telah disosialisasikan ke beberapa daerah di Indonesia.
Paralel dengan proses itu, DPR bekerjasama dengan RIDEP juga telah menyusun Paket Undang-undang politik tersebut. Ironisnya pada saat pemerintah mengajukan RUU tersebut ke DPR pada 29 Mei 2002 dengan Amanat Presiden No.R.06/PU/V/2002 (untuk RUU Partai Politik) dan No.R.07/PU/V/2002 (untuk RUU Pemilu) tidak satupun dari dua konsep tersebut yang diajukan.
Depdagri malah mengajukan konsep baru yang dibentuk oleh tim yang berbeda.A. Pengusulan RUU Dari Pemerintah RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Pemerintah disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden dengan menyebut juga Menteri yang mewakili Pemerintah dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.
Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, ketua rapat memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Pimpinan DPR menyampaikan RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis dari pengusul kepada media massa dan Kantor Berita Nasional untuk disiarkan kepada masyarakat.
RUU yang berasal dari Pemerintah dapat ditarik kembali sebelum pembicaraan Tingkat I berakhir.b. Pengusulan RUU Dari DPR Sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota dapat mengajukan usul rancangan undang-undang. Usul RUU dapat juga diajukan oleh Komisi, Gabungan Komisi, atau Badan Legislasi dengan memperhatikan program legislasi nasional.
Usul RUU beserta keterangan pengusul disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya. Dalam rapat paripurna berikutnya setelah usul RUU tersebut diterima oleh pimpinan DPR, ketua rapat memberitahukan kepada anggota masuknya usul RUU tersebut, kemudian dibagikan kepada seluruh Anggota.
- Setelah RUU didesiminasikan kepada anggota, rapat paripurna akan mengamanatkan kepada Badan Musyawarah (Bamus) untuk mengagendakan waktu pembahasan untuk menentukan apakah RUU tersebut diterima atau tidak.
- Pengusul berhak mengajukan perubahan selama usul RUU belum dibicarakan dalam Bamus.
- Pengusul berhak menarik usulnya kembali, selama usul RUU tersebut belum diputuskan menjadi RUU oleh rapat paripurna.
Pemberitahuan tentang perubahan atau penarikan kembali usul, harus ditandatangani oleh semua pengusul dan disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR, kemudian dibagikan kepada seluruh Anggota. Selanjutnya, rapat paripurna memutuskan apakah usul RUU tersebut secara prinsip dapat diterima menjadi RUU usul DPR atau tidak.
- Keputusan dapat berupa:
- a. Persetujuan tanpa perubahan
- b. Persetujuan tanpa perubahan;
- c. persetujuan dengan perubahan; atau
- d. penolakan
- Dari tiga kemungkinan keputusan penerimaan RUU usul DPR, keputusan pertama relatif dapat dimengerti. Namun demikian dapat ditambahkan penjelasan pada dua keputusan lain, sebagai berikut:
- (1). RUU Disetujui dengan Perubahan
Apabila RUU disetujui dengan perubahan, DPR menugaskan kepada Komisi, Badan Legislasi, atau Panitia Khusus untuk membahas dan menyempurnakan RUU tersebut. Setelah disetujui menjadi RUU usul dari DPR, Pimpinan DPR menyampaikan kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Pemerintah dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama-sama dengan DPR.
- 4. Tingkat Pembahasan dan Persetujuan
- Dalam pembahasan dan persetujuan harus melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
- B. Pembahasan Tingkat Pertama
- Pembicaraan Tingkat Pertama terjadi dalam arena rapat komisi, gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat panitia anggaran atau rapat panitia khusus bersama-sama dengan pemerintah.
Tatib tidak menjelaskan proses dan kriteria penentuan badan atau alat kelengkapan DPR mana (apakah komisi, gabungan komisi ataukah pansus) yang akan membahas suatu rancangan undang-undang bersama pemerintah. Menurut keterangan Zein Badjeber, proses tersebut dilaksanakan sepenuhnya oleh Bamus.
Bamus juga menetapkan sendiri kriteria penentuan apakah suatu RUU dibahas oleh Komisi, Gabungan Komisi atau Pansus, antara lain berdasarkan pertimbangan: (1). Substansi dari undang-undang Apabila substansi undang-undang tersebut merupakan gabungan dari berbagai bidang-bidang yang ada di komisi maka dibentuk Pansus atau gabungan komisi.
Sedangkan bila hanya mencakup satu bidang saja maka akan dibahas oleh komisi. (2). Beban kerja masing-masing komisi Apabila jadual suatu komisi terlalu padat maka dibentuklah pansus, akan tetapi bila terlalu banyak pansus dan orang habis dalam pansus-pansus maka dibahas di komisi.
Dalam pembahasan rancangan, Komisi dibantu oleh Sekretaris Komisi untuk merekam, mencatat dan mendokumentasi persidangan atau data, lain dan mengelola dokumentasi korespondensi (termasuk aspirasi masyarakat) yang berhubungan dengan Komisi tersebut. Permohonan untuk melakukan dengar pendapat dengan Komisi diajukan kepada sekretaris Komisi yang meneruskan kepada rapat pimpinan Komisi untuk mengagendakan rapat.
Seharusnya Sekretaris Komisi mengelola dan menyerahkan seluruh dokumentasi kepada Bidang Dokumentasi Sekretariat Jendral DPR yang menyimpan seluruh dokumen kelembagaan. Namun sayangnya seringkali dokumen itu tidak sampai ke Bidang Dokumentasi. Selanjutanya, penting bagi kita untuk memahami proses pembicaraan tingkat pertama.
- Ada tiga kegiatan yang ada dalam proses ini, yakni: 1.
- Pemandangan umum masing-masing fraksi terhadap RUU yang berasal dari Pemerintah, atau tanggapan pemerintah terhadap RUU yang berasal dari DPR.
- Tatib tidak mewajibkan penyampaian dokumen pemandangan secara tertulis sebelum agenda rapat, tetapi biasanya dokumen tersebut dibagikan pada saat rapat.2.
Jawaban Pemerintah atas pemandangan umum Fraksi atau jawaban pimpinan Komisi, pimpinan Badan Legislasi, pimpinan Panitia Anggaran, atau pimpinan Panitia Khusus atas tanggapan Pemerintah. Tatib tidak mewajibkan penyampaian dokumen pemandangan secara tertulis sebelum agenda rapat seperti halnya di atas.
- Biasanya dokumen tersebut juga dibagikan pada saat rapat.3.
- Pembahasan dan persetujuan bersama atas RUU oleh DPR dan Pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).b.
- Pembicaraan Tingkat Dua Pembicaraan tingkat dua adalah pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna.
- Dalam rapat, Komisi, pimpinan Badan Legislasi, pimpinan Panitia Anggaran, atau pimpinan Panitia Khusus melaporkan hasil pembicaraan tingkat pertama; lazimnya laporan ini dituangkan secara tertulis dan dibacakan dalam rapat.
Jika dipandang perlu (dan lazimnya dilakukan), masing-masing Fraksi melalui anggotanya dapat menyertai catatan sikap Fraksinya. Tidak jelas apakah masing-masing anggota (bukan Fraksinya) dapat menyampaikan catatan sikap mereka, namun tetap ada peluang untuk menyampaikan catatan individual berisikan catatan penting, keberatan dan perbedaan pendapat yang lazim disebut,
Siapa yang mengajukan Peraturan Pengganti Undang-undang yang memperbaiki muatan yang tidak dia setujui?
Selasa, 13 Maret 2018 08:24 WIB – Presiden Jokowi bergegas meninggalkan wartawan usai memberikan keterangan pers terkait proses sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI di Istana Negara, Jakarta, 15 Desember 2015. ANTARA/Yudhi Mahatma Oleh Sulardi Ada rumor bahwa Presiden Jokowi tak bersedia mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPD (UU MD3).
- Padahal, undang-undang itu sudah disetujui bersama oleh pemerintah dan DPR.
- Sikap Presiden ini mengingatkan pada pemikiran George Jellinek (1851-1911), ahli tata ketatanegaraan Jerman yang mengklasifikasi negara menjadi dua, republik dan monarki.
- Negara disebut republik apabila undang-undang dibuat oleh suatu dewan.
Sedangkan negara disebut monarki bila satu orang saja yang bisa membentuk undang-undang. Masalahnya, Gorge Jellinek memasukkan Inggris sebagai monarki. Hal ini disanggah oleh Kranenburg bahwa pembuatan undang-undang di Inggris dilakukan oleh King in Parliament, yang terdiri atas raja, parlemen, dan para menteri.
- Maka, semestinya Inggris masuk kelompok negara republik.
- Jellinek menanggapi dengan mengatakan bahwa raja atau ratulah yang mengawali pembentukan undang-undang dan menjadi penentu akhir dengan mengesahkan undang-undang itu.
- Meminjam perspektif Jellinek, Indonesia pada masa Orde Baru bisa dikategorikan lebih monarki dibanding Inggris.
UUD 1945 menyatakan presiden memegang kekuasaan undang-undang dengan persetujuan DPR. Sepanjang Orde Baru berkuasa, rancangan undang-undang senantiasa berasal dari presiden. Namun presiden pernah tidak bersedia mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penyiaran.
Baca: DPR Nilai Penerbitan Perpu untuk UU MD3 Tidak Tepat. Rancangan itu sudah disetujui DPR dan pemerintah, tapi Presiden Soeharto mengembalikan kepada DPR agar dibahas lagi. Setelah dibahas, akhirnya rancangan itu disetujui dan akhirnya disahkan. Sikap Soeharto itu menunjukkan bahwa penentu pembentukan undang-undang di Indonesia adalah presiden.
Presidenlah yang mengajukan penyusunan undang-undang dan dia pula yang mengesahkannya. Bahkan, bila Raja Inggris selalu mengesahkan rancangan undang-undang yang disetujui parlemen, Presiden Indonesia bisa menolak untuk mengesahkan. Dari sisi ini, Indonesia menjadi lebih monarki daripada Inggris.
- Presiden Megawati Soekarnoputri pernah tidak mengesahkan beberapa undang-undang, yakni Undang-Undang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, Undang-Undang Penyiaran, Undang-Undang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Advokat.
- Sejauh ini, undang-undang yang tidak disahkan oleh presiden itu tetap berlaku.
- Di negara dengan sistem pemerintahan presidensial, seperti Indonesia, presiden mempunyai fungsi sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
Dalam penyusunan undang-undang pun fungsi ganda itu berlaku. Saat presiden mengajukan dan membahas rancangan undang-undang bersama DPR, presiden berperan sebagai kepala pemerintahan. Pada saat presiden mengesahkan rancangan itu, ia berperan sebagai kepala negara.
Sebagai kepala negara sesungguhnya, presiden harus mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama DPR. Pengaturan konstitusional mengenai pengesahan undang-undang oleh presiden itu kontradiktif. Di satu sisi UUD 1945 mengatur bahwa presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui pemerintah dan DPR.
Di sisi lain, Pasal 20 (5) menyatakan, “Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan presiden dalam waktu tiga puluh hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.” Ketentuan ini membuka peluang bagi presiden untuk tidak mengesahkannya.
Dengan demikian, UUD 1945 mereduksi mekanisme pengesahan rancangan undang-undang oleh presiden, yang semula merupakan keharusan menjadi tentatif. Adanya pasal yang membolehkan presiden tidak mengesahkan rancangan undang-undang itu menunjukkan bahwa para penyusunnya belum memahami sepenuhnya tata kelola pemerintahan presidensial.
Semestinya pengesahan itu bersifat administratif. Bila presiden tidak berkenan dengan muatannya, presiden bisa menyampaikan ketidaksetujuannya pada saat pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR. Keengganan Presiden Joko Widodo untuk meneken rancangan UU MD3 menunjukkan bahwa Presiden kurang sreg atas rancangan itu.
Sesungguhnya masalah ini dapat dihindari apabila ada komunikasi yang terbuka dan jelas dari kementerian terkait atas muatan rancangan. Di samping itu, presiden semestinya hadir pada sesi akhir pembahasan rancangan UU MD3 dan menyampaikan hal yang tidak dia setujui. Presiden Jokowi bisa saja mengesahkan rancangan itu, lalu mengajukan peraturan pengganti undang-undang yang memperbaiki muatan yang tidak dia setujui.
Namun ini langkah yang tidak lucu walaupun pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. * Sulardi Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Malang