Tentang DPR –
DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. Rancangan undang-undang dari DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh Anggota, komisi, atau gabungan komisi. Rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh Presiden. Rancangan undang-undang dari DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh DPD, dalam hal berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dan disertai dengan naskah akademis, kecuali rancangan undang-undang mengenai:
a. APBN; b. penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang; atau c. pencabutan undang-undang atau pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2) disusun berdasarkan Prolegnas. Dalam keadaan tertentu, hanya DPR dan Presiden yang dapat mengajukan rancangan undang-undang di luar Prolegnas. Rancangan undang-undang yang sudah disetujui bersama antara DPR dan Presiden paling lambat 7 (tujuh) Hari disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Dalam hal rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Untuk proses secara lengkap dapat dilihat di Tata tertib DPR RI BAB VI : Situs Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia – DPR RI
Contents
Lembaga apa yg membentuk rancangan UUD 1945 dan diketuai oleh siapa?
Sejarah – Perumusan UUD 1945 berawal dari dibentuknya Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) pada 29 April 1945. Pada masa itu, Sukarno menyampaikan gagasan dasar pembentukan negara yang disebut Pancasila. Gagasan tersebut disampaikan kepada komite BPUPKI pada sidang pertama, 28 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945.
- Setelah BPUPKI berhasil merumuskan rancangan dasar negara, selanjutnya BPUPKI merumuskan rancangan UUD pada 10-16 Juli 1946.
- Maka dibentuklah panitia 9 perumus atau perancang UUD dalam sidang tersebut pada 22 Juni 1945.
- Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), panitia perancang UUU diketuai oleh Sukarno dan anggotanya berjumlah 38 orang di BPUPKI.
Panitia 9 tersebut merumuskan pembukaan yang disebut Piagam Jakarta yang kemudian direncanakan sebagai pembukaan UUD 1945. Sempat mengalami perdebatan, akhirnya secara resmi menjadi Pembukaan UUD 1945. Baca juga: Makna 5 Lambang Pancasila Pada kesempatan tersebut, dibentuk juga panitia kecil perancang kecil yang diberi tugas untuk merumuskan rancangan UUD dengan segala pasal-pasalnya.
Pernyataan Indonesia Merdeka Pembukaan UUD Batang tubuh UUD
Siapa pembuat atau yang menetapkan UUD 1945?
Sejarah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebagai Konstitusi di Indonesia Oleh Yulianta Saputra, S.H. LATAR BELAKANG Dewasa ini banyak masyarakat Indonesia yang mengabaikan arti pentingnya Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi di Indonesia.
Bahkan bukan hanya mengabaikan, namun banyak juga yang tidak mengetahui hakekat dan makna dari konstitusi tersebut. Terlebih di era globalisasi ini masyarakat dituntut untuk mampu memilah-milah pengaruh positif dan negatif dari globalisasi tersebut. Dengan pendidikan tentang konstitusi diharapkan masyarakat Indonesia mampu mempelajari, memahami dan melaksanakan segala kegiatan kenegaraan berlandasakan konstitusi, hingga tidak kehilangan jati dirinya, apalagi tercabut dari akar budaya bangsa dan keimanannya.
Konstitusi adalah salah satu norma hukum dibawah dasar negara. Dalam arti yang luas: konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti tengah: konstitusi adalah hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Dalam arti sempit: konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar Negara. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Pernyataan-pernyataan tersebutlah yang membuat penulis mengangkat permasalahan ini ke dalam tema makalah.
yang penulis beri judul ‘ Sejarah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi di Indonesia.’
- KILAS BALIK
- Sehari pasca kemerdekaan, yakni pada tanggal 18 Austustus 1945, UUD 1945 berhasil disahkan sebagai konstitusi melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Dokuritsu Junbi Inkai ).
- Sebagai negara yang berdasar atas hukum ( rechtsstaat, etat de droit ), tentu saja eksistensi UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang panjang hingga akhirnya dapat diterima ( acceptable ) sebagai landasan hukum ( juridische gelding ) bagi implementasi ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sejarahnya, UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa jepang dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir.
Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945.
Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka, yang kemudian dikenal dengan nama UUD’1945. Para tokoh perumus itu adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prop.
- Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs.
- Yap Tjwan Bing, Dr.
- Mohammad Amir (Sumatra), Mr.
- Abdul Abbas (Sumatra), Dr.
- Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr.
- Latuharhary, Mr.
- Pudja (Bali), AH.
- Hamidan (Kalimantan), R.P.
- Soeroso, Abdul Wachid hasyim dan Mr.
- Mohammad Hasan (Sumatra).
- Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari.
Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia.
Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi tampak tak bisa lagi ditawar-tawar dan harus segera diformulasikan, sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat, tatkala UUD 1945 berhasil diresmikan menjadi konstitusi oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Dokuritsu Junbi Inkai).
HAKEKAT DAN MAKNA PENGESAHAN UUD 1945 Keputusan rapat paripurna PPKI sejatinya sangat krusial lantaran Konvensi Montevideo (1933) tandas menyebutkan syarat minimal eligibilitas untuk diakuinya sebuah negara disandarkan pada dua unsur. Pertama, unsur deklaratif, yakni adanya pengakuan dari negara lain, dan kedua, unsur konstitutif, sebagai anasir pokok yang meliputi adanya rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
Pada 17 Agustus 1945, menurut fakta ( ipso facto ) kita memang menyatakan merdeka sebagai sebuah negara. Namun terkait pemerintahan yang berdaulat, dan wilayah, secara yuridis ( ipso jure ) sesungguhnya baru sah ‘dimiliki’ dan ‘diakui’ pada 18 Agustus 1945 melalui rapat paripurna PPKI yang menetapkan Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta selaku wakil presiden, juga menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi Republik Indonesia.
Transfigurasi konstitusi dalam hal ini ( casu quo ) dapat dianggap merupakan piagam kelahiran bagi negara baru ( a birth certificate of new state ), sehingga relasi ( betrekking ) konstitusi dengan negaranya amat erat berkelindan, begitu inheren, dan menjadi sesuatu yang mutlak adanya ( conditio sine qua non ).
Tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak memiliki konstitusi. Bayangkan sebuah rumah tanpa fondasi. Berdiri, namun tidaklah kokoh. Begitulah personifikasi fungsi konstitusi, ia menopang dan menjamin tegak kokohnya rumah besar yang bernama negara.
- Emuliaan konstitusi itu pulalah yang menjadikannya sebagai basic law dan the higher law,
- Dalam konstitusi terdapat pula cakupan pandangan hidup ( way of life, weltanschauung ) dan inspirasi bangsa yang memilikinya.
- Dari dalil tersebut konstitusi kemudian dijadikan sebagai sumber hukum ( source of law, rechtsbron ) yang utama, sehingga tidak boleh ada satupun peraturan perundang-undangan ( wettelijk regeling ) yang bertentangan dengannya ( in strijd zijn met de grondwet ).
Kelahiran UUD 1945 pada puluhan tahun silam sesungguhnya merupakan klimaks perjuangan bangsa Indonesia sekaligus sebagai karya agung dari para pendiri bangsa ( the founding fathers and mothers ). Keistimewaan suatu konstitusi terdapat dari sifatnya yang sangat luhur dengan mencakup konsensus-konsensus ( toestemming ) tentang prinsip-prinsip ( principles, beginselen ) esensial dalam bernegara.
- Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau;
- Tingkat-tingakat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
- Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang, maupun untuk masa yang akan datang, dan
Suatu keinginan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin. Materi substansinya antara lain adalah berupa pembagian dan pembatasan dari pada tugas ketatanegaraan secara prinsipiil, susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental, termasuk juga jaminan terhadap hak asasi manusia ( human rights, mensenrechten ) serta hak warga negara.
- Ekspektasinya dimaksudkan agar Indonesia kelak menjadi negara yang damai, adil, dan makmur sejalan dengan tujuan negara sebagaimana telah termaktub di dalam mukadimah atau pembukaan ( preambule ) UUD 1945.
- PROSES PERGANTIAN DAN PERUBAHAN
- Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian baik nama, subtansi materi yang dikandungnya maupun masa berlakunya, beserta perubahan-perubahannya yakni dengan rincian sebagai berikut :
- Undang-undang dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949);
- Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950);
- Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950-5Juli 1959);
- Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999);
- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000);
- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 Nopember 2001);
- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, dan III (9 Nopember 2001 – 10 Agustus 2002);
- Undang_undang Dasar 1945 dan perubahan I,II, III dan IV (10 Agustus 2002).
PERANTI BERNEGARA YANG HARUS DIKAWAL Eksplanasi tersebut menerangkan bahwa pembentukan konstitusi sangatlah penuh dengan perjuangan. Perjalanan pencarian jati diri bangsa Indonesia berupa sejarah perubahan-perubahan konstitusi juga cukup melelahkan. Konstitusi memang merupakan tonggak atau awal terbentuknya suatu negara dan menjadi dasar utama bagi penyelenggara negara.
Oleh sebab itu, konstitusi menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan negara menuju tujuannya. Dengan demikian, Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga negara.
Dengan kata lain, negara yang memilih demokrasi sebagai sistem ketatanegaraannya, maka konstitusi merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di negara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula. Kekuasaan yang demokratis dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi perlu dikawal oleh masyarakat sebagai pemegang kedaulatan.
- Konstitusi sebagai aturan pokok bernegara ( staatsgrundgesetz ) niscaya haruslah mendapat pengawalan agar tidak dijadikan sebagai wahana bagi para pihak yang ingin berkuasa.
- Daftar Pustaka
- Buku
- Beni Ahmad Saebani & Ai Waty, 2016, Perbandingan Hukum Tata Negara, Pustaka Setia, Yogyakarta.
- Dahlan Thaib, Jazim Hamidi & Ni’matul Huda, 2013, Teori dan Hukum Konstitus i, Rajawali Pers, Jakarta.
- Joeniarto, 2001, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.
- Septi Nur Wijayanti & Iwan Satriawan, 2009, Hukum Tata Negara dalam Teori & Prakteknya di Indonesia, Laboratorium Hukum UMY, Yogyakrta.
- Soetomo, 1993, Ilmu Negara, Usaha Nasional, Surabaya.
- Sri Soemantri, 2014, Hukum Tata Negara Pemikiran dan Pandangan, Remaja Rosdakarya.
- _ Konstitusi Indonesia: Prosedur dan Sistem Perubahan Sebelum dan Sesudah UUD 1945 Perubahan, Bandung, Remaja Rosdakarya.
- Surat Kabar
- Hendra Kurniawan, Konstitusi bagi Hidup Bernegara, Kedaulatan Rakyat, 18 Agustus 2014.
: Sejarah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebagai Konstitusi di Indonesia
Siapa yang membuat rancangan UUD 1945 brainly?
siapakah yang merancang UUD 1945? Ir. Soekarno, drs.mohammad hatta,h. Agus salim, k.h.waid hasyim,ki bagus hadikusumo,prof,mr.soepomo,k.h.kahar muzakir,prof.mr mohammad yamin,mr.achmad subardjo Mf klo slh
Yang bilang “salah itu kak” banyakin belajar dulu,sudah bagus dijawabin,orang itu bener aja jawabannya. Emang jawaban yang bener nya apa???? Makasih ka jawabannya benar
Sejarah Perumusan UUD 1945Setelah BPUPKI berhasil merumuskan rancangan dasar negara, berikutnya BPUPKI merumuskan rancangan Undang-Undang Dasar negara Indonesia pada tanggal 10 Juli – 16 Juli 1945. Dibentuklah beberapa panitia perumus/perancang UUD dalam sidang tersebut.Suasana sidang BPUPKIPanitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Ir.
Soekarno. Panitia ini menyetujui Piagam Jakarta dijadikan sebagai inti Pembukaan UUD. Selain itu juga dibentuk panitia kecil Perancang UUD yang diberi tugas untuk merumuskan rancangan UUD dengan segala pasal-pasalnya yang diketuai oleh Soepomo. Sebelum membahas rancangan UUD, mereka membahas bentuk negara yang disepakati secara mayoritas memilih negara kesatuan yang berbentuk republik.Pembahasan berikutnya adalah UUD dan Pembukaannya.
Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD. Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan dari Panitia Perancang UUD. Ada tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir.
Soekarno selaku ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut :1. Pernyataan Indonesia Merdeka2. Pembukaan UUD (diambil dari naskah Piagam Jakarta)3. Batang Tubuh UUDSidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut.Ir. Soekarno sedang menyampaikan laporan dalam sidang BPUPKI II Tugas BPUPKI dinyatakan sudah selesai, selanjutnya dibentuk lagi Dokuritsu Junbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 7 Agustus 1945.
Tugas PPKI ini adalah melanjutkan tugas BPUPKI dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi pendirian negara dan pemerintahan RI. Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan wakil ketua Drs. Mohammad Hatta sebagai penasihatnya adalah Mr. Ahmad Soebardjo.
Panjang banget langsung jawabanya aja panitia apa kak panitia aj kak gda lanjutanya saya rasa ada lanjutanya
: siapakah yang merancang UUD 1945?
Apa tugas dari DPR?
Tentang DPR – Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:
Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah) Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD Menetapkan UU bersama dengan Presiden Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU
Terkait dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang:
Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden) Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara
Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang:
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama)
Tugas dan wewenang DPR lainnya, antara lain:
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden
: Situs Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia – DPR RI
Apa saja fungsi dari DPR?
Detail Rancangan Undang-Undang (Rencana Penyusunan RUU) RUU tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD & DPRD Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) mengamanatkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan maka perlu mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah. Amandemen terhadap UUD NRI 1945 telah mengakibatkan banyak perubahan pada desain sistem ketatanegaran Indonesia, termasuk pengaturan mengenai lembaga permusyawaratan/perwakilan tersebut.
UUD NRI 1945 hasil amandemen telah merubah kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang semula merupakan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berdasarkan UUD NRI 1945 memiliki peran besar dengan tiga fungsi utama.
- Fungsi tersebut adalah sebagai lembaga pembentuk undang-undang, pelaksana pengawasan terhadap pemerintah dan fungsi anggaran.
- Selain itu, amandemen UUD NRI 1945 juga mengamanatkan kehadiran lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diatur dalam Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945.
Meskipun kedudukan MPR saat ini merupakan lembaga negara, namun tidak dapat dikesampingkan kewenangan MPR untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden serta memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden untuk keadaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam UUD NRI 1945.
Hal ini berimplikasi perlu ditegaskannya kedudukan MPR dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sehubungan dengan hal itu, untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945, perlu menata Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Penataan dimaksud bisa menyangkut kelembagaannya dan bisa juga menyangkut mekanisme pelaksanaan fungsi dan kewenangannya. Dengan demikian, MPR sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945 akan dapat menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya secara efisien, efektif, transparan, optimal, dan aspiratif.
Adapun terkait dengan kelembagaan DPR, dalam menjalankan tugasnya DPR mempunyai tiga fungsi sesuai dengan Pasal 20A ayat 1 UUD NRI 1945, yaitu: 1. fungsi legislasi, yaitu DPR mempunyai wewenang untuk membuat Undang-Undang bersama-sama dengan Presiden. Usulan Rancangan Undang-Undang dapat diajukan oleh Presiden, dapat pula berdasarkan hak inisiatif DPR; 2.
fungsi anggaran, yaitu kewenangan DPR untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diajukan oleh pemerintah (Presiden); dan 3. fungsi pengawasan, yaitu DPR mempunyai fungsi untuk menjalankan pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan pemerintahan.
Pengawasan DPR terhadap pemerintah dapat berupa pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, APBN, dan kebijakan pemerintah lainnya berdasarkan UUD NRI 1945. Saat ini DPR dituntut untuk mampu bertransformasi menjadi parlemen modern. Membangun DPR RI sebagai parlemen modern pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik dan legitimasi DPR.
Dalam konsep parlemen modern, DPR memang harus dapat memastikan informasi parlemen dapat disebarkan secara proaktif serta memungkinkannya dibangun sebuah mekanisme yang meningkatkan partisipasi publik, baik dalam pengawasan maupun dalam peningkatan partisipasi publik pada kerja parlemen.
DPR juga harus membangun mekanisme transparansi dan partisipasi publik yang mumpuni sehingga dapat diakses secara mudah dan merata oleh seluruh rakyat Indonesia. Melalui konsep parlemen modern, DPR menjadi parlemen yang bukan lagi lembaga negara yang statis. Parlemen berubah mengikuti perubahan yang terjadi “di dalam dan di luar” parlemen.
Untuk membangun DPR sebagai parlemen modern maka DPR perlu untuk terus-menerus memberikan informasi yang langsung, akurat dan terpercaya. DPR juga perlu untuk membuka ruang untuk partisipasi publik baik secara langsung maupun virtual sehingga diharapkan dapat meningkatkan dukungan terhadap kerja-kerja yang berkaitan dengan tugas dan fungsi para anggota legislatif di lembaga DPR.
- Dalam upaya untuk membangun kelembagaan DPR, saat ini DPR masih dihadapkan dengan beberapa permasalahan di antaranya: 1.
- Mekanisme dan tata cara pemilihan Pimpinan DPR; 2.
- Kedudukan Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) sebagai Alat Kelengkapan DPR (AKD), keanggotaan MKD, dan tata cara persidangan MKD sebagai pengadilan etik; 3.
penyederhanaan fraksi-fraksi di DPR; 4. masih belum jelasnya pengaturan mengenai objek hak angket DPR dan pemanggilan paksa non-pro justitia; 5. syarat dan pembatasan terhadap proses pemberhentian antar waktu Anggota DPR; 6. pelaksanaan hak-hak Anggota DPR, khususnya hak imunitas dan hak pengawasan; dan 7.
Pengelolaan anggaran DPR secara khusus dan akses terhadap data APBN. Adapun mengenai kelembagaan DPD, pembentukan DPD merupakan upaya konstitusional yang bertujuan agar dapat lebih mengakomodasi suara daerah dengan memberi saluran, sekaligus peran kepada daerah-daerah. Saluran dan peran tersebut dilakukan dengan memberikan tempat bagi daerah untuk menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan tingkat nasional untuk memperjuangkan dan menyuarakan kepentingan-kepentingan daerahnya.
Dengan terbentuknya DPD, diharapkan kepentingan-kepentingan daerah dapat terakomodasi. Namun, dalam upaya mencapai tujuan tersebut DPD masih menghadapi kendala-kendala yang perlu disempurnakan dalam perubahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, dan DPD. Kendala tersebut di antaranya: 1.
- Masih belum optimalnya fungsi legislasi DPD sebagaimana amanat Pasal 22D UUD NRI 1945 dan ketentuan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 dan Putusan Nomor 79/PUU-XII/2014; 2.
- Pengaturan terkait tugas DPD melakukan pemantauan dan evaluasi atas Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah; 3.
keikutsertaan Anggota DPD yang menjadi anggota partai politik; 4. mekanisme pemilihan dan masa jabatan Pimpinan DPD; 5. rangkap jabatan pimpinan di lembaga perwakilan; dan 6. pengaturan terkait dengan hak Anggota DPD. Untuk mewujudkan lembaga perwakilan daerah sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945 maka dianggap perlu untuk menata Dewan Perwakilan Daerah.
Penataan dimaksud bisa menyangkut kelembagaannya (misalnya alat kelengkapan) dan bisa juga menyangkut mekanisme pelaksanaan fungsi dan kewenangannya. Dengan demikian, DPD sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945 akan dapat menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya secara efisien, efektif, transparan, optimal, dan aspiratif.
Sehubungan dengan hal tersebut, DPR RI berencana melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3), dengan menugaskan Badan Keahlian DPR RI untuk menyusun konsep Naskah Akademik (NA) dan Rancangan Undang-Undang (RUU).
- Egiatan penyusunan konsep NA dan draf RUU tersebut memerlukan data dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait agar konsep NA dan draf RUU yang disusun lebih komprehensif.
- Oleh karena itu, tim asistensi penyusunan konsep NA dan RUU tentang Perubahan UU MD3, sesuai tugas dari Badan Keahlian DPR RI berencana melaksanakan pengumpulan data dan informasi untuk menggali poin-poin substansi dalam rangka penyusunan konsep NA dan RUU tentang Perubahan UU MD3.
©2017 – Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Lantai 7, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp.021-5715468 / 5715455 – Fax.021-5715706 : Detail Rancangan Undang-Undang (Rencana Penyusunan RUU)
Dimana perumusan dan pengesahan UUD 1945?
Ilustrasi sejarah perumusan UUD 1945, sumber gambar: https://www.unsplash.com/ Mengutip Buku Pintar Pelajaran SD/MI 5 in 1 oleh Tim Guru Indonesia (2010), Undang-Undang Dasar 1945 adalah hukum dasar konstitusional yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia (NKRI).
- Sejarah perumusan UUD 1945 diawali dari kekalahan Jepang oleh sekutu pada peristiwa Perang Dunia II.
- UUD 1945 dirumuskan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang didirikan pada tanggal 29 April 1945.
- Saat itu, Sukarno menyampaikan gagasan tentang dasar negara yang disebut dengan Pancasila.
Gagasan tersebut diutarakan pada komite BPUPKI di hari sidang pertama, yakni 28 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945.
Dimana UUD 1945 disahkan?
Isi UUD 1945, Konstitusi di Indonesia yang Disahkan PPKI 18 Agustus 1945 Jakarta – Undang-undang Dasar 1945 atau adalah konstitusi di Indonesia. Konstitusi adalah salah satu norma hukum di bawah dasar negara. Dalam arti yang luas, konstitusi adalah hukum tata negara atau keseluruhan aturan dan ketentuan hukum yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara.
- UUD 1945 sebagai konstitusi dalam arti yang lebih sempit bermakna sebagai hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
- Dalam arti sempit, konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan yang bersifat pokok, seperti dikutip dari laman Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).
Konstitusi atau hukum tata negara bersumber dari dasar negara, yaitu isi UUD 1945. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar negara. UUD 1945 berhasil disahkan sebagai konstitusi melalui Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai) sehari pasca kemerdekaan, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945.
- Isi UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai).
- BPUPKI diketuai Ir.
- Soekarno dan Drs.
- Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil.
BPUPKI ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945. BPUPKI membuat tim khusus yang bertugas menyusun isi UUD 1945 sebagai konstitusi bagi Indonesia merdeka. Para tokoh perumus isi UUD 1945 adalah antara lain Dr.
- Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr.
- Soepomo, Abdul Kadir, Drs.
- Yap Tjwan Bing, Dr.
- Mohammad Amir (Sumatra), Mr.
- Abdul Abbas (Sumatra), Dr.
- Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr.
Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan Mr. Mohammad Hasan (Sumatra). UUD 1945 bermula dari ingkarnya janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda sebagai bangsa Asia Timur Raya.
Siapa penyusun konstitusi negara?
Penyusunan konstitusi Indonesia dilakukan pertama kali pada. Tanggal 10-16 Juli SEJARAH PERUMUSAN KONSTITUSI NEGARA INDONESIA Sejarah Perumusan Konstitusi Negara Indonesia memiliki cerita yang sangat panjang dan berliku, meskipun akhirnya juga terwujud sebuah konstitusi yang diberi nama Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan diawali pembentukan sebuah badan bernama BPUPKI,
Usul-usul yang di kemukakan adalah sebagai berikut.A. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)Mengusulkan dasar negara dalam pidatonya yang tidak tertulis tanggal 29 Mei 1945 pada sidang BPUPKI, yaitu peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Setelah berpidato, beliau menyampaikan usul tertulis naskah rancangan UUD Republik Indonesia. Di dalam pembukaan itu tercantum rumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.1. Ketuhanan Yang Maha Esa.2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradap.4.
Erakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. b B. Prof. Dr. Supomo (31 Mei 1945)  Prof. Dr. Supomo mengusulkan lima asas sebagai dasar negara, Yaitu persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, serta keadilan rakyat.C.
Ir. Soekarno (1 Juni 1945)  Pada tanggal 1 Juni 1945 mengemukakan usulnya dalam sidang BPUPKI mengenai dasar negara Indonesia merdeka, Yaitu kebangsaan Indonesia; internasionalisme dan perikemanusiaan; mufakat atau demokrasi; kesejahteraan sosial; Ketuhan yang berkebudayaan.
- BPUPKI pada sidang pertama ini belum mencapai kata sepakat tentang dasar negara Indonesia merdeka maka akhirnya dibentuk Panitia Kecil.
- Panitia Kecil ini mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh nasional yang juga tokoh-tokoh Badan Penyelidik, pertemuan ini berlangsung sampai tanggal 22 Juni 1945.
- Panitia Kecil kemudiaan membentuk panitia Sembilan (karena anggotanya 9 orang) yang berhasil menyusun suatu piagam, yaitu Piagam Jakarta (Jakarta Charter), di mana tercantum rumusan dasar negara sebagai berikut.1.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.2. Kemanusiaan yang adil dan beradap.3. Persatuan Indonesia.4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Pada saat menyusun UUD dalam Sidang Kedua BPUPKI ( tanggal 10-16 Juli 1945), Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preamble). Kemudian, pada pengesahan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah kalimat pada butir pertama dalam piagam Jakarta tentang dasar negara diganti menjadi “Ketuhan Yang Maha Esa.”,
perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. Moh. Hatta atas A.A Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo. Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir.
Sukarno, Mohammad Hatta, A.A Maramis, Abikoesno Tjolrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A Salim, achmad Subarjo, Wachid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Sehari setelah proklamasi Kemerdekaan, dilakukan Sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945. Sidang PPKI menetapkan hal-hal penting bagi penyelengaraan kehidupan bernegara Indonesia.
Hal-hal penting tersebut adalah menetapkan undang-undang dasar negara, memilih presiden dan wakil presiden, serta membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu presiden dalam menjalankan kekuasaan. Selanjutnya, di kemudian hari komite ini berubah fungsi sebagai badan legislatif.
- Naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), kemudian di kukuhkan oleh komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945.
- Dengan diteteapkan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia padatanggal 18 Agustus 1945 maka mulailah negara indonesia menjalankan sistem pemerintahannya berdasar undang-undang dasar tersebut.
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang kemudian dikenal dengan nama UUD 1945. : Penyusunan konstitusi Indonesia dilakukan pertama kali pada. Tanggal 10-16 Juli
Siapa yang mengusulkan rancangan UUD dan sebutkan brainly?
Siapa Saja Tokoh yang Mengusulkan Rumusan Dasar Negara? Ini Penjelasannya Jakarta – Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI mengadakan sidang pertama untuk membahas tentang rumusan dasar negara Indonesia Merdeka. Sidang BPUPKI pertama berlangsung tanggal 29 Mei-1 Juni 1945.
- Siapa saja tokoh yang mengusulkan Ada tiga tokoh yang mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia merdeka pada saat sidang BPUPKI pertama, seperti dikutip dari Buku Siswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) SMP/MTs Kelas 7 oleh Sri Nurhayati, S.Pd., dan Iwan Muharji, S.Pd., M.Pd.
- Tiga tokoh yang memberi usulan rumusan dasar negara itu adalah Muhammad Yamin, Mr.
Soepomo, dan Ir. Soekarno. Ketiganya adalah tokoh yang mengusulkan rumusan dasar negara secara lisan maupun tulisan. pertama yaitu Muhammad Yamin yang dikenal juga dengan penulisan Moh Yamin. Muhammad Yamin mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia pada sidang hari pertama BPUPKI tanggal 29 Mei 1945.
- 1. Peri Kebangsaan
- 2. Peri Kemanusiaan
- 3. Peri Ketuhanan
- 4. Peri Kerakyatan
- 5. Kesejahteraan Rakyat
Rumusan dasar negara tersebut lalu disampaikan Muhammad Yamin secara tertulis kepada ketua sidang BPUPKI. Usulan tertulis rumusan dasar negara Muhammad Yamin berbeda dengan yang ia sampaikan secara lisan.
MPR singkatan dari apa?
UU 16/1969, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
- UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
- NOMOR 16 TAHUN 1969
- TENTANG
- SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
- PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
- Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan seperti tercantum dalam Pancasila dan Undang‑undang Dasar 1945;
- b. bahwa untuk melaksanakan kedaulatan rakyat itu diperlukan lembaga‑lembaga permusyawaratan/perwakilan rakyat yang dibentuk dengan Pemilihan Umum;
c. bahwa berhubung dengan itu dan untuk melaksanakan ketentuan‑ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 19 ayat (1) Undang‑undang Dasar dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XI/MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum jo No. XLII/MPRS/ 1968 tentang perobahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia.
- No. XI/MPRS/ 1966 tentang Pemilihan Umum, perlu segera dibentuk Undang‑undang mengenai lembaga‑lembaga tersebut.
- Mengingat : 1.
- Pasal 1, pasal 2 ayat (1), pasal 5 ayat (1), pasal 19 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) Undang‑undang Dasar 1945; 2.
- Etetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara: a. No.
- X/MPRS/1966; b.
No b. No. XI/MPRS/1966; c. No. XIX/MPRS/1966; d. No. XXII/MPRS/1966; e. No. XLII/MPRS/1968; 3. Undang‑undang No.15 tahun 1969 tentang Pemilihan Anggota anggota Badan Permusyawaratan Perwakilan Rakyat.
- Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
- MEMUTUSKAN:
- Menetapkan : UNDANG‑UNDANG TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.
- BAB I.
- MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT.
1. Susunan. Pasal 1. (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya disebut dengan singkatan M.P.R., terdiri atas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan Utusan‑utusan dari Daerah, Golongan Politik dan Golongan Karya. (2) Jumlah anggota M.P.R. adalah dua kali lipat jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Anggota tambahan M.P.R. terdiri dari: a. Utusan Daerah seperti tersebut dalam pasal 8; b. Utusan,b. Utusan Golongan Politik dan Golonngan Karya ditetapkan berdasarkan imbangan hasil pemilihan umum; organisasi Golongan Politik/Karya yang ikut pemilihan umum, tetapi tidak mendapat wakil di D.P.R. dijamin satu utusan di M.P.R yang jumlah keseluruhannya tidak melebihi sepuluh orang utusan; c.
Utusan Golongan Karya Angkatan Bersenjata dan Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata yang ditetapkan berdasarkan pengangkatan. (4) Jumlah anggota M.P.R. yang diangkat ditetapkan sebanyak sepertiga dari seluruh anggota M.P.R. dan terdiri: a. Anggota D.P.R.
- Yang diangkat seperti tersebut dalam pasal 10 ayat (4); b.
- Anggota tambahan M.P.R.
- Dari golongan Karya Angkatan Bersenjata seperti tersebut dalam ayat (3) huruf c yang pengangkatannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata.c.
- Anggota tambahan M.P.R.
dari Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata seperti dalam ayat (3) huruf c diangkat oleh Presiden baik atas usul organisasi yang bersangkutan maupun atas prakarsa Presiden. (5) Jumlah Utusan Golongan Karya A.B.R.I. dan Golongan Karya bukan A.B.R.I. yang dimaksud dalam ayat (4) b dan c ditetapkan oleh Presiden.2.
- a. Warga Negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 tahun serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- b. Dapat berbahasa Indonesia dan cakap menulis dan membaca huruf latin;
- c. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, kepada Undang‑undang Dasar 1945 dan kepada Revolusi Kemerdekaan bangsa Indonesia untuk mengemban Amanat Penderitaan Rakyat;
d. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Parti Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam “Gerakan Kontra Revolusi G.30.S./P.K.I” atau organisasi terlarang lainnya; e. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan Pengadilan yang tidak dapat diubah lagi; f.
- Tidak sedang menjalani pidana penjara atau kurangan berdasarkan keputusan Pengadilan yang tidak dapat diubah lagi karena tindak pidana yang dikenakan ancaman hukuman sekurang‑kurangnnya 5 tahun; g.
- Nyata‑nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya.
- 2) Anggota M.P.R.
- Harus bertempat tinggal didalam wilayah Republik Indonesia.
(3) Keanggotaan M.P.R. diresmikan dengan Keputusan Presiden. Pasal 3. Masa jabatan keanggotaan M.P.R. adalah lima tahun, mereka berhenti bersama‑sama setelah masa keanggotannya berakhir. Pasal 4. (1) Anggota M.P.R. berhenti antar waktu sebagai anggota karena : a.
- c. bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia;
- d. berhenti sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
- e. tidak memenuhi lagi syarat‑syarat tersebut dalam pasal 2 ayat (1) berdasarkan keterangan yang berwajib;
f. dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota M.P.R dengan keputusan M.P.R.; g. diganti menurut pasal 43; h. terkena larangan perangkapan jabatan menurut Bab.V. (2) Anggota‑anggota yang berhenti antar waktu menurut ayat (1) tempatnya diisi oleh: a.
- (3) Anggota yang menggantikan antar waktu anggota lama, berhenti sebagai anggota pada saat anggota yang digantikannya‑ itu seharusnya meletakkan jabatannya.
- (4) Pemberhentian anggota karena tidak memenuhi lagi syarat pasal 2 ayat (1) huruf c, d, f dan karena alasan tersebut dalam pasal 4 ayat (1) huruf f adalah pemberhentian tidak dengan hormat.
- Pasal 5.
Pemberhentian anggota M.P.R. diresmikan dengan Keputusan Presiden. Pasal 6. (1) Sebelum memangku jabatannya, anggota M.P.R. bersama‑sama diambil sumpah/janjinya menurut agamanya masing‑masing oleh Ketua Mahkamah Agung dalam rapat paripurna terbuka M.P.R.
- Pasal 7.
- Bunyi sumpah/janji dimaksud dalam pasal 6 adalah sebagai berikut:
- “Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh‑sungguh) bahwa saya untuk menjadi anggota (Ketua/Wakil Ketua) Majelis Permusyawaratan Rakyat langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
- Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali‑kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara. Undang‑undang Dasar 1945, dan segala Undang‑undang serta. peraturan‑peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia dan bahwa saya akan setia pada Nusa, Bangsa dan Negara Republik Indonesia”.3.
- a. Daerah Tingkat I yang berpenduduk kurang dari satu juta orang mendapat empat orang utusan;
- b. Daerah Tingkat I yang berpenduduk satu juta sampai lima juta orang mendapat lima orang utusan;
- c. Daerah Tingkat I yang berpenduduk lima juta sampai sepuluh juta orang, mendapat enam orang utusan; 721
d. Daerah Tingkat I yang berpenduduk sepuluh juta ke atas mendapat tujuh orang utusan.
- (2) Utusan Daerah termasuk Gubernur/Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I.
- (3) Pelaksanaan ketentuan tersebut dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- (4) Perhitungan jumlah Utusan Daerah dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat seperti termaktub dalam ayat (1), ditetapkan berdasarkan sensus terakhir dengan memperhatikan perkembangan pada dilangsungkannya pemilihan umum.
4. Pimpinan M.P.R. Pasal 9. (1) Pimpinan M.P.R. terdiri atas seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua yang dipilih oleh dan diantara anggota M.P.R. (2) Cara pemilihan anggota Pimpinan M.P.R. diatur dalam Peraturan Tata‑Tertib M.P.R yang dibuat oleh M.P.R sendiri.
- 3) Selama Pimpinan M.P.R.
- Belum ditetapkan, musyawarah‑musyawarahnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dan dibantu oleh anggota yang termuda usianya.
- BAB II, BAB II.
- DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.5. Susunan. Pasal 10.
- 1) Dewan Perwakilan Rakyat selanjutnya disebut dengan singkatan D.P.R.
terdiri dari anggota‑anggota: a. Golongan Politik; b. Golongan Karya. (2) Pengisian keanggotaan D.P.R. dilakukan dengan cara pemilihan umum dan pengangkatan. (3) Jumlah anggota D.P.R. ditetapkan sebanyak 460 (empat ratus enam puluh) orang, terdiri atas 360 (tiga ratus enam puluh) orang dipilih dalam pemilihan umum dan 100 (seratus) orang diangkat.
4) Anggota D.P.R. yang diangkat dalam jumlah seperti tersebut dalam ayat (3), terdiri dari: a. Golongan Karya Angkatan Bersenjata yang pengangkatannya ditetapkan atas usul Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata dan diresmikan dengan Keputusan Presiden.b. Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata diangkat oleh Presiden baik atas usul organisasi yang bersangkutan maupun atas prakarsa Presiden.
(5) Jumlah anggota Golongan Karya A.B.R.I. dan Golongan Karya bukan A.B.R.1 yang dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan oleh Presiden.6. Keanggotaan,6. Keanggotaan. Pasal 11, (1) Untuk dapat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat harus dipenuhi syarat tersebut dalam pasal 2 ayat (1).
- 2) Anggota D.P.R.
- Harus bertempat tinggal di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
- 3) Keanggotaan D.P.R.
- Diresmikan dengan Keputusan P Presiden. Pasal 12.
- Masa keanggotaan D.P.R.
- Adalah lima tahun, mereka berhenti bersama‑sama setelah masa keanggotaannya berakhir. Pasal 13.
- 1) Seorang Anggota D.P.R.
- Berhenti antar waktu sebagai anggota karena sebab seperti yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) dan tempatnya diisi menurut cara yang diatur dalam pasal 4 ayat (2).
(2) Anggota yang menggantikan antar waktu anggota lama, berhenti sebagai anggota pada saat anggota yang digantikannya itu seharusnya meletakkan jabatan. (3) Ketentuan yang disebut dalam pasal 4 ayat (4) dan pasal 5 berlaku juga bagi Anggota D.P.R. (4) Pemberhentian Anggota D.P.R diresmikan dengan Keputusan Presiden.
- Pasal 15.
- Bunyi sumpah/janji dimaksud dalam pasal 14 adalah sebagai berikut:
- “Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh‑sungguh) bahwa saya untuk menjadi anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
- Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabtan ini, tiada sekali‑kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
- Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya senantiasa menjungjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara. Undang‑undang Dasar 1945 dan segala Undang‑undang serta peraturan‑peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia; bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia dan bahwa saya akan setia kepada Nusa, Bangsa dan Negara Republik Indonesia”
7.Pimpinan D.P.R. Pasal 16. (1) Pimpinan D.P.R. terdiri atas seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang dipilih oleh dan diantara anggota D.P.R. (2) Cara, (2) Cara pemilihan Pimpinan D.P.R. diatur dalam Peraturan Tata‑Tertib Dewan Perwakilan Rakyat yang dibuat oleh D.P.R.
Sendiri. (3) Selama Pimpinan D.P.R. belum ditetapkan, musyawarah‑ musyawarahnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dan dibantu oleh anggota yang termuda usianya. BAB III. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TINGKAT I.8.Susunan. Pasal 17. (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I, selanjutnya disebut singkatan D.P.R.D.
I, terdiri atas anggota : a. Golongan Politik; b. Golongan Karya. (2) Pengisian keanggotaan D.P.R.D. I dilakukan dengan cara pemilihan umum dan pengangkatan. (3) Jumlah anggota D.P.R.D. I, ditetapkan sekurang‑kurangnya 40 (empat puluh) dan sebanyak‑banyaknya 75 (tujuh puluh lima) orang anggota.
4) Jumlah anggota D.P.R.D I yang diangkat ditetapkan sebanyak seperlima dari seluruh anggota D.P.R.D. I dan terdiri dari: a. Golongan Karya Angkatan Bersenjata yang pengakatannya ditetapkan atas usul Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata dan diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.b.
Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, baik atas usul organisasi yang bersangkutan maupun atas prakarsa Menteri Dalam Negeri. (5) Jumlah, (5) Jumlah anggota Golongan Karya A.B.R.1 dan Golongan Karya bukan A.B.R.1 yang dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.
6) Anggota D.P.R.D. I mewakili Rakyat didalam wilayah tingkat I yang bersangkutan.9. Keanggotaan. Pasal 18. (1) Untuk dapat menjadi anggota D.P.R.D I harus dipenuhi syarat‑syarat tersebut dalam pasal 2 ayat (1). (2) Anggota D.P.R.D I harus bertempat tinggal didalam wilayah Daerah tingkat I yang bersangkutan.
(3) Keanggotaan D.P.R.D. I diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Pasal 19. Masa‑keanggotaan D.P.R.D. I adalah lima tahun, mereka berhenti bersama‑sama setelah masa keanggotaannya berakhir. Pasal 20. (1) Seorang anggota D.P.R.D.
I berhenti antar waktu sebagai anggota karena sebab‑sebab seperti ditentukan dalam pasal 4 ayat (1) dan tempatnya diisi menurut cara yang diatur dalam pasal 4 ayat (2). (2) Anggota yang menggantikan antar waktu anggota lama, berhenti sebagai anggota pada saat anggota yang digantikan itu seharusnya meletakkan jabatannya.
(3) Ketentuan tersebut dalam pasal 4 saat (4) berlaku juga bagi anggota D.P.R.D I.(4) Pemberhentian anggota D.P.R.D. I diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Pasal 21, Pasal 21. (1) Sebelum memangku jabatannya, anggota D.P.R.D.
- Pasal 22.
- Bunyi sumpah/janji dimaksud dalam pasal 21 adalah sebagai berikut:
- “Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh‑sunguh) bahwa saya, untuk menjadi anggota (Ketua/Wakil Ketua)a Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tiada memberikan atau menjanjikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
- Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali‑kali akan menerima langsung atau tak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
- Saya bersumpah atau berjanji bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat; bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, Undang‑undang Dasar 1945, dan segala Undang‑undang serta Peraturan‑peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia; bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia dan bahwa saya akan setia kepada Nusa dan Bangsa dan Negara Republik Indonesia”.
10. Pimpinan,10. Pimpinan D.P.R.D. I Pasal 23. (1) Pimpinan D.P.R.D I terdiri atas seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua yang dipilih oleh dan diantara anggota‑anggota D.P.R.D.I. (2) Cara pemilihan anggota Pimpinan D.P.R.D I diatur dalam Peraturan Tata‑Tertib yang dibuat oleh D.P.R.D.
- I sendiri.
- 3) Selama Pimpinan D.P.R.D.
- I belum ditetapkan musyawarah‑musyawarahnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dan dibantu oleh anggota yang termuda usianya. BAB IV.
- DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TINGKAT II.11. Susunan. Pasal 24.
- 1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II, selanjutnya disebut dengan singkatan D.P.R.D.II, terdiri dari anggota‑anggota: a.
Golongan Politik; b. Golongan Karya. (2) Pengisian keanggotaan D.P.R.D. II dilakukan dengan cara pemilihan umum dan pengakatan. (3) Jumlah anggota D.P.R.D. II ditetapkan sekurang‑kurangnya 20 (dua puluh) orang dan sebanyak‑banyaknya 40 (empat puluh) orang.
- 4) Jumlah anggota D.P.R.D.
- II yang diangkat ditetapkan sebanyak seperlima dari seluruh anggota D.P.R.D II yang diangkat ditetapkan sebanyak seperlima dari seluruh anggota D.P.R.D II dan terdiri dari: a.
- Golongan,a.
- Golongan Karya Angkatan Bersenjata yang pengangkatannya ditetapkan atas usul Menteri Pertahanan dan Keamanan/ Panglima Angktan Bersenjata dan diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.b.
Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden baik atas usul organisasi yang bersangkutan maupun atas prakarsa Menteri Dalam Negeri. (5) Jumlah anggota Golongan Karya ABRI dan Golongan Karya bukan ABRI yang dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.
- 6) Anggota D.P.R.D II mewakili Rakyat didalam wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.12.
- Eanggotaan. Pasal 25.
- 1) Untuk dapat menjadi anggota D.P.R.D.
- II harus dipenuhi syarat‑syarat tersebut dalam pasal 2 ayat (1).
- 2) Anggota D.P.R.D.
- II harus bertempat tinggal didalam wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
(3) Keanggotaan D.P.R.D. II diresmikan dengan Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. (4) Keanggotaan D.P.R.D. II diresmikan dengan Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I atas nama Menteri Dalam Negeri. Pasal 26. Masa keanggotaan D.P.R.D.
II adalah lima tahun, mereka berhenti bersama‑sama setelah masa keanggotaannya berakhir. Pasal 27, Pasal 27. (1) Seorang angota D.P.R.D. II berhenti antar waktu sebagai anggota, karena sebab‑sebab seperti ditentukan pada pasal 4 ayat (1) dan diganti dengan calon berikutnya menurut urutan yang tercantum dalam daftar calon organisasi yang bersangkutan.
(2) Anggota yang menggantikan antar waktu anggota lama berhenti sebagai anggota pada saat anggota yang digantikannya itu seharusnya meletakkan jabatannya. (3) Ketentuan yang tersebut dalam pasal 4 ayat (4) berlaku juga untuk anggota D.P.R.D. II. (4) Pemberhentian anggota D.P.R.D.
II diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Pasal 28. (1) Sebelum memangku jabatannya, anggota D.P.R.D. II bersama‑sama diambil sumpah/janjinya menurut agamanya masing‑masing oleh Kepala Pengadilan Negeri atas nama Ketua Mahkamah Agung dalam rapat paripurna terbuka D.P.R.D. II. (2) Ketua D.P.R.D.
II atau anggota Pimpinan lainnya mengambil sumpah/janji anggota D.P.R.D. II yang belum diambil sumpah/ janjinya oleh Kepala Pengadilan Negeri atas nama Ketua Mahkamah Agung menurut ayat (1).
- Pasal 29.
- Bunyi sumpah/janji dimaksud dalam pasal 28 adalah sebagai berikut:
- “Saya bersumpah (menerangkan dengan sungguh‑sungguh) bahwa saya, untuk menjadi anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tiada memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun juga.
- Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali‑kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.
- Saya bersumpah(berjanji) bahwa saya senantiasa akan menjungjung tinggi Amanat Penderitaan Rakyat, bahwa saya akan taat dan akan mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara, Undang‑undang Dasar 1945 dan segala Undang‑undang serta Peraturan‑peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia, bahwa saya akan berusaha sekuat tenaga, memajukan kesejahteraan Rakyat Indonesia dan bahwa saya akan setia pada Nusa, Bangsa dan Negara Republik Indonesia”.
13. Pimpinan D.P.R.D. II. Pasal 30. (1) Pimpinan D.P.R.D. II terdiri dari seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang dipilih oleh dan diantara anggota D.P.R.D. (2) Cara pemilihan anggota Pimpinan D.P.R.D. II, diatur dalam Peraturan Tata‑Tertib yang dibuat oleh D.P.R.D.
- II sendiri.
- 3) Selama Pimpinan D.P.R.D II belum ditetapkan, musyawarah‑musyawarahnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dan dibantu oleh anggota yang termuda usianya. BAB V.
- EDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN RAKYAT.14.
- Hak-hak Badan Permusyawaratan Perwakilan Rakyat.
Pasal 31. Untuk dapat melaksanakan fungsinya, M.P.R. mempunyai hak‑hak yang tercantum dalam Undang‑undang Dasar 1945. Pasal 32, Pasal 32. (1) Untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana dimaksud Undang‑undang Dasar 1945, D.P.R. mempunyai hak:
- a. Mengajukan pertanyaan bagi masing‑masing Anggota;
- b. Meminta keterangan (interpelasi);
- c. Mengadakan penyelidikan (angket);
- d. Mengadakan perubahan (amandemen);
- e. Mengajukan pernyataan pendapat;
f. Mengajukan/menganjurkan seseorang jika ditentukan oleh sesuatu perundang‑undangan. (2) Hak tersebut dalam ayat (1) huruf c diatur dengan Undang‑undang. Pasal 33. Untuk dapat melaksanakan fungsinya, D.P.R.D. mempunyai hak‑hak yang diatur dalam Undang‑undang tersendiri.
- 15. Kekebalan anggota‑anggota badan
- permusyawaratan/perwakilan rakyat.
- Pasal 34.
Anggota‑anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat tidak dapat dituntut dimuka Pengadilan karena pernyataan‑pernyataan yang dikemukakan dalam rapat Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, baik terbuka maupun tertutup, yang diajukannya secara lisan maupun tertulis kepada Pimpinan Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat atau kepada Pemerintah, kecuali jika mereka mengumumkan apa yang disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal‑hal yang dimaksud oleh ketentuan‑ketentuan mengenai pengumuman rahasia Negara dalam buku Kedua Bab I.K.U.H.P.16.
- 16. Kedudukan protokoler/keuangan
- Pasal 35.
- Kedudukan protokoler dan keuangan Pimpinan/anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat diatur oleh badan masing‑masing tersebut bersama‑sama dengan Pemerintah/Pemerintah Daerah.
- Pasal 36.
Agar M.P.R./D.P.R. dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan sifat dan martabat M.P.R./D.P.R. dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disediakan bagian anggaran tersendiri.17. Peraturan tata‑tertib. Pasal 37. Peraturan Tata‑tertib dari masing‑masing Badan Permusyawaratan/Perwakilan diatur sendiri oleh masing‑masing badan tersebut.18.
Rangkapan jabatan. Pasal 38. (1) Keanggotaan D.P.R. tidak dapat dirangkap dengan jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Ketua dan Hakim‑hakim Anggota Mahkamah Agung, Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung dan jabatan lain yang tidak mungkin dirangkap yang diatur dalam peraturan perundang‑undangan.
(2) Pimpinan M.P.R. tidak dapat dirangkap dengan jabatan‑jabatan tersebut dalam ayat (1). (3), (3) Keanngotaan D.P.R. tidak boleh dirangkap dengan jabatan Keanggotaan D.P.R.D. I dan II dan ketentuan ini berlaku sebaliknya. Pasal 39. (1) a. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya selama menjadi anggota Badan Permusyawaratan/ Perwakilan Rakyat itu tanpa menghilangkan statusnya sebagai pegawai negeri sipil.b.
- Etentuan mengenai pembebasan sementara dari jabatan organik bagi anggota Angkatan Bersenjata dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat ini diserahkan kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata.
- 2) Seorang pegawai negeri sipil yang dicalonkan untuk keanggotaan sesuatu Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dibebaskan untuk sementara dari jabatan organik selama masa pencalonan; setelah ia terpilih baginya berlaku ketentuan tersebut dalam ayat (1).
Pasal 40. Selain jabatan‑jabatan yang tersebut dalam pasal 38, keanggotaan D.P.R.D. tidak boleh dirangkap dengan: a. Jabatan Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah atau anggota Badan Pemerintah Harian dari Daerah yang bersangkutan atau Daerah yang lain; b. Ketua, Wakil Ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari Daerah yang lain; c.
- Pasal 42.
- Bagi Anggota‑anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat diadakan Undang‑undang tersendiri mengenai pemanggilan, permintaan keterangan berhubung dengan suatu tindak pidana, penangkapan, penahan, pengeledahan dan penyitaan.
- BAB VI.
- KETENTUAN‑KETENTUAN LAIN.
- 20 Hak mengganti.
- Pasal 43.
- (1) Tiap Organisasi/Golongan yang dimaksud dalam Undang‑undang ini berhak mengganti wakil‑wakilnya dalam Badan Permusyawaratan Perwakilan Rakyat dengan lebih dahulu bermusyawarah dengan Pimpinan Badan Permusyawaratan/Perwakilan yang bersangkutan.
- (2) Anggota pengganti yang tersebut dalam ayat (1), diambil dari orang yang bertempat tinggal di daerah pemilihan yang bersangkutan, yang memenuhi syarat‑syarat termaktub dalam pasal 2 ayat (1).
(3) Hak pengganti Utusan Daerah dalam M.P.R, ada pada D.P.R.D. I yang bersangkutan.21. Dewan,21. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II.
- Pasal 44.
- Bagi Badan Perwakilan Rakyat yang akan dibentuk untuk Daerah Tingkat III berlaku prinsip‑prinsip dan azas‑azas dalam Undang‑undang ini.
- BAB VII.
- KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP.
- Pasal 45.
- Semua Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat yang telah ada sebelum Undang‑undang ini berlaku, tetap melaksanakan tugas dan wewenangnya sampai Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat yang dibentuk berdasarkan Undang‑undang ini mulai menjalankan tugas dan wewenang.
- Pasal 46.
- Hal‑hal yang belum diatur dalam, Undang‑undang ini, akan diatur dalam peraturan perundangan‑undangan.
- Pasal 47.
- Segala Peraturan Perundang‑undangan yang bertentangan dengan Undang‑undang ini dinyatakan tidak berlaku.
- Pasal 48.
Undang‑undang ini dapat disebut “Undang‑undang tentang Susunan dan Kedudukan M.P.R., D.P.R. dan D.P.R.D”, dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar,
- Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang‑undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
- Disahkan di Jakarta.
- pada tanggal 17 Desember 1969.
- Presiden Republik Indonesia,
- SOEHARTO
Jenderal T.N.I.
- Diundangkan di Jakarta.
- pada tanggal 17 Desember 1969.
- Sekretaris Negara Republik Indonesia,
- ALAMSYAH.
Mayor Jenderal T.N.I.
- PENJELASAN
- ATAS
- UNDANG‑UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969
- TENTANG
- SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN
- RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN
- DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.
- I. UMUM :
1. SUSUNAN.
- Susunan Majelis Permusyawartan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus terbentuk atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan perwakilan.
- Oleh karena itu maka susunan Badan Permusyawaratan /Perwakilan Rakyat tersebut harus mencerminkan azas‑azas demokrasi Pancasila.
- Azas‑azas tersebut harus dapat disalurkan dalam wadah‑wadah yang dalam sistim Negara Republik Indonesia merupakan Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, baik yang bertingkat nasional maupun bertingkat daerah.
- Badan‑badan tersebut adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat serta pemegang kekuasaan tertinggi, Dewan Perwakilan Rakyat serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai badan legislatif.
- Disusunnya badan‑badan ini bukan untuk menyusun dan membentuk atau mendirikan Negara baru dan juga bukan untuk merubah Undang‑undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 baik sebagian maupun keseluruhannya, tetapi untuk menegakkan, mempertahankan, mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan Undang‑undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 sebagai yang diperjoangkan Orde Baru.
2. KEANGGOTAAN. Sebagai kenyataan pertumbuhan tata kehidupan masyarakat yang khas Indonesia, maka Masyarakat Indonesia telah mengelompokan kehendak dan isi hati nurani rakyat Indonesia, maka susunan anggotanya harus mencakup kedua golongan tersebut. Hal demikian sesuai dengan Ketetapan M.P.R.S.
- Telah menjadi prinsip bahwa kedua golongan tersebut di atas adalah sama pentingnya.
- Undang‑undang Dasar 1945 sendiri tidak menentukan cara pengisian badan‑badan tersebut, mengingat pula situasi dan kondisi pada saat ini, maka pengisian dilakukan dengan jalan pemilihan dan pengangkatan.
- Pemilihan umum adalah sarana yang bersifat demokratis untuk membentuk kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat dan musyawarah perwakilan yang digariskan oleh Undang‑undang Dasar Negara.
- Pengangkatan dimungkinkan oleh demokrasi Pancasila yang menghendaki ikut sertanya segala kekuatan representatif dalam badan‑badan tersebut.
- Pengisian dengan jalan pengangkatan dilakukan bagi golongan Karya Angkatan Bersenjata dan sebagian Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata.
- Golongan Karya Angkatan Bersenjata.
- Mengingat Dwifungsi ABRI sebagai alat Negara dan kekuatan sosial yang harus kompak bersatu dan merupakan kesatuan untuk dapat menjadi pengawal dan pengaman Pancasila/Undang‑undang Dasar 1945 yang kuat dan sentosa, maka bagi ABRI diadakan ketentuan tersendiri.
- Fungsi dan tujuan ABRI seperti tersebut di atas tidak akan tercapai jika anggota ABRI ikut serta dalam pemilihan umum, yang berarti bahwa anggota ABRI berkelompok‑kelompok berlain‑lain pilihan dan pendukungnya terhadap golongan‑golongan dalam masyarakat.
- Karena itu maka anggota‑anggota ABRI tidak menggunakan hak pilih dan hak dipilih, tetapi mempunyai wakil‑wakilnya dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat dengan melalui pengangkatan.
- Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata.
- Sebagian Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata yang karena sifat keanggotaan Organisasinya tidak ikut serta dalam pemilihan umum, tetapi merupakan kekuatan dalam bidang sosial, ekonomi, kebudayaan, keagamaan dan sebagai pioner yang tidak dapat diabaikan, secara representatif perlu ada dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.
- Perwakilan mereka itu diadakan melalui pengangkatan.
3.A. GOLONGAN POLITIK. Anggota dari Golongan Politik, mewakili paham politik yang telah hidup secara meluas dan mendalam dikalangan rakyat. Dengan berpedoman dan berlandaskan pada Peraturan Perundang‑undangan tentang Kepartaian, Keormasan dan Kekaryaan, yang dimaksudkan dengan Golongan Politik ialah Partai Politik yang telah mendapat pengakuan berdasarkan Undang‑undang tersebut.
- Dalam pemilihan umum pertama yang dimaksud dengan Golongan Politik ialah organisasi Golongan Politik sebagaimana termaksud dalam pasal 34 Undang‑undang No.15 tahun 1969 tentang pemilihan umum Anggota‑anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.
- Untuk menentukan siapa‑siapa yang menjadi wakil/utusan dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat menurut Undang‑undang ini digunakan hasil yang dicapai dalam pemilihan umum.B.
GOLONGAN KARYA. Golongan Karya sebagai subyek politik yang hidup dalam masyarakat, sudah seyogyanya mendapat perwakilan di dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dengan berpedoman dan berlandaskan pada Peraturan Perundang‑undangan tentang Kepartaian, Keormasan dan Kekaryaan, maka yang dimaksud dengan Golongan Karya adalah yang telah mendapat pengakuan berdasarkan Undang‑undang tersebut.
Di dalam pemilihan umum pertama yang dimaksud dengan Golongan Karya ialah Golongan Karya sebagaimana termaksud dalam pasal 34 Undang‑undang Nomor 15 tahun 1969 tentang pemilihan umum Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat. Sebagai dasar telah digariskan bahwa organisasi Golongan Karya ikut serta pemilihan umum supaya duduknya dalam Badan Permusyawaratan/ Perwakilan Rakyat merupakan hasil pemilihan umum.
Dengan ikut sertanya pemilihan umum organisasi Golongan Karya dapat mencalonkan/menentukan Wakil Golongannya. Namun ada Golongan Karya yang tidak ikut pemilihan umum, ialah Golongan Karya Angkatan Bersenjata dan sebagian dari Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata sebagian dari Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata.
- Perwakilan golongan ini dalam Badan Permusyawarah/ Perwakilan Rakyat dilakukan dengan pengangkatan.
- Anggota Golongan Karya Angkatan bersenjata dalam Badan permusyawaratan Perwakilan diangkat atas usul Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata.
- Anggota‑anggota Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata yang tidak ikut dalam pemilihan umum, dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat diangkat atas usul organisasi yang bersangkutan atau atas prakarsa pejabat yang berwenang.4.
UTUSAN DAERAH. Bagi Lembaga Permusyawaratan Rakyat Tertinggi yang tidak harus membawakan suara rakyat secara langsung, tetapi juga harus dapat membina keutuhan dan kesatuan Negara dan Bangsa Indonesia di samping anggota‑anggotanya yang mencakup dua golongan, yaitu Utusan Daerah.
Sesuai dengan namanya, maka Utusan Daerah adalah seorang yang diutus oleh Daerah, untuk menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu Urusan Daerah merupakan perutusan yang dianggap dapat membawakan kepentingan rakyat yang ada di daerah masing‑masing di samping dianggap mengetahui dan mempunyai tinjauan yang menyeluruh mengenai persoalan Negara pada umumnya.
Maksudnya Utusan Daerah dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat ialah dengan jalan dipilih oleh D.P.R.D.I. Pemilihan oleh D.P.R.D. I tersebut sesungguhnya merupakan pemilihan yang demokratis pula, karena para anggota D.P.R.D. telah mendapat kepercayaan Rakyat disebabkan keanggotaannya diperoleh dengan jalan dipilih dalam pemilihan umum.5.
- PERSYARATAN ANGGOTA.
- Anggota‑anggota Badan Perwakilan harus terdiri dari Anggota yang benar‑benar mempunyai martabat dan memenuhi syarat‑syarat seperti tercantum dalam pasal 2, sehingga diharapkan dapat menyelenggarakan keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyat. II.
- PASAL DEMI PASAL. Pasal 1.
- 1) Harulah diusahakan agar Utusan Daerah yang dipilih oleh Anggota D.P.R.D.
I mencerminkan jiwa dan isi‑hati nurani rakyat yang ada dan berkembang di daerah itu serta mencerminkan juga kepentingan/kebutuhan daerah yang bersangkutan. Jadi Utusan‑utusan Daerah seharusnya mencerminkan juga kekuatan sosial‑politik yang hidup dalam masyarakat di daerah masing‑masing.
- Walaupun Utusan Daerah itu kebetulan terpilih dari salah satu golongan yang ada dalam D.P.R.D.
- I tetapi ia bukan semata‑mata mewakili golongannya, melainkan dalam hal ini ia mewakili daerahnya.
- Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan ketata‑negaraan Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan maka pengertian Utusan Golongan di dalam M.P.R.
ini adalah Utusan Golongan Karya (menurut Penjelasan Undang‑undang Dasar 1945) dan Utusan Golongan Politik (sesuai dengan perkembangan tersebut di atas). Hal ini sesuai dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XI/MPRS/ 1966 pasal 3 yang menentukan bahwa susunan D.P.R.
- (2) Jumlah seluruh anggota Majelis Permusyawartan Rakyat dua kali lipat jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengingat fungsi lembaga tersebut, sebagai pemegang kedaulatan rakyat dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara berdasarkan sistim kenegaraan menurut Undang‑undang Dasar 1945.
- (3), (4), 5).
- Cukup jelas.
- Pasal 2.
(1) Sub d: Yang dimaksud dengan “terlibat secara langsung” dalam G.30.S./P.K.I. ialah : 1. Mereka yang merencanakan, turut merencanakan atau mengetahui adanya perencanaan Gerakan Kontra Revolusi itu, tetapi tidak melaporkan kepada pejabat yang berwajib.2.
Mereka yang dengan kesadaran akan tujuannya, melakukan kegiatan‑kegiatan dalam pelaksanaan Gerakan Kontra Revolusi tersebut. Yang dimaksud dengan “terlibat secara tidak langsung” dalam G.30.S./P.K.I. ialah : 1. Mereka yang menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan atau dalam ucapan‑ucapan, yang bersifat menyetujui Gerakan Kontra Revolusi tersebut.2.
Mereka yang secara sadar menunjukkan sikap, baik dalam perbuatan atau dalam ucapan, yang menentang usaha/gerakan penumpasan G.30.S./P.K.I. Yang dimaksud dengan organisasi yang terlarang dalam pasal ini ialah organisasi‑organisasi yang tegas‑tegas dinyatakan terlarang dengan peraturan perundang‑undangan.
Ketentuan‑ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka yang berdasarkan suatu peraturan perundang‑undangan telah mendapat amnesti atau abolisi atau grasi. (2) Ketentuan bertempat tinggal di Indonesia dipandang perlu, mengingat fungsinya uang harus selalu mengikuti dan mengetahui dari dekat dan langsung segala kehidupan di Indonesia.
(3) Sesuai dengan kedudukan keanggotaan yang pada prinsipnya ditentukan dengan pemilihan umum, maka Peresmian dan dengan Keputusan Presiden adalah untuk mengatur kedudukan administrasi selanjutnya. Peresmian tidak secara konstitutif menentukan dapat atau tidaknya seseorang menjadi anggota, tetapi memberikan status resmi kepadanya sebagai anggota.
- Bagi anggota tambahan M.P.R.
- Golongan Karya Angkatan Bersenjata dan Golongan Karya bukan Anggota Angkatan Bersenjata, pengangkatan anggota tersebut adalah peresmian yang dimaksud dalam ayat ini. Pasal 3.
- Perkembangan yang terjadi selama lima tahun cukup wajar untuk dipakai sebagai dasar pembaharuan, dan sesuai pula dengan fungsi M.P.R.
yang harus memilih Presiden dan Wakil Presiden setiap lima tahun sekali.
- Pasal 4.
- (1) Cukup jelas.
- (2) Yang dimaksud dengan organisasi adalah organisasi Golongan Politik/Partai, organisasi Golongan Karya atau gabungan organisasi Golongan Karya.
Yang dimaksud dengan instansi adalah misalnya D.P.R.D. I dan bagi ABRI Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata. Anggota yang berhenti antar waktu menurut ayat (1) pasal ini tempatnya diisi menurut ketentuan sebagai berikut : a. bagi yang menjadi anggota D.P.R.
- Yang dipilih berdasarkan pemilihan umum tempatnya diisi oleh calon dari organisasi yang bersangkutan.b.
- Bagi Utusan Daerah tempatnya diisi oleh calon dari D.P.R.D.
- I yang bersangkutan; c.
- Bagi Utusan yang berasal dari organisasi yang ikut dalam pemilihan umum tempatnya diisi oleh calon dari organisasi yang bersangkutan; d.
bagi anggota yang diangkat tempatnya diisi oleh calon dari Presiden baik atas usul organisasi/instansi yang bersangkutan maupun atas prakarsa Presiden.
- (3), (4).
- Cukup jelas.
- Pasal 5.
- Cukup jelas.
- Pasal 6.
- Cukup jelas.
- Pasal 7.
- Pada waktu pengambilan sumpah/janji lazimnya dipakai kata‑kata tertentu, sesuai dengan agama masing‑masing yaitu, misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata “Demi Allah” dan untuk penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan kata‑kata “Semoga Tuhan menolong saya”.
- Pasal 8.
- Dasar untuk menentukan jumlah Utusan Daerah yang terutama ialah kepentingan daerah dan kepentingan Rakyat di daerah, karena kepadatan penduduk merupakan dasar pertimbangan juga untuk menentukan batas minimum dan maksimum jumlah anggota.
Gubernur/Kepala Daerah sebagai eksponen daerah yang mengetahui persoalan daerah sewajarnya dipilih untuk mewakili daerahnya di M.P.R. sebagai Utusan Daerah.
- Pasal 9.
- Cukup jelas.
- Pasal 10.
Dari jumlah anggota D.P.R. sebanyak 460, maka yang dipilih berdasarkan pemilihan umum adalah 360. Untuk menentukan besarnya wakil dalam tiap‑tiap daerah pemilihan diwilayah Republik Indonesia, maka untuk pemilihan anggota D.P.R., daerah pemilihan adalah daerah tingkat I.
Untuk menentukan banyaknya wakil dalam tiap‑tiap daerah pemilihan dipakai dasar perhitungan tiap‑tiap sekurang‑kurangnya 400.000 penduduk warga negara Indonesia memperoleh seorang wakil, dengan ketentuan bahwa tiap‑tiap daerah pemilihan mempunyai wakil sekurang‑kurangnya sebanyak daerah tingkat II yang terdapat dalam daerah tingkat I tersebut, dan tiap‑tiap daerah tingkat II mempunyai sekurang‑kurangnya seorang wakil.
Ketentuan‑ketentuan selanjutnya tentang cara pembagian jumlah 360 kursi kepada daerah‑daerah tingkat II diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Pasal 11.
- Cukup jelas.
- Pasal 12.
- Cukup jelas.
- Pasal 13.
- Cukup jelas.
- Pasal 14.
- Cukup jelas.
- Pasal 15.
- Cukup jelas.
- Pasal 16.
- Cukup jelas.
- Pasal 17.
Jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I ditetapkan dengan perhitungan tiap‑tiap, sekurang‑kurangnya 200.000 jiwa penduduk mendapat Seorang Wakil dalam D.P.R.D.I. Oleh karena kepadatan penduduk tidak merata diseluruh wilayah Negara, maka perlu diadakan syarat minimum dan maksimum agar dengan demikian Daerah yang sedikit sekali penduduknya mempunyai wakil dalam D.P.R.D.
- Pasal 18.
- Cukup jelas.
- Pasal 19.
- Cukup jelas.
- Pasal 20.
(1) Anggota D.P.R.D. I yang berhenti antar waktu karena sebab‑sebab seperti yang ditentukan dalam pasal 4 ayat (1) tempatnya diisi menurut ketentuan sebagai berikut: a. bagi anggota yang dipilih tempatnya diisi oleh calon dari organisasi yang bersangkutan.b.
- (2), (3), (4).
- Cukup jelas.
- Pasal 21.
- Cukup jelas.
- Pasal 22
- Cukup jelas.
- Pasal 23.
- Cukup jelas.
- Pasal 24.
Jumlah Anggota Dewan Perwakilan rakyat Daerah Tingkat II ditetapkan dengan perhitungan tiap‑tiap sekurang‑kurangnya 10.000 penduduk mendapat seorang wakil dalam D.P.R.D. II. Oleh karena kepadatan penduduk tidak merata di seluruh wilayah Negara, maka perlu diadakan syarat minimum dan maksimum agar dengan demikian Daerah yang sedikit sekali penduduknya mempunyai wakil dalam D.P.R.D.
- Pasal 25.
- Cukup jelas.
- Pasal 26.
- Cukup jelas.
- Pasal 27.
- Lihat penjelasan pasal 20.
- Pasal 28.
- Cukup jelas.
- Pasal 29.
- Cukup jelas.
- Pasal 30.
- Cukup jelas.
- Pasal 31.
- Cukup jelas.
- Pasal 32
(1) Fungsi D.P.R. berdasarkan Undang‑undang Dasar 1945 ialah : a. Membuat Undang‑undang bersama dengan Pemerintah; b. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama‑sama Pemerintah; c. Mengadakan pengawasan terhadap kebijaksanaan Pemerintah. Untuk melaksanakan fungsi tersebut di atas D.P.R.
- Mempunyai hak‑hak tersebut dalam pasal ini, yang penggunaannya tidak menimbulkan akibat hukum, sehingga dapat merubah sistim Pemerintahan berdasarkan Undang‑undang Dasar 1945.
- Hak interpelasi” adalah salah satu hak yang penting D.P.R.
- Dalam menjalankan tugasnya mengawasi/mengoreksi tindakan Pemerintah.
Hak interpelasi ini dapat diakhiri dengan suatu pernyataan pendapat yang pemakaiannya dilakukan dengan bijaksana. Pernyataan pendapat yang disebut dalam pasal 32 ayat (1) sub e. dapat berbentuk memorandum, resolusi dan atau mosi.
- Pasal 33.
- Cukup jelas.
- Pasal 34.
Pasal ini mengatur kebebasan mengeluarkan pendapat yang memang sejogyanya harus dijamin dalam Negara Demokrasi. Namun demikian para anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, wajib memegang teguh kode yang mengandung prinsip suatu hal yang harus dirahasiakan tidak boleh dibocorkan.
- Pasal 35.
- Cukup jelas.
- Pasal 36.
Mengingat kedudukannya dan fungsinya maka adalah tepat bila M.P.R./D.P.R. mempunyai anggaran sendiri. Penguasaan atas kredit‑kreditnya yang disediakan dalam bagian anggaran yang termaksud dalam pasal ini, dilakukan dengan cara seperti yang berlaku bagi suatu Departemen.
- Pasal 37. Dalam peraturan tata‑tertib juga diatur antara lain bahwa: 1.a.M.P.R.
- Mengadakan sidang biasa sedikitnya sekali dalam lima tahun; b.M.P.R.
- Mengadakan persidangan istimewa sesuai dengan ketentuan Undang‑undang Dasar 1945; 2.D.P.R.
- Mengadakan sidang biasa sedikitnya sekali dalam setahun.3.D.P.R.D.
mengadakan sidang biasa sedikitnya sekali dalam setahun.
- Pasal 38.
- Jabatan keanggotaan Badan Perwakilan pada hakekatnya tidak dapat dirangkap dengan jabatan‑jabatan tersebut dalam pasal ini.
- Pasal 39.
- (1) Pegawai Negeri yang dimaksud dalam pasal ini adalah mereka yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang atas beban Anggaran Negara.
Anggota M.P.R. yang berkedudukan sebagai anggota tambahan temaktub dalam pasal 1 ayat (3) yang tidak menjalankan tugas secara terus‑menerus tidak termasuk dalam ketentuan ini. (2) Cukup jelas. Pasal 40. Selain jabatan‑jabatan yang termaksud dalam pasal 38, bagi anggota D.P.R.D.
- Pasal 41.
- Yang dimaksud dengan pekerjaan tertentu dalam pasal ini antara lain:
- a. menjadi Pengacara (Advokaat) atau kuasa dalam perkara hukum, dalam mana Daerah yang bersangkutan tersangkut;
- b. ikut serta dalam penetapan atau pengesahan dari perhitungan yang berhubungan dengan kepentingan daerahnya yang dibuat oleh sesuatu badan dalam mana ia duduk sebagai anggota pengurusnya, kecauali apabila hal ini mengenai perhitungan anggaran keuangan Daerah yang bersangkutan;
- c. langsung atau tidak langsung turut serta dalam atau menjadi penanggung untuk sesuatu usaha menyelenggarakan pekerjaan umum, pengangkutan atau berlaku sebagai rekanan (leveransir) yang kepentingan Daerah;
d. melakukan pekerjaan yang memberikan keuntungan baginya dalam hal‑hal yang berhubungan langsung dengan Daerah yang bersangkutan. Apabila kepentingan Daerah sangat memerlukan maka terhadap larangan‑larangan tersebut dalam pasal ini, Kepala Daerah semufakat Dewan.
- Perwakilan Rakyat Daerah dapat memberikan pengetahuan. Pasal 42.
- Pasal ini menginginkan agar supaya anggota‑anggota M.P.R./D.P.R.
- Dapat leluasa melakukan tugasnya sebagai anggota M.P.R./D.P.R.
- Dengan sebaik‑baiknya, dan mendapat jaminan hukum sebagaimana mestinya. Pasal 43.
- Musyawarah yang lebih bersifat konsultasi dengan Pimpinan Badan Permusyawaratan/Perwakilan dipandang perlu agar diperoleh pertimbangan yang seobyektif‑obyektinya dan guna menghindari hal‑hal yang bersifat subjektif dan sewenang‑wenang.
Karena Utusan Daerah dipilih oleh D.P.R.D. I, dan terutama berkedudukan sebagai Wakil Daerah, maka yang berhak untuk menggantikannya juga adalah pada D.P.R.D. I yang bersangkutan.
- Pasal 44.
- Karena pembentukan Daerah Tingkat III masih dalam taraf pertumbuhan, maka ketentuan‑ketentuan mengenai lembaga perwakilannya tidak dimasukkan dalam Undang‑undang ini, Cukup jika prinsip‑prinsip dan azas‑azas yang diatur di dalam Undang‑undang ini dipakai sebagai pedoman selanjutnya.
- Pasal 45.
- Cukup jelas.
- Pasal 46.
- Cukup jelas.
- Pasal 47.
- Cukup jelas.
- Pasal 48.
- Cukup jelas.
- CATATAN
- Kutipan : LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1969 YANG TELAH DICETAK ULANG
: UU 16/1969, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Apa itu Badan Legislatif DPR?
Situs Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia – DPR RI I. PENDAHULUAN Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang dan setiap masa sidang.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
- Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
- Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.
1. PIMPINAN BADAN LEGISLASI Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat.
- F-PDI Perjuangan : 18 orang
- F-PG : 12 orang
- F-Gerindra : 11 orang
- F-PNasdem : 8 orang
- F-PKB : 8 orang
- F-PD : 7 orang
- F-PKS : 7 orang
- F-PAN : 6 orang
- F-PPP : 3 orang
C. TUGAS BADAN LEGISLASI Tugas Badan Legislasi (berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD), sebagai berikut :
- menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan di lingkungan DPR;
- mengoordinasikan penyusunan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan Prioritas tahunan antara DPR, Pemerintah dan DPD;
- mengoordinasikan penyusunan naskah akademik dan rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, dan gabungan komisi;
- menyiapkan dan menyusun rancangan undang-undang usul Badan Legislasi dan/atau Anggota Badan Legislasi berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
- melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi, sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;
- memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas rancangan undang-undang atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional perubahan;
- melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah;
- melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang
- menyusun, melakukan evaluasi, dan penyempurnaan peraturan DPR;
- mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;
- melakukan sosialisasi program legislasi nasional dan/atau Prolegnas perubahan;
- membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan setiap akhir tahun sidang untuk disampaikan kepada Pimpinan DPR; dan
- membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
D. WEWENANG BADAN LEGISLASI Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, Badan Legislasi memiliki wewenang antara lain :
- Melakukan kunjungan kerja pada masa rese atau pada masa sidang dengan persetujuan Pimpinan DPR;
- Mengadakan rapat koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus yang mendapat penugasan membahas rancangan undang-undang, yang hasil rapatnya diinventarisasi dan dijadikan bahan evaluasi pelaksanaan prolegnas;
- Melakukan inventarisasi dan evaluasi dengan mempertimbangkan pelaksanaan:
- Prolegnas satu masa keanggotaan;
- RUU Prioritas Tahunan;
- Penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang dalam satu masa keanggotaan;
- Jumlah rancangan undang-undang yang belum dapat diselesaikan; serta
- Masalah hukum dan perundang-undangan.
E. SISTEM PENDUKUNG BADAN LEGISLASI Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang Badan Legislasi DPR RI, Badan Legislasi DPR RI didukung oleh:
Sekretariat Badan Legislasi DPR RI, yang terdiri dari :
- 1 (satu) orang Kepala Bagian
- 1 (satu) orang Kepala Sub Bagian Rapat
- 1 (satu) orang Kepala Sub Bagian Tata Usaha
- 6 (enam) orang Staf Pelaksana
- Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR RI yang berjumlah 15 (Lima Belas) orang
- Badan Keahlian DPR, yang terdiri dari :
: Situs Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia – DPR RI
UUD 1945 menetapkan 7 lembaga Negara yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan MK. Masing-masing lembaga negara mempunyai ruang lingkup kekuasaan masing-masing. Pelaksanaan kekuasaan yang diberikan kepada lembaga negara itu ada yang dilaksanakan secara mandiri dan ada yang dilaksanakan bersama-sama.
Siapa yang berwenang untuk mengesahkan dan menandatangani RUU?
Pengesahan – Apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU tersebut tidak boleh diajukanlagi dalam persidangan masa itu. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama.