Jumat, 3 Juni 2022 07:17 WIB – Sultan Hamid II. Wikipedia TEMPO.CO, Jakarta – Sultan Hamid II, dialah perancang lambang negara Indonesia. Meski begitu, pada akhir kisah hidupnya, ia dituduh makar karena bersekongkol dengan Westerling, Komandan Pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Bagaimana Profilnya? Dilansir dari K oran Tempo Edisi 15 September 2013, Sultan Hamid II adalah putra sulung Sultan Pontianak, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Ia bernama lahir Syarif Abdul Hamid Alkadrie yang kemudian menjadi Sultan Hamid II ini lahir di Pontianak pada 12 Juli 1913. Ia merupakan sultan ketujuh dari Kesultanan Pontianak.
Sultan Hamid II pernah menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio di masa Presiden Soekarno (Republik Indonesia Serikat), dan Ketua BFO atau Permusyawaratan Negara-negara Federal dalam Konferensi Meja Bundar. Sultan Hamid II adalah keturunan Indonesia yang juga berdarah Arab.
Semasa kecil, ia pernah diasuh perempuan berkebangsaan Inggris. Istrinya adalah perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak yang kini bermukim di Belanda. Pendidikan dan Peran Sultan Hamid II Sultan Hamid II menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Belanda hingga tamat dan meraih pangkat Letnan pada kesatuan Tentara Hindia Belanda.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak ketujuh menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Membaca Ulang Sultan Hamid II Merancang Simbol Negara Indonesia Pada 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Mohammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantara, M A Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota.
- Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
- Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku Bung Hatta Menjawab untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara.
- Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya Mohammad Yamin.
Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya Mohammad Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.
- Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
- AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS.
Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “‘tidak berjambul”‘ seperti bentuk sekarang ini. Dituduh Makar dan Bersekongkol dengan Westerling Pada akhir kisah hidupnya, Sultan Hamid II diberhentikan pada 5 April 1950 karena dituduh bersekongkol dengan Westerling dan APRA.
Ia pernah dianggap terlibat dalam Peristiwa Westerling meski berdasarkan putusan Mahkamah Agung Tahun 1953, tuduhan itu tidak terbukti dakwaan primernya. Begini akhir pledoinya: “Saya akhiri pembelaan saya dengan menyatakan, bahwa saya tetap merasa berbahagia sebagai putera Indonesia, yang telah mendapat kehormatan sebesar-besarnya untuk dapat turut serta di dalam perjuangan mencapai kemerdekaan bagi nusa dan bangsa.
Bagaimanapun bunyinya putusan Mahkamah Agung nanti, apakah saya akan bebas ataupun akan dijatuhi hukuman, tenaga saya tetap saya sediakan, apabila kelak negara membutuhkannya. Dengan uraian-uraian di atas, nasib saya sekarang saya serahkan kepada Mahkamah Agung dengan penuh kepercayaan.” Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Contents
- 1 Sejak kapan Pancasila menjadi lambang negara?
- 2 Siapa saja yang mengusulkan lambang negara?
- 3 Siapakah ibu dari Garuda?
- 4 Siapakah tokoh nasional yang menyempurnakan burung Garuda tersebut hingga menjadi lambang negara Indonesia sekarang?
Siapa saja panitia yang bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara RI?
Jejak Garuda Lambang Negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan. Kemudian perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantungkan dengan rantai pada leher Garuda serta semboyan Bhineka Tunggal Ika yang ditulis dipita yang dicengkeram oleh Garuda.
- Dalam buku Spiritualisme Pancasila (2018) karya Fokky Fuad Wasitaatmadja, lambang Garuda dirancang oleh sultan Hamid II dari Pontianak yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno.
- Lambang tersebut diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat pada 11 Februari 1950.
SEJARAH TERBENTUKNYA SANG GARUDA Setalah perang kemerdekaan Indonesia 1945-1949. Kemudian disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Kenferensi Meja Bundar (KMB) 1949, Indonesia dirasakan perlu memiliki Lambang Negara. Pada 10 Januari 1950, dibentuk panitia teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, KI Hajar Dewantara, M.A Pellaupessy, Moh.
Natsir dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia tersebut bertugas menyeleksi usulan rancangan Lambang Negara untuk dipilih dan diajukan kepada Pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku Bung Hatta Menjawab untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono menyampaikan sayembara.
Terpilih dua rancangan Lambang Negara terbaik, yakni Sultan Hamid II dan Moh. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima Pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Sedangankan karya Moh Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampak pengaruh Jepang.
Tiga kali penyempurnaan setelah rancangan terpilih, dialog intensif dilakukan antara Sultan Hamid II, Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Moh. Hatta untuk penyempurnaan. Mereka sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda. Semula adanya pite merah diganti dengan pita warna putih dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Pada 8 Februari 1950, rancangan Lambang Negara Sultan Hamid II diajukan kepada Soekarno, namun rancangan tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali. Karena keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dianggap terlalu bersifat mitologi.
Adanya mesukan tersebut, kemudian Sultan Hamid II memperbaiki gambar Lambang Garuda. Sehingga terbentuk Rajawali Garuda Pancasila. Setelah selesai diperbaiki kemudian diajukan ke Soekarno dan diserahkan kepada Kabinet RIS melalui Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri. Rancangan Lambang Negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya pada Sidang Kabinet RIS yang berlangsung 11 Februari 1950.
Ketika itu kepala Rajawali Garuda Pancasila masih gundul dan tdak berjambul. Kemudian Presiden Soekarno memperkenalkan untuk pertama kalinya Lambang Negarakepada khalayak ramai pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes Jakarta. Soekarno terus menyempurnakan bentuk Garuda. Sumber : Indonesia Baik : Jejak Garuda
Apa semboyan negara Indonesia yang terdapat pada lambang negara Garuda Pancasila?
Semboyan Bangsa Indonesia – Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia, yang tertulis pada pita burung Garuda Pancasila. Secara konstitusional, semboyan negara diatur dalam pasal 36A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”.
- Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila.
- Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Berbeda-beda, tetapi tetap satu”.
- Diterjemahkan per kata, kata bhinnêka berarti “beraneka ragam” dan terdiri atas kata bhinna dan ika, yang digabung.
Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan bangsa Indonesia ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Sejak kapan Pancasila menjadi lambang negara?
GARUDA PANCASILA ditetapkan sebagai lambang negara Indonesia sejak 1950. Sebagai lambang negara, Burung Garuda digambarkan sedang menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda) dan kedua kakinya mencengkeram pita bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika.
– Meski sudah diakui sebagai lambang negara, perdebatan soal Burung Garuda tak jarang masih kerap muncul: Apakah Burung Garuda itu hanya mitos atau memang benar ada di alam liar? Jika ditilik dari sejarah, masyarakat nusantara sudah sejak lama mengenal sosok Burung Garuda. Bahkan jauh sebelum negara Indonesia berdiri, warganya sudah mengenal Garuda lewat cerita pewayangan.
Dalam agama Hindu dan Buddha, Garuda adalah salah satu dewa. Burung perkasa ini merupakan tunggangan Dewa Wisnu (salah satu Trimurti atau manifestasi bentuk Tuhan dalam agama Hindu). Garuda digambarkan bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah. Paruh dan sayapnya mirip elang, tetapi tubuhnya seperti manusia.
- Ukurannya besar hingga dapat menghalangi matahari.
- Isah sang Garuda tertulis dalam kitab Mahabharata dan Purana yang berasal dari India.
- Dalam mitologi Hindu, Garuda adalah raja burung yang berasal dari keturunan Kasyapa dan Winata, salah seorang putri Daka.
- Garuda adalah musuh bebuyutan para ular.
- Lahirnya Garuda sebagai lambang negara dimulai sejak 10 Januari 1950 ketika dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara.
Panitia teknis ini dikoordinatori oleh Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
- Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku ‘Bung Hatta Menjawab’ untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara.
- Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.
- Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II.
Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang dianggap menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara Sultan Hamid II, Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu.
Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’.Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno.
Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis. Sultan Hamid II lalu kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila.
Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya ‘Sekitar Pancasila’ terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.
Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih gundul dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
- Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila.
- Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan jambul pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkeram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno.
Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, lambang Amerika Serikat. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara.
- Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
- Namun di alam liar adakah Burung Garuda itu? Menurut Ketua Perkumpulan Raptor Indonesia, Zaini Rakhman, pemerintah secara tidak langsung sudah mengakui bahwa Garuda itu adalah Burung Elang Jawa (Nisaetus bartelsi).
Hal ini tertuang dalam Keppres Nomor 4 Tahun 1993 tantang Satwa dan Bung Nasional. Dalam Keppres yang diterbitkan Presiden Soeharto itu, Elang Jawa dikategorikan sebagai satwa langka. “Jika mengacu pada Keppres No 4 Tahun 1993, Elang Jawa dijadikan Satwa Nasional.
Alasannya pertama Elang Jawa itu mirip dengan Garuda dan yang kedua memang langka (saat itu),” ujar Zaini Rakhman kepada merdeka.com, Rabu (8/3). Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Yayasan Konservasi Elang Indonesia, Gunawan. Menurut Gunawan, jika merujuk pada aturan di Keppres tersebut, Elang Jawa memang memiliki kemiripan dengan burung Garuda.
Kemiripan ini misalnya pada jambul, dan warna bulu yang keemasan saat Elang Jawa masih muda. “Kalau masih muda warna bulunya memang keemasan, semakin menua makin cokelat warnanya,” ujar Gunawan. Dengan adanya Keppres tersebut Kementerian Kehutanan pun memiliki rencana dan strategi untuk meningkat populasi Elang Jawa di alam liar.
- Namun sayangnya, semakin dilindungi, keinginan warga untuk mengoleksi burung yang kini statusnya terancam punah itu semakin tinggi.
- Data yang dimiliki Perkumpulan Raptor Indonesia, sensus tahun 2014-2015, jumlah Elang Jawa di alam liar ada 423 pasang.
- Tahun 2010, jumlahnya berkurang menjadi 325 pasang.
Dan sensus terakhir 2015 yang hingga kini datanya belum lengkap, diperkirakan elang jawa di alam liar tinggal 300 pasang. “Yang membuat jumlahnya semakin menurun tentu luasan habitat mereka yang terus berkurang di pulau Jawa. Dulu banyak hutan kini sudah ditebang dijadikan perumahan semua, kedua adalah maraknya perburuan dan perdagangan liar burung ini,” ujar Zaini. Lokasi suaka elang di TNHS 2017 (Sumber: Merdeka.com) “Sekarang dengan perkembangan teknologi jual beli itu dilakukan di media sosial dengan memanfaatkan grup-grup. Di tahun 2015 lalu, kita temukan 127 Elang Jawa diperjualbelikan secara bebas di 38 grup Facebook,” ujar Gunawan.
Meningkatnya perburuan dan perdagangan satwa langka ini sudah barang tentu mengancam kelestarian Elang Jawa. Tidak peduli elang jawa itu merupakan inspirasi lambang negara atau tidak, tetapi pelestarian burung yang hanya ditemukan di pulau jawa itu perlu tingkatkan. Sayangnya penegakan hukum bagi mereka yang memiliki atau memperjualbelikan secara tidak sah belum maksimal.
Hal ini yang membuat perdagangan elang jawa dan elang-elang lainnya hingga kini masih marak. “Padahal aturan dalam UU Nomor 5 tahun 1990 itu tegas, pidana penjara maksimal lima tahun atau denda Rp 100 juta. Kenyataannya tidak pernah terealisasi dengan baik dan perburuan dan penjualan masih saja marak,” tutup Zaini.
Siapa yang terpilih usulan lambang negara?
Jumat, 3 Juni 2022 07:17 WIB – Sultan Hamid II. Wikipedia TEMPO.CO, Jakarta – Sultan Hamid II, dialah perancang lambang negara Indonesia. Meski begitu, pada akhir kisah hidupnya, ia dituduh makar karena bersekongkol dengan Westerling, Komandan Pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Bagaimana Profilnya? Dilansir dari K oran Tempo Edisi 15 September 2013, Sultan Hamid II adalah putra sulung Sultan Pontianak, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Ia bernama lahir Syarif Abdul Hamid Alkadrie yang kemudian menjadi Sultan Hamid II ini lahir di Pontianak pada 12 Juli 1913. Ia merupakan sultan ketujuh dari Kesultanan Pontianak.
Sultan Hamid II pernah menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio di masa Presiden Soekarno (Republik Indonesia Serikat), dan Ketua BFO atau Permusyawaratan Negara-negara Federal dalam Konferensi Meja Bundar. Sultan Hamid II adalah keturunan Indonesia yang juga berdarah Arab.
Semasa kecil, ia pernah diasuh perempuan berkebangsaan Inggris. Istrinya adalah perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak yang kini bermukim di Belanda. Pendidikan dan Peran Sultan Hamid II Sultan Hamid II menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Belanda hingga tamat dan meraih pangkat Letnan pada kesatuan Tentara Hindia Belanda.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak ketujuh menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Membaca Ulang Sultan Hamid II Merancang Simbol Negara Indonesia Pada 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Mohammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantara, M A Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota.
- Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
- Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku Bung Hatta Menjawab untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara.
- Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya Mohammad Yamin.
Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya Mohammad Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.
- Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
- AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS.
Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “‘tidak berjambul”‘ seperti bentuk sekarang ini. Dituduh Makar dan Bersekongkol dengan Westerling Pada akhir kisah hidupnya, Sultan Hamid II diberhentikan pada 5 April 1950 karena dituduh bersekongkol dengan Westerling dan APRA.
- Ia pernah dianggap terlibat dalam Peristiwa Westerling meski berdasarkan putusan Mahkamah Agung Tahun 1953, tuduhan itu tidak terbukti dakwaan primernya.
- Begini akhir pledoinya: “Saya akhiri pembelaan saya dengan menyatakan, bahwa saya tetap merasa berbahagia sebagai putera Indonesia, yang telah mendapat kehormatan sebesar-besarnya untuk dapat turut serta di dalam perjuangan mencapai kemerdekaan bagi nusa dan bangsa.
Bagaimanapun bunyinya putusan Mahkamah Agung nanti, apakah saya akan bebas ataupun akan dijatuhi hukuman, tenaga saya tetap saya sediakan, apabila kelak negara membutuhkannya. Dengan uraian-uraian di atas, nasib saya sekarang saya serahkan kepada Mahkamah Agung dengan penuh kepercayaan.” Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Siapa saja yang mengusulkan lambang negara?
Garuda dan Sejarah Indonesia Kuno – Berdasarkan catatan Museum Nasional Indonesia, lambang negara Indonesia banyak terinspirasi dari arca Garuda Wisnu yang ditemukan di Trawas, Jawa Timur. Garuda merupakan kendaraan atau wahana Dewa Wisnu dalam agama Hindu.
Garuda digambarkan bertubuh emas, berwajah putih, dan bersayap merah. Paruh dan sayap Garuda digambarkan mirip elang, tetapi memiliki tubuh seperti manusia. Garuda berukuran besar hingga bisa menghalangi matahari. Menurut Mohammad Yamin, dalam 6000 Tahun Sang Merah Putih (1951), simbol burung garuda sebagai kendaraan Dewa Wisnu mulai dikenal orang-orang Nusantara sejak abad kelima.
Kerajaan Hindu pada masa itu, Kerajaan Tarumanegara, diketahui memiliki raja bernama Purnawarman yang merupakan penganut Hindu aliran Wisnu. Hal tersebut menjadi bukti bahwa simbol garuda sudah dikenal orang Nusantara sejak masa itu. Dalam mitologi Hindu, Garuda memiliki kisah dimana ia berhasil membebaskan ibunya dari cengkraman perbudakan.
Simbol Garuda kemudian menjadi simbol yang cukup populer. Simbol Garuda juga ditemukan dalam arca dan relief candi-candi Hindu masa lalu seperti candi Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh, dan Cetho. Simbol Garuda juga diketahui dijadikan sebagai lambang beberapa kerajaan Hindu masa lalu.
Kerajaan Airlangga di abad ke-11 Masehi, misalnya, menggunakan Garuda sebagai lambang kerajaannya. Lambang Garuda banyak ditemukan di bagian puncak prasasti-prasasti yang dibuat pemerintahan Airlangga.
Selain Kerajaan Airlangga, simbol Garuda juga dipakai oleh kerajaan Janggala, yaitu pada masa pemerintahan raja Mapanji Garasakan, Alanjung Ahyes, dan Samarotsaha. Menjadi Lambang Negara Indonesia Dinukil dari jurnal Proses Penetapan Garuda Pancasila Sebagai Lambang Negara Indonesia Tahun 1949-1951 (2014)
Sultan Hamid II, pada 10 Januari 1950, pemerintah RIS membuat sebuah panitia teknis bernama Panitia Lambang Negara di bawah koordinator Menteri Zonder Porto Folio Sultan Hamid II ( Pria berdarah campuran Arab-Indonesia ) Muhammad Yamin didaulat menjadi ketua Panitia Lambang Negara, sedangkan Ki Hajar Dewantara, M.A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M. Ng. Purbatjaraka menjadi anggotanya. Rancangan awal lambang negara garuda Panitia tersebut kemudian berhasil menghasilkan dua buah rancangan lambang negara, satu rancangan dari Sultan Hamid II dan satu lagi dari M. Yamin. Usulan lambang negara yang dibuat oleh Sultan Hamid II berbentuk burung garuda mememegang perisai berlambangkan lima sila Pancasila. Lambang negara usulan Moh. Yamin M. Yamin ini kemudian tidak dipilih karena dirasa mirip dengan bendera Jepang masa itu. Usulan Sultan Hamid II ini kemudian yang dipilih pemerintah untuk menjadi lambang negara dengan beberapa perbaikan. Pada saat itulah ditambahkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” pada lambang Garuda dan dilakukan penyesuaian bentuk Garuda hingga berbentuk seperti sekarang ini.
Isah mitologi Garuda yang menyelamatkan ibunya dari perbudakan menjadi salah satu alasan mengapa garuda dijadikan sebagai lambang negara Indonesia, Indonesia dirasa memiliki kesamaan nasib dengan Garuda untuk membebaskan rakyatnya dari penjajahan dan penindasan. Selain itu, Sultan Hamid II menjadikan Garuda sebagai inspirasi karena kebesaran dan kegagahan burung mitologi tersebut.
Sultan Hamid II berharap Indonesia yang baru terbentuk itu dapat menjadi negara yang besar dan kuat sebagaimana burung Garuda. Sumber: Posted on: 02/06/2022, by : : Sejarah Burung Garuda dan Alasan Sebagai Lambang Negara Indonesia – Perpustakaan
Kenapa kepala burung garuda menoleh ke kanan?
Makna dan Arti Lambang Garuda Pancasila – Kabupaten Bogor Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yakni Burung Garuda, perisai dan pita putih.1. Burung GarudaBurung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari Mitologi Hindu yang berasal dari India dan berkembang di wilayah Indonesia sejak abad ke-6.
Burung Garuda itu sendiri melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada burung garuda itu melambangkan kemegahan atau kejayaan. Pada burung garuda,* Jumlah masing-masing sayap bulunya berjumlah 17 yang mempunyai makna, tanggal kemerdakaan negara kita yakni tanggal 17.* Bulu ekor memiliki jumlah 8 yang melambangkan bulan kemerdekaan negara kita bulan Agustus yang merupakan bulan ke-8.* Dan bulu-bulu di pangkal ekor atau perisai berjumlah 19 helai dan di lehernya berjumlah 45 helai.Sehingga kesemua jumlah bulu yang ada di setiap bagiannya melambangkan tanggal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945.* Kepala Burung Garuda yang menoleh ke kanan mungkin karena pemikiran orang zaman dahlu yang ingin Indonesia menjadi negara yang benar dan bermaksud agar Indonesia tidak menempuh jalan yang salah.
Dan anggapan bahwa arah ke kanan adalah arah yang baik lah yang membuat kepala Garuda dibuat menghadap ke kanan. Biasanya banyak anggapan yang mengatakan bahwa jalan yang benar itu dilambangkan dengan arah kanan, makanya kepala garuda Indonesia selalu mengarah ke kanan.* Sayap yang membentang adalah siap terbang ke angkasa.Burung Garuda dengan sayap yang mengembang siap terbang ke angkasa, melambangkan dinamika dan semangat untuk menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara 2.
Perisai Perisai yang dikalungkan melambangkan pertahanan Indonesia. Pada perisai itu mengandung lima buah simbol yang masing-masing simbol melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila. ˜ Bagian tengah terdapat simbol bintang bersudut lima yang melambangkan sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa.
Lambang bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya, seperti layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian bagi setiap manusia. Sedangkan latar berwarna hitam melambangkan warna alam atau warna asli, yang menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.
˜ Di bagian kanan bawah terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai berbentuk segi empat dan lingkaran yang saling berkait membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan.
Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai. ˜ Di bagian kanan atas terdapat gambar pohon beringin yang melambangkan sila ketiga, Persatuan Indonesia.
- Pohon beringin digunakan karena pohon beringin merupakan pohon yang besar di mana banyak orang bisa berteduh di bawahnya, seperti halnya semua rakyat Indonesia bisa ” berteduh ” di bawah naungan negara Indonesia.
- Selain itu, pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke mana-mana, namun tetap berasal dari satu pohon yang sama, seperti halnya keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.
˜ Kemudian, di sebelah kiri atas terdapat gambar kepala banteng yang melambangkan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan. Lambang banteng digunakan karena banteng merupakan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.
˜ Dan di sebelah kiri bawah terdapat padi dan kapas yang melambangkan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas digunakan karena merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran yang merupakan tujuan utama bagi sila kelima ini.
* Ditengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu negara tropis yang di lintasi garis khatulistiwa yang membentang dari timur ke barat. * Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaa Indonesia “Merah-Putih”.
Merah berarti berani dan putih berarti suci. Sedangkan bagian tengahnya berwarna dasar hitam berarti warna alam atau warna asli.3. Pita PutihPada bagian bawah Garuda Pancasila, terdapat pita putih yang dicengkeram, yang bertuliskan ” BHINNEKA TUNGGAL IKA ” yang ditulis dengan huruf latin, yang merupakan semboyan negara Indonesia.
Kata “Bhineka” berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, Kata “Tunggal” berarti satu, dan Kata “Ika” berarti itu. Perkataan bhinneka tunggal ika merupakan kata dalam Bahasa Jawa Kuno yang berarti ” berbeda-beda tetapi tetap satu jua “. Perkataan itu diambil dari Kakimpoi Sutasoma karangan Mpu Tantular, seorang pujangga dari Kerajaan Majapahit pada abad ke-14.
Mengapa jumlah ekor burung garuda ada 8?
Lambang negara, Garuda Pancasila – Pada bagian sayap Burung Garuda ada bulu dengan jumlah 17 helai pada masing-masing sayap. Jumlah helai bulu ini mempunyai arti sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Kemudian pada bagian ekor juga dilengkapi dengan bulu yang panjang dengan jumlah delapan helai yang merepresentasikan bulan kemerdekaan Indonesia.
Siapa Pencetus Pertama Lambang Pancasila dan kapan diresmikan pertama kalinya?
Siapa yang Merumuskan Garuda Pancasila? – Sejarah mencatat bahwa Sultan Hamid II atau yang memiliki nama asli Syarif Abdul Hamid Alkadrie adalah orang yang merancang lambang negara Indonesia. Putra sulung Sultan Pontianak ke-6 ini ditunjuk sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio pada tahun 1949.
Setahun menjabat, dia ditugaskan oleh Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan lambang negara. Pada tanggal 10 Januari 1950 dibentuklah Panitia Lencana Negara sebagai panitia teknis perancang lambang negara. Kepanitiaan tersebut dikoordinir oleh Sultan Hamid II dan diketuai oleh Moh Yamin.
Ki Hajar Dewantara, M.A.Pellaupessy, Moh. Natsir, dan RM Poerbatjaraka sebagai anggotanya. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan, Dikutip dari buku Spiritualisme Pancasila oleh Fokky Fuad Wasitaatmadja dkk, dilakukan sayembara untuk membuat rancangan lambang negara.
Kemudian, terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yakni karya Sultan Hamid II dan karya Moh Yamin. Rancangan tersebut kemudian diusulkan kepada pemerintah. Dalam keputusannya, pemerintah memilih karya Sultan Hamid II dan menolak karya Moh Yamin dengan alasan memasukkan unsur sinar matahari, yang memperlihatkan pengaruh Jepang.
Walaupun telah terpilih, rancangan Sultan Hamid II tetap dilakukan penyempurnaan. Sultan Hamid II berdiskusi dengan Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta. Ketiganya sepakat untuk mengganti pita yang dicengkeram Garuda yang semula berwarna merah putih menjadi warna putih dengan tambahan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
- Rancangan tersebut kembali mendapat masukan dari Partai Masyumi.
- Pihaknya menyatakan keberatan karena burung Garuda yang dibuat Sultan Hamid II menggunakan tangan dan bahu manusia dengan memegang perisai.
- Hal tersebut dianggap bersifat mitologis.
- Sultan Hamid II kemudian melakukan penyempurnaan berdasarkan aspirasi yang berkembang.
Hingga akhirnya tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila atau yang dikenal dengan Garuda Pancasila saja. Rancangan lambang negara Indonesia yang dibuat oleh Sultan Hamid II tersebut kemudian diresmikan dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.
Garuda Pancasila untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Soekarno kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta, 15 Februari 1950. Nama yang berjasa atas terbentuknya lambang negara sempat dilupakan karena dianggap terlibat dalam kudeta Westerling tahun 1950. Dia divonis bersalah dan dihukum 10 tahun penjara karena dianggap membunuh Menteri Pertahanan RI, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dilansir dari BBC Indonesia.
Simak Video ” Jokowi Pastikan Sukarno Setia dan Tak Khianati Bangsa-Negara ” (kri/lus) : Sosok Perancang Lambang Negara Indonesia yang Namanya Sempat Dilupakan
Burung garuda mati di mana?
Kisah Burung Garuda yang Beristirahat di Gunung Emansiri Papua.
Siapakah ibu dari Garuda?
Mitologi Garuda – Dilansir dari Encyclopaedia Britannica, burung Garuda dan Elang merupakan spesies yang sama. Banyak orang yang mengatakan bahwa Garuda adalah Elang. Kata Garuda berawal dalam mitologi Hindu, yang merupakan burung dan kendaraan Dewa Wisnu,
Dalam Regweda atau Rigveda, kisah mitologis tentang kelahiran Garuda di Mahabharata merupakan adik lelaki dari Aruna. Aruna adalah kusir dewa matahari (Surya) dan ibu Garuda adalah Vinata yang merupakan ibu dari burung-burung. Baca juga: Simbol Negara Garuda Pancasila Regweda adalah kitab Sruti yang paling utama.
Terdiri dari 1.017 nyanyian pujaan dengan jumlah 10.562 baris yang dijelaskan dalam 10 buku. Vinata, ibu Garuda ternyata diperbudak oleh sudara perempuannya bernama Kadru yang merupakan ibu para naga. shutterstock.com ilustrasi garuda kendaraan Dewa Wisnu Permusuhan antara burung dan naga atau ular dikaitkan dengan masalah tersebut. Karena Garuda sangat sayang dengan sang ibu, dia rela melakukan apa saja untuk menyelamatkan ibunya. Termasuk memberikan amertha sari kepada Kadru.
Sampai akhirnya Garuda dipertemukan dengan Dewa Wisnu. Dewa Wisnu akan memberikan amertha sari jika Garuda mau menjadi tunggangannya. Baca juga: Lambang Negara Garuda Pancasila: Arti dan Sejarahnya Akhirnya Garuda bersedia dan mampu membebaskan ibunya. Hingga saat itu, Garuda dilambangkan sebagai kendaraan Dewa Wisnu yang gagah dan tangguh.
Terlepas dari Garuda adalah mitologi Hindu, tak begitu banyak orang yang mengetahui burung Garuda secara nyata. Namun, ada pula sebagian orang yang menganggap burung Garuda itu ada. Bahkan beberapa peneliti mengatakan terdapat tujuh jenis Garuda di dunia, salah satunya Garuda Harpy di Amerika Selatan.
Apakah burung garuda itu benar ada?
Beredar Penampakan Burung Garuda, Benarkah Itu Nyata? – Regional Liputan6.com Lambang burung garuda terlihat di Pameran seni rupa nusantara 2015 di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis (28/05/2015). Sebanyak 106 karya 2 dan 3 dimensional diantaranya lukisan, drawing, object, seni grafis, video art,dll.
Liputan6.com/Andrian M Tunay) Liputan6.com, Bandung – Baru-baru ini kembali beredar penampakan yang diduga burung, Penampakan burung yang tersebar di media sosial membuat banyak orang bertanya-tanya bahkan ada yang meyakini bahwa itu benar, Apakah itu benar merupakan penampakan burung Garuda? Simak info di bawah ini untuk mengetahui kebenarannya.
Dalam sebuah video yang tersebar di media sosial, menayangkan seekor besar dengan sayap yang lebar. Burung tersebut sedang berada di pinggir tebing sambil mengepakkan sayapnya dan bersiap untuk terbang. Burung dalam video tersebut diduga sebagai burung Garuda.
Sebab burung tersebut memiliki ciri yang mirip dengan burung yang dijadikan lambang negara Indonesia. *** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. Koleksi perangko Indonesia yang memiliki desain gambar tokoh-tokoh nasional.
Ilustrasi hoaks Menurut turnbackhoax.id, komunitas online anti hoax Indonesia, burung yang ada di dalam video bukanlah burung Garuda. Melainkan burung Kondor Andes yang baru dilepaskan ke alam dari penangkaran di Catamarca, Argentina. Burung Kondor Andes memang memiliki beberapa ciri yang sama dengan burung Garuda, tetapi burung itu bukanlah burung Garuda.
- Burung Kondor Andes merupakan burung pemangsa terbesar di dunia.
- Burung ini dapat ditemui di pegunungan Andes dan Pantai Pasifik Amerika.
- Video tersebut pertama kali diunggah pada media sosial Facebook oleh Silvana V Andrade, seorang pendiri organisasi pecinta hewan di Argentina yang bernama ANDA.
- Emudian video tersebut beredar di Indonesia sehingga banyak orang Indonesia yang melihat video tersebut dan menganggap burung tersebut merupakan penampakan dari burung Garuda.
Anak-anak melihat lambang burung Garuda Pancasila di Kampung Pancasila, Karang Tengah, Kota Tangerang, Selasa (1/6/2021). Kegiatan tersebut antara lain seperti gotong royong membersihkan kampung dan sosialisasi penanaman nilai Pancasila kepada warga,
- Liputan6.com/Angga Yuniar) Burung Garuda yang dijadikan sebagai lambang negara Indonesia, bukanlah burung yang bisa ditemukan secara nyata.
- Berdasarkan dari catatan Museum Nasional Indonesia, lambang negara Indonesia terinspirasi dari arca Garuda Wisnu yang ditemukan di Trawas, Jawa Timur.
- Sultan Hamid II yang mengusulkan lambang negara Indonesia itu terinspirasi dari kendaraan Dewa Wisnu yaitu Garuda.
Garuda digambarkan seperti burung elang yang memiliki paruh yang runcing dan sayap yang besar. Namun, Garuda memiliki tubuh seperti manusia. Garuda memiliki tubuh bewarna emas, berwajah putih, dan bersayap merah. Dalam mitologi, dikisahkan bahwa Garuda berhasil membebaskan ibunya dari perbudakan.
- Merasa memiliki nasib yang sama dengan Indonesia yang membebaskan rakyatnya dari penjajahan, hal itu menjadi salah satu alasan mengapa Garuda dipilih sebagai lambang negara Indonesia.
- Selain itu, Sultan Hamid II juga terinspirasi dari kebesaran dan kegagahan Garuda.
- Beliau berharap negara Indonesia yang baru merdeka saat itu dapat menjadi kuat dan besar seperti Garuda.
Jadi, burung Garuda yang menjadi lambang Indonesia itu tidak benar-benar ada. Burung Garuda ini merupakan inspirasi dari kisah Garuda di agama Hindu. Jika ada penampakan burung Garuda di dunia nyata bisa dipastikan itu bukanlah burung Garuda. Di Indonesia, ada Elang Jawa yang memiliki ciri seperti Burung Garuda.
Apa peran Sultan Hamid 2?
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sultan Hamid II | |
---|---|
Syarif Hamid Alkadrie | |
Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat berseragam Mayor Jenderal KNIL | |
Berkuasa | 1945 – 1978 |
Pendahulu | Sultan Syarif Thaha |
Penerus | Sultan Syarif Abubakar |
Lahir | 12 Juli 1913 Pontianak, Kesultanan Pontianak, Hindia Belanda |
Wafat | 30 Maret 1978 (umur 64) Jakarta, Indonesia |
Wangsa | Wangsa Alkadrie |
Ayah | Sultan Syarif Muhammad |
Permaisuri | Didi van Delden |
Anak | 2 |
Agama | Islam Sunni |
Sultan Hamid II, lahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak ke-6, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (12 Juli 1913 – 30 Maret 1978) adalah Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila, Dalam tubuhnya mengalir darah Arab-Indonesia,
Siapa saja yang termasuk Panitia Lencana negara?
Garuda Pancasila – Museum Kepresidenan RI Balai Kirti Patung Burung Garuda, Teks Proklamasi dan Teks Pancasila di Galeri Kebangsaan Bogor (17/5) Di Museum Kepresidenan RI Balai Kirti terdapat Sebuah Patung Garuda karya pematung Yusman dari Yogyakarta. Patung itu terletak di Galeri Kebangsaan yang posisinya berada di alur pertama masuk ke museum, disampingnya terdapat dua teks, pertama teks Proklamasi dan yang kedua teks Pancasila.
- Selain itu terdapat patung kayu Jatayu di pintu masuk museum.
- Lambang Negara Indonesia, yang dikenal sebagai Garuda Pancasila.
- Garuda pertama kali diprakarsai oleh Sultan Hamid II dari Kesultanan Pontianak Kalimantan Barat.
- Pada tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantara, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota.
Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara dan terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.
Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya Muhammad Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang. Rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.
Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
- Presiden Sukarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila.
- Pada tanggal 20 Maret 1950 Presiden Sukarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut, setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan jambul pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soukarno.
Atas masukan Presiden Sukarno untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. September 10, 2018 Oktober 9, 2020 Juni 1, 2020 : Garuda Pancasila – Museum Kepresidenan RI Balai Kirti
Siapa Sultan Abdul Hamid II?
Abdul Hamid II | |
---|---|
Khalifah Amir al-Mu’minin Penjaga Dua Kota Suci Kayser-i Rum (Kaisar Romawi) | |
Sultan Utsmaniyah Ke-34 | |
Berkuasa | 31 Agustus 1876 – 27 April 1909 |
Pendahulu | Murad V |
Penerus | Mehmed V |
Wazir Agung | tampil Lihat daftar |
Lahir | 21 September 1842 Kostantiniyye (kini Istanbul ), Kesultanan Utsmaniyah |
Wafat | 10 Februari 1918 (umur 75) Istana Beylerbeyi, Kostantiniyye (kini Istanbul ), Kesultanan Utsmaniyah |
Pemakaman | 1918 Mausoleum Sultan Mahmud II |
Dinasti | Utsmaniyah |
Ayah | Abd-ul-Mejid I |
Ibu | Tirimüjgan Kadınefendi |
Pasangan | Nazikeda Kadınefendi Bedrifelek Kadınefendi Safinaz Nurefzun Kadınefendi Bidar Kadınefendi Dilpesend Kadınefendi |
Anak | tampil Lihat daftar |
Agama | Islam |
Tughra |
Abd-ul-Hamid II ( bahasa Turki Utsmaniyah : عبد الحميد ثانی, `Abdü’l-Ḥamīd-i s ânî ; bahasa Turki : İkinci Abdülhamit ; 21 September 1842 – 10 Februari 1918 ) adalah sultan ke-34 Kesultanan Utsmaniyah dan sultan terakhir yang menerima kekuasaan absolut.
- Selama 34 tahun pemerintahannya, ia mengalami periode disintegrasi Kesultanan Utsmaniyah dan Balkan, pemberontakan di berbagai wilayah Utsmaniyah, dan kegagalan perang melawan Kekaisaran Rusia,
- Dia naik tahta pada tanggal 31 Agustus 1876 dan memerintah negara itu selama 33 tahun sampai ia digulingkan pada tanggal 27 April 1909 melalui kudeta militer, tak lama setelah Revolusi Turki Muda pada tahun sebelumnya.
Sebagai hasil dari perjanjian yang ia buat dengan kaum pro-Konstitusional Genç Osmanlılar (Utsmani Muda), ia mendeklarasikan parlemen konstitusional pertama Utsmaniyah pada tanggal 23 Desember 1876 dan dengan demikian memberikan kesan bahwa negara tersebut akan mendukung proses demokratisasi.
Namun, tak lama setelah itu, ia menangguhkan konstitusi dan menutup parlemen pada tahun 1878, dengan alasan ketidaksetujuannya dengan Parlemen, Setelah menutup majelis, ia memulai kekuasaan absolutnya dengan menggabungkan kekuatannya. Upaya menuju modernisasi Kesultanan Utsmaniyah dilanjutkan oleh Abdulhamid.
Selain reformasi dalam birokrasi, proyek-proyek seperti pembangunan dan pengembangan Jalur Kereta Api Rumelia, Jalur Kereta Api Anatolia, Jalur Kereta Api Baghdad dan Jalur Kereta Api Hejaz, serta pembangunan berbagai jembatan dan kabel telegraf dilaksanakan.
Sistem kereta api dan telegraf ini dikembangkan dengan bantuan perusahaan-perusahaan Jerman, Pada tahun 1898, sekolah hukum modern pertama di Utsmaniyah dibuka. Namun, tekanan kepada pers meningkat. Selama periode reformasi ini, pendidikan dikembangkan secara luas, banyak sekolah kejuruan didirikan, termasuk hukum, seni, perdagangan, teknik sipil, dokter hewan, bea cukai, pertanian dan sekolah bahasa.
Meskipun ia menutup Dârülfünûn pada tahun 1881, ia memutuskan untuk membukanya kembali pada tahun 1900, memperluas jaringan pendidikan sekolah dasar, menengah dan militer di seluruh kekaisaran. Ekonomi yang Kesultanan yang terpuruk pada saat itu memaksanya untuk membentuk Düyûn-u Umûmiye pada masa awal pemerintahan Abdulhamid.
Siapa saja Panitia Lencana negara?
Siapa yang Merumuskan Garuda Pancasila? – Sejarah mencatat bahwa Sultan Hamid II atau yang memiliki nama asli Syarif Abdul Hamid Alkadrie adalah orang yang merancang lambang negara Indonesia. Putra sulung Sultan Pontianak ke-6 ini ditunjuk sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio pada tahun 1949.
- Setahun menjabat, dia ditugaskan oleh Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan lambang negara.
- Pada tanggal 10 Januari 1950 dibentuklah Panitia Lencana Negara sebagai panitia teknis perancang lambang negara.
- Epanitiaan tersebut dikoordinir oleh Sultan Hamid II dan diketuai oleh Moh Yamin.
Ki Hajar Dewantara, M.A.Pellaupessy, Moh. Natsir, dan RM Poerbatjaraka sebagai anggotanya. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan, Dikutip dari buku Spiritualisme Pancasila oleh Fokky Fuad Wasitaatmadja dkk, dilakukan sayembara untuk membuat rancangan lambang negara.
- Emudian, terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yakni karya Sultan Hamid II dan karya Moh Yamin.
- Rancangan tersebut kemudian diusulkan kepada pemerintah.
- Dalam keputusannya, pemerintah memilih karya Sultan Hamid II dan menolak karya Moh Yamin dengan alasan memasukkan unsur sinar matahari, yang memperlihatkan pengaruh Jepang.
Walaupun telah terpilih, rancangan Sultan Hamid II tetap dilakukan penyempurnaan. Sultan Hamid II berdiskusi dengan Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta. Ketiganya sepakat untuk mengganti pita yang dicengkeram Garuda yang semula berwarna merah putih menjadi warna putih dengan tambahan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Rancangan tersebut kembali mendapat masukan dari Partai Masyumi. Pihaknya menyatakan keberatan karena burung Garuda yang dibuat Sultan Hamid II menggunakan tangan dan bahu manusia dengan memegang perisai. Hal tersebut dianggap bersifat mitologis. Sultan Hamid II kemudian melakukan penyempurnaan berdasarkan aspirasi yang berkembang.
Hingga akhirnya tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila atau yang dikenal dengan Garuda Pancasila saja. Rancangan lambang negara Indonesia yang dibuat oleh Sultan Hamid II tersebut kemudian diresmikan dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950.
Garuda Pancasila untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Soekarno kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta, 15 Februari 1950. Nama yang berjasa atas terbentuknya lambang negara sempat dilupakan karena dianggap terlibat dalam kudeta Westerling tahun 1950. Dia divonis bersalah dan dihukum 10 tahun penjara karena dianggap membunuh Menteri Pertahanan RI, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dilansir dari BBC Indonesia.
Simak Video ” Jokowi Pastikan Sukarno Setia dan Tak Khianati Bangsa-Negara ” (kri/lus) : Sosok Perancang Lambang Negara Indonesia yang Namanya Sempat Dilupakan
Tuliskan jumlah bulu yang terdapat pada sayap Garuda Pancasila dan apa artinya?
Makna dan Arti Lambang Garuda Pancasila – Kabupaten Bogor Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yakni Burung Garuda, perisai dan pita putih.1. Burung GarudaBurung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari Mitologi Hindu yang berasal dari India dan berkembang di wilayah Indonesia sejak abad ke-6.
- Burung Garuda itu sendiri melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada burung garuda itu melambangkan kemegahan atau kejayaan.
- Pada burung garuda,* Jumlah masing-masing sayap bulunya berjumlah 17 yang mempunyai makna, tanggal kemerdakaan negara kita yakni tanggal 17.* Bulu ekor memiliki jumlah 8 yang melambangkan bulan kemerdekaan negara kita bulan Agustus yang merupakan bulan ke-8.* Dan bulu-bulu di pangkal ekor atau perisai berjumlah 19 helai dan di lehernya berjumlah 45 helai.Sehingga kesemua jumlah bulu yang ada di setiap bagiannya melambangkan tanggal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945.* Kepala Burung Garuda yang menoleh ke kanan mungkin karena pemikiran orang zaman dahlu yang ingin Indonesia menjadi negara yang benar dan bermaksud agar Indonesia tidak menempuh jalan yang salah.
Dan anggapan bahwa arah ke kanan adalah arah yang baik lah yang membuat kepala Garuda dibuat menghadap ke kanan. Biasanya banyak anggapan yang mengatakan bahwa jalan yang benar itu dilambangkan dengan arah kanan, makanya kepala garuda Indonesia selalu mengarah ke kanan.* Sayap yang membentang adalah siap terbang ke angkasa.Burung Garuda dengan sayap yang mengembang siap terbang ke angkasa, melambangkan dinamika dan semangat untuk menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara 2.
Perisai Perisai yang dikalungkan melambangkan pertahanan Indonesia. Pada perisai itu mengandung lima buah simbol yang masing-masing simbol melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila. ˜ Bagian tengah terdapat simbol bintang bersudut lima yang melambangkan sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa.
Lambang bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya, seperti layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian bagi setiap manusia. Sedangkan latar berwarna hitam melambangkan warna alam atau warna asli, yang menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.
˜ Di bagian kanan bawah terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai berbentuk segi empat dan lingkaran yang saling berkait membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan.
Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai. ˜ Di bagian kanan atas terdapat gambar pohon beringin yang melambangkan sila ketiga, Persatuan Indonesia.
- Pohon beringin digunakan karena pohon beringin merupakan pohon yang besar di mana banyak orang bisa berteduh di bawahnya, seperti halnya semua rakyat Indonesia bisa ” berteduh ” di bawah naungan negara Indonesia.
- Selain itu, pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke mana-mana, namun tetap berasal dari satu pohon yang sama, seperti halnya keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.
˜ Kemudian, di sebelah kiri atas terdapat gambar kepala banteng yang melambangkan sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan. Lambang banteng digunakan karena banteng merupakan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.
- ˜ Dan di sebelah kiri bawah terdapat padi dan kapas yang melambangkan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
- Padi dan kapas digunakan karena merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran yang merupakan tujuan utama bagi sila kelima ini.
* Ditengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu negara tropis yang di lintasi garis khatulistiwa yang membentang dari timur ke barat. * Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaa Indonesia “Merah-Putih”.
Merah berarti berani dan putih berarti suci. Sedangkan bagian tengahnya berwarna dasar hitam berarti warna alam atau warna asli.3. Pita PutihPada bagian bawah Garuda Pancasila, terdapat pita putih yang dicengkeram, yang bertuliskan ” BHINNEKA TUNGGAL IKA ” yang ditulis dengan huruf latin, yang merupakan semboyan negara Indonesia.
Kata “Bhineka” berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, Kata “Tunggal” berarti satu, dan Kata “Ika” berarti itu. Perkataan bhinneka tunggal ika merupakan kata dalam Bahasa Jawa Kuno yang berarti ” berbeda-beda tetapi tetap satu jua “. Perkataan itu diambil dari Kakimpoi Sutasoma karangan Mpu Tantular, seorang pujangga dari Kerajaan Majapahit pada abad ke-14.
Siapakah tokoh nasional yang menyempurnakan burung Garuda tersebut hingga menjadi lambang negara Indonesia sekarang?
Gunawan Kartapranata/Wikimedia Commons Ilustrasi lambang burung Garuda Pancasila Bobo.id – Teman-teman pasti sudah tahu siapa tokoh yang merumuskan Pancasila sebagai dasar negara kita, bukan? Tokoh yang merumuskan Pancasila adalah Mohammad Yamin, Dr.
Soepomo, dan Ir. Soekarno. Nah, selain tokoh yang merumuskan Pancasila, ada tokoh penting lainnya yang perlu teman-teman ketahui, lo. Tokoh penting ini berjasa merancang lambang Garuda Pancasila, teman-teman. Yap, lambang negara kita adalah burung Garuda dan dasar negara kita adalah Pancasila. Nah, lambang burung Garuda digambarkan dengan lambang sila Pancasila di dadanya.
Kita cari tahu serba-serbi seputar lambang negara kita dan siapa tokoh penting di balik lambang Garuda Pancasila ini, yuk! Makna Lambang Garuda Indonesia Garuda merupakan penggambaran sosok hewan yang kuat, teman-teman. Dalam mitologi Hindu, burung Garuda merupakan sosok yang tangguh.
Burung Garuda digambarkan mencengkeram sebuah pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal Ika artinya berbeda-beda tapi tetap satu juga. Ini karena di Indonesia ada banyak sekali ras, agama, dan suku, namun merupakan satu kesatuan, yaitu bangsa Indonesia. Baca Juga: Lambang Negara Indonesia Adalah Burung Garuda, Apakah Burung Garuda Memang Ada? O iya, burung Garuda Pancasila digambarkan menghadap ke kanan.
Ternyata ini juga ada alasannya, lo! Rupanya karena arah kanan merupakan simbol kebajikan, teman-teman. Lambang negara kita menggambarkan bangsa Indonesia yang kuat, beraneka ragam, dan baik hatinya. Warna emas pada lambang burung Garuda juga ada artinya, lo.
Warna tersebut adalah harapan agar bangsa Indonesia selalu berjaya. Lambang Kemerdekaan Indonesia pada Burung Garuda Pancasila Burung Garuda yang menjadi lambang negara kita memiliki jumlah bulu yang melambangkan hari kemerdekaan negara Indonesia. Ayo, siapa yang sudah tahu pembagiannya? Bulu pada sayap burung Garuda berjumlah 17 helai yang melambangkan hari kemerdekaan Indonesia.
Kemudian, di ekor ada 8 helai bulu yang melambangkan bulan kemerdekaan Indonesia. Bulan Agustus adalah bulan ke-8 dalam satu tahun, teman-teman. Untuk melambangkan tahun kemerdekaan, ada 19 helai bulu di pangkal ekor dan 45 helai bulu di leher. Jadilah lambang itu menggambarkan hari kemerdekaan Indonesia yaitu tanggal 17 Agustus 1945.
Baca Juga: Tugas dan Tujuan Pasukan PETA Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia Lambang Sila Pancasila di Dada Burung Garuda Di dada burung garuda, ada lambang-lambang Pancasila, teman-teman.1. Sila pertama: bintang emas dan perisai hitam 2. Sila kedua: rantai emas berbentuk lingkaran dan segi empat 3. Sila ketiga: pohon beringin 4.
Sila keempat: banteng 5. Sila kelima: padi dan kapas Tokoh Perancang Lambang Negara Indonesia Dari semua lambang tersebut, rupanya ada seorang perancang dibaliknya, lo! Tokoh perancang lambang negara Indonesia adalah Bapak Sultan Hamid II, teman-teman. IISG Sultan Hamid II, perancang lambang negara Indonesia Beliau merupakan Menteri Negara, di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Selain dikenal sebagai perancang lambang negara, Sultan Hamid II juga pernah menjadi perwira yang berjuang melawan tentara Jepang di Indonesia.
- Sebelumnya ada beberapa rancangan awal lambang negara Indonesia, tapi rancangan Bapak Sultan Hamid II lah yang terpilih.
- Sejarawan berusaha menemukan sketsa awal rancangan lambang kita.
- Awalnya, desain burung garuda belum memiliki jambul, lo.
- Lambang negara Indonesia pertama ali dipakai pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 11 Februari 1950.
Ingin tahu lebih banyak tentang Pancasila? Yuk, temukan pada artikel terkait yang ada di bawah! Baca Juga: Makna Sila Kelima Pancasila dan Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-hari – Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa dan komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo, Mombi SD, NG Kids dan Album Donal Bebek. Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.