Periode : AGUSTUS – OKTOBER Kegiatan pembahasan antara Kementerian/Lembaga (K/L) selaku Chief Of Operation Officer (COO) dengan Menteri Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO) dan Menteri Perencanaan, dihasilkan Rancangan Undang-Undang APBN dan Nota Keuangan.
- Selanjutnya dilakukan pembahasan RUU APBN antara pemerintah dan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD.
- Pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR diawali dengan pidato Presiden menyampaikan RUU APBN tahun anggaran yang direncanakan beserta nota keuangannya.
- Untuk Nota Keuangan dan RUU APBN 2014, Presiden dijadwalkan menyampaikan pidato pada pekan ketiga Agustus dalam rapat Paripurna DPR RI.
Dalam pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
APBN yang disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit organisasi, fungsi, subfungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Sumber : a. Buku Tinta Emas Perbendaharaan b. http://www.anggaran.depkeu.go.id c. http://www.wikiapbn.org Hak Cipta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI Manajemen Portal DJPb – Gedung Prijadi Praptosuhardo II Lt.1 Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4 Jakarta Pusat 10710 Call Center: 14090 Tel: 021-386.5130 Fax: 021-384.6402
Contents
- 1 Jika APBN tidak disetujui oleh DPR apakah yang harus dilakukan?
- 2 Bagaimana kalau APBD tidak disetujui oleh DPRD?
- 3 Apa yang akan terjadi jika pemerintah pusat maupun daerah tidak menyusun jenis pengeluaran yang harus dibiayai oleh APBN dan APBD?
- 4 Apa bentuk pertanggung jawaban pemerintah terhadap pelaksanaan APBN?
- 5 Apakah APBN dirancang oleh pemerintah bersama dengan DPR?
- 6 Bagaimana jika rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama?
- 7 Mengapa kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan pemerintah dalam hal penetapan APBN?
- 8 Apa yang akan terjadi jika pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan APBN yang berlaku?
- 9 Siapa yang menyetujui APBD?
Jika APBN tidak disetujui oleh DPR apakah yang harus dilakukan?
Akhir Oktober – Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa RUU APBN diambil keputusan oleh DPR dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua)bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan). APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja.
Apa yang dilakukan Presiden jika rapbn tahun berjalan tidak disetujui atau ditolak oleh DPR?
Tindakan yang harus dilakukan pemerintah apabila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) yang diajukan pemerintah adalah pemerintah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Apa bila rancangan APBN yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR disetujui maka pemerintah melaksanakan?
Tabel Perkembangan APBN tahun 2007 s.d 2013. Sesuai pasal 23 ayat 1 UUD 1945 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan setiap tahun, bahwa apabila DPR menyetujui atau menolak APBN yang diajukan oleh pemerintah, maka untuk menjalankan fungsinya, pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi- tingginya sebesar angka APBN tahun sebelumnya.
Berdasarkan pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 tersebut APBN dapat didefinisikan sebagai suatu daftar yang sistematis tentang rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang memuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan telah disetujui oleh DPR untuk masa waktu satu tahun. Periode APBN ini pada masa orde baru dari 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya, sedang pemerintahan saat ini periode APBN berawal dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Namun sebelum menyusun APBN terlebih dahulu disusun perencanaan mengenai pengeluaran dan pemasukan uang negara, yang disebut Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). RAPBN disusun pemerintah untuk satu tahun yang akan datang kemudian diajukan ke DPR untuk dibahas.
Kenapa APBN harus mendapat persetujuan atau disahkan DPR?
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berisikan rincian penerimaan dan pengeluaran negara yang digunakan untuk pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara tersebut. Dana APBN berasal dari rakyat, sehingga penggunaannya harus sepenuhnya untuk kepentingan rakyat,
Oleh karena itu, pengesahan APBN oleh DPR merupakan representasi dari persetujuan rakyat. Oleh karena itu, jawaban yang tepat adalah B. – Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berisikan rincian penerimaan dan pengeluaran negara yang digunakan untuk pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara tersebut.
Dana APBN berasal dari rakyat, sehingga penggunaannya harus sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, Oleh karena itu, pengesahan APBN oleh DPR merupakan representasi dari persetujuan rakyat. Oleh karena itu, jawaban yang tepat adalah B.
Bagaimana kalau APBD tidak disetujui oleh DPRD?
Dan menurut pasal 185 Undang-undang No.32 tahun 2004 yang menyatakan apabila RAPBD tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah wajib menyempurnakan RAPBD. Pengambilan keputusan tentang RAPBD dilakukan oleh DPRD paling lambat 3 bulan sebelum tahun anggaran berakhir.
Apakah APBN diajukan oleh pemerintah dan disetujui oleh DPR siapa yang menegaskan APBN?
Pasal 1 – Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
- Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
- Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
- Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
- Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
- Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
- Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
- Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
- Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
- Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
- Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
- Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
- Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pasal 2 Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :
- hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
- kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
- Penerimaan Negara;
- Pengeluaran Negara;
- Penerimaan Daerah;
- Pengeluaran Daerah;
- kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
- kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
- kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Pasal 3 (1 ) Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. (2) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.
3) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (4) APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. (5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
(6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. (7) Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
- 8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.
- Pasal 4 Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Pasal 5 (1) Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang Rupiah. (2) Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai de- ngan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
- dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
- dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
- diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
- tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 7 (1) Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara. (2) Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap tahun disusun APBN dan APBD.
Pasal 8 Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang; f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara; g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pasal 9 Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut :
- menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
- menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
- melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
- mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pasal 10 (1) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c :
- dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD;
- dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
(2) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :
- menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
- menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
- melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
- melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
- menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(3) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:
- menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
- melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
- mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
BAB III PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN Pasal 11 (1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang. (2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. (3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah,
- 4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelak- sanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
- 5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
- Pasal 12 (1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. (3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.
- 4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
- Pasal 13 (1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. (3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
- Pasal 14 (1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
- 2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. (4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
- 5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
- 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Pasal 15 (1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
- 4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilak- sanakan.
- 5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya. BAB IV PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD Pasal 16 (1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
- 2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
- 3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
- 4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
- Pasal 17 (1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. (3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
- 4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
- Pasal 18 (1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. (3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
- Pasal 19 (1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
- 2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. (4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
- 5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
- 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 20 (1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. (2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. (4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. (6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
BAB V HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN BANK SENTRAL, PEMERINTAH DAERAH, SERTA PEMERINTAH/LEMBAGA ASING Pasal 21 Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Pasal 22 (1) Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. (3) Pemberian pinjaman dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain dengan persetujuan DPRD.
- Pasal 23 (1) Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR.
- 2) Pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diteruspinjam-kan kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan Negara/ Perusahaan Daerah.
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN NEGARA, PERUSAHAAN DAERAH, PERUSAHAAN SWASTA, SERTA BADAN PENGELOLA DANA MASYARAKAT Pasal 24 (1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.
- 2) Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.
- 3) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara.
- 4) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah.
(5) Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah mendapat persetujuan DPR. (6) Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan daerah setelah mendapat persetujuan DPRD. (7) Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.
Pasal 25 (1) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat. (2) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berlaku bagi badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari pemerintah. BAB VII PELAKSANAAN APBN DAN APBD Pasal 26 (1) Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
- 2) Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
- Pasal 27 (1) Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
- 2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah Pusat.
(3) Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
- perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
- perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
- keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;
- keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
(4) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. (5) Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Pasal 28 (1) Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah.
(3) Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
- perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
- keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja.
- keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
(4) Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia angga- rannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. (5) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun angga- ran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk menda- patkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
- Pasal 29 Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara.
- BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN DAN APBD Pasal 30 (1) Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Pasal 31 (1) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Peme- riksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah. Pasal 32 (1) Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
(2) Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 33 Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diatur dalam undang-undang tersendiri.
BAB IX KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF, DAN GANTI RUGI Pasal 34 (1) Menteri/Pimpinan lembaga /Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
(2) Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
- 3) Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
- Pasal 35 (1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
(2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan. (3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.
(4) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai perbendaharaan negara. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 36 (1) Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.
Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. (2) Batas waktu penyampaian laporan keuangan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah, demikian pula penyelesaian pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat/ pemerintah daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, berlaku mulai APBN/APBD tahun 2006.
- Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860);
- Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl.1927 Nomor 419 jo. Stbl.1936 Nomor 445;
- Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl.1933 Nomor 381;
sepanjang telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 38 Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang-undang ini sudah selesai selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan. Pasal 39 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Setelah UUD diamandemen apakah Presiden dapat membubarkan DPR karena menolak rapbn yang diajukan Presiden?
Situs Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia – DPR RI 23 Oktober 2015 / Seminar Anggota MPR RI SELONG, LOMBOK TIMUR || Sejak sebelum kemerdekaan, sebagian besar para pemimpin bangsa kita mengidealkan sistem pemerintahan presidential. Hal itu tercermin dalam perumusan UUD 1945 yang menentukan bahwa kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar dipegang oleh seorang Presiden dengan dibantu oleh satu orang Wakil Presiden selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan (Pasal 4 ayat 1 dan 2 jo Pasal 7 UUD 1945).
- Tidak seperti dalam sistem pemerintahan parlementer, Presiden ditegaskan dalam Pasal 7C UUD 1945, tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
- Bahkan ditegaskan pula bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban konstitusionalnya, Presiden dibantu oleh para menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan bertanggungjawab hanya kepada Presiden (Pasal 17 ayat 1 dan 2 UUD 1945).
Menurut H.M. Syamsul Luthfi bahwa berdasarkan teori-teori sistem presidensial, karakteristik sistem presidensial dapat disimpulkan sebagai berikut; Pertama, posisi presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sehingga posisi presiden kuat dan mandiri.
- Tidak ada institusi lebih tinggi dari presiden kecuali konstitusi secara hukum dan rakyat secara politik.
- Edua, sumber legitimasi pemerintahan berasal dari rakyat bukan dari parlemen karena presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum untuk masa jabatan yang tetap.
- Etiga, presiden tidak bertanggungjawab pada parlemen sehingga secara politik presiden tidak dapat dijatuhkan (impeachment) oleh parlemen, begitu juga sebaliknya presiden tidak dapat membubarkan parlemen.
Dan keempat, presiden berwenang mengangkat dan memberhentikan para menteri, oleh karena itu para menteri bertanggung jawab kepada presiden bukan dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Begitu kata beliau saat menjadi narasumber pada kegiatan seminar yang dilaksanakan di aula Lesehan Sehati kelurahan Majidi kecamatan Selong kabupaten Lombok Timur.
- Sedangkan menurut H.
- Lalu Satriawan Ishak yang merupakan pakar hukum ilmu politik dan pemerintahan berpendapat bahwa salah satu prinsip penting dalam sistem presidential adalah bahwa tanggungjawab puncak kekuasaan pemerintahan negara berada di tangan Presiden yang tidak tunduk dan bertanggungjawab kepada parlemen.
Misalnya, dalam sistem presidential Amerika Serikat, Presiden hanya bertanggungjawab kepada rakyat yang memilihnya melalui mekanisme pemilihan umum dan melalui kewajiban menjalankan tugas-tugas pemerintahan secara transparan dan akuntabel. Dalam sistem pemrintahan multi partai ternyata baik dalam sistem pemerintahan presidensil maupun parlementer adalah sulit dalam pelaksanaannya dikarenakan oleh tiap negara memiliki ciri khasnya terendiri.
Terkait Sistem Presidensial maka penyederhanaan partai politik peserta pemilu perlu diperketat agar nantinya sistem presidensial tidak terikat oleh kepentingan poliltik, dan juga dalam konstitusi perlu dipertegas sistem presidensial dalam proses legislasi, khusus Mengenai Hak Veto Presiden Untuk Menolak Rancangan Undang-Undang.
Selain gagasan tersebut kiranya tidak kalah pentinnya untuk memperketat ambang batas parlemen (parlemen threshold) sehingga terjadi koalisi yang disiplin dan solid guna menjalankan roda pemerintahan yang bersarkan Konstitusi. Dalam sistem presidensial partai politik harus membangun kesadaran poltik yang mengarah kepada budaya politik yang baik karena membangun politik adalah membangun demokrasi.
Apa yang akan terjadi jika pemerintah pusat maupun daerah tidak menyusun jenis pengeluaran yang harus dibiayai oleh APBN dan APBD?
Tujuan dari penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara sehingga terjadi keseimbangan dinamis untuk kegiatan kenegaraan. Tujuan dari penyusunan APBD mengatur pembelanjaan dan penerimaan daerah untuk mencapai pemerataan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
Apabila pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak menyusun APBN/APBD maka akan terjadi kesulitan dalam penyelenggaraan pemerintah pusat dan daerah, Pertumbuhan ekonomi akan menurun karena tidak ada susunan penerimaan yang baik di beberapa sektor ekonomi. Tidak hanya itu kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat tidak dapat tercapai karena tidak ada kepastian dalam jumlah belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
– Tujuan dari penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara sehingga terjadi keseimbangan dinamis untuk kegiatan kenegaraan. Tujuan dari penyusunan APBD mengatur pembelanjaan dan penerimaan daerah untuk mencapai pemerataan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
Bagaimana peran DPR dalam penyusunan APBN?
Tentang DPR – Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:
Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah) Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD Menetapkan UU bersama dengan Presiden Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU
Terkait dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang:
Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden) Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara
Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang:
Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama)
Tugas dan wewenang DPR lainnya, antara lain:
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden
: Situs Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia – DPR RI
Siapa yang berhak memberi pertimbangan pada DPR dalam penetapan APBN?
Situs Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia – DPR RI 19-01-2017 / KOMISI XI Presiden Joko Widodo dinilai telah memotong hak konstitusional DPR untuk melakukan pengawasan terhadap kekayaan negara yang ada di BUMN. Pasalnya, Presiden telah merevisi PP No.44/2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dengan mengeluarkan PP No.72/2016.
- PP baru itu inkonstitusional dan menabrak banyak UU.
- Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan memaparkan, PP No.72/2016 ternyata melonggarkan tata cara penyertaan modal negara dan pengalihan kekayaan negara pada BUMN tanpa melalui persetujuan DPR.
- PP ini membolehkan pemerintah memindahkan dan mengubah kekayaan negara tanpa melalui mekanisme APBN dan persetujuan DPR.
“Semua hal yang terkait dengan masalah keuangan dan kekayaan negara merupakan obyek APBN, yang pembahasannya sesuai dengan UUD 1945 Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3),” tandas Heri dalam rilisnya, Kamis (19/1). Dalam pasal 23 UUD NRI Tahun 1945 disebutkan, APBN merupakan pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun untuk kemakmuran rakyat.
- RUU APBN ini diajukan Presiden untuk dibahas bersama DPR dan memperhatikan pertimbangan DPD.
- Apabila DPR tak menyetujui APBN yang diusulkan Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun sebelumnya.
- Sebagai obyek APBN, setiap bentuk pengambilalihan atau perubahan status kepemilikan saham yang termasuk kekayaan negara harus mendapatkan persetujuan DPR.
Itu juga merupakan ketentuan UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pemerintah tidak bisa seenaknya merusak mekanisme ketatanegaraan dengan menyusun aturan yang bertentangan dengan undang-undang dan bahkan konstitusi,” ungkapnya.
- Dikatakan Anggota F-Gerindra itu, PP No.72/2016 merupakan preseden buruk bagi tata bernegara.
- Apalagi, sebelumnya pemerintah juga sudah membuat utang baru untuk membiaya sejumlah BUMN dalam membangun infrastruktur sejak 2015 lalu.
- Apa yang dilakukan pemerintah terhadap BUMN dengan proyek infrastrukturnya merupakan bentuk fait accompli terhadap pengawasan DPR.
Pengguntingan peran DPR dalam pengawasan terhadap pengalihan kekayaan negara sangat berbahaya. Pemerintah seolah-olah ingin berjalan tanpa kontrol.” PP No.72/2016, lanjut Heri, harus dibatalkan karena sangat berbahaya dan merusak sistem tata negara yang terbuka, demokratis, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Apa bentuk pertanggung jawaban pemerintah terhadap pelaksanaan APBN?
Halo Lee, kakak bantu jawab ya:) Jawaban: Pertanggungjawaban pemerintah terhadap pelaksanan APBN disebut dengan PAN atau Perhitungan Anggaran Negara. PAN ini merupakan salah satu bentuk untuk mengecek anggaran belanja yang telah direalisasikan dan penerimaan yang telah dianggarkan.
Mekanismen pertanggungjawabannya yaitu Pemeriksaan PAN oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR dalam bentuk buku “Hasil Pemeriksaan Tahunan” (buku HAPTAH). Kemudian pertanggungjawaban APBN diteliti DPR melalui komisi APBN dan DPR memberikan pendapat mengenai hasil pemeriksaan BPK tersebut.
Bentuk persetujuan DPR terhadap PAN ditetapkan dalam bentuk undang-undang. Semoga dapat dipahami ya. Semangat terus! Terimakasih sudah menggunakan Roboguru:) –
Apakah APBN dirancang oleh pemerintah bersama dengan DPR?
TAHUN ANGGARAN 2010 – BELANJA NEGARA – ANGGARAN PENDAPATAN 2009 UU NO.47, LN.2009/NO.156, TLN. NO.5075, LL SETNEG : 59 HLM UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2010 – Dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen keempat, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 23/DPD/2009 tanggal 14 Agustus 2009; atas dasar pertimbangan tersebut, perlu membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010.
– Dasar Hukum Undang-undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amendemen Keempat; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; – Dalam Undang-undang ini diatur tentang : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2010 yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2010 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama, baik dalam Pembicaraan Pendahuluan maupun Pembicaraan Tingkat I Pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2010 antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Bagaimana jika rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama?
Kamis, 14 Oktober 2021 | 14:22 WIB Cetak Dibaca: 8657381 Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli DPR dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, Rabu (13/10). Foto Humas/Bayu Guru Besar Hukum Tata Negara FH Unpad I Gde Pantja Astawa, Muhammad Fauzan, dan Yose Rizal Damuri hadir memberikan keterangannya sebagai Ahli DPR, Rabu (13/10). Foto Humas/Bayu JAKARTA, HUMAS MKRI – Undang-Undang sebagai produk legislatif merupakan sharing power DPR dan Presiden. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara FH Unpad, I Gde Pantja Astawa dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Rabu (13/10/2021).
- Sidang lanjutan untuk Perkara Nomor 91, 103, 105, 107/PUU-XVIII/2020 dan Perkara Nomor 4, 6/PUU-XIX/2021.
- Agenda sidang adalah mendengarkan Keterangan Ahli DPR.
- Sidang pleno dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya.
- Undang-Undang sebagai produk legislatif merupakan sharing power DPR dan Presiden.
Artinya, meskipun original power pembentukan undang-undang ada pada DPR, namun Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR,” ujar Astawa di hadapan Pleno Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman. Astawa pun menanggapi pengujian formil Perkara Nomor 91 dan 103/PUU-XVIII/2020.
“Pengujian formil secara teoritis maupun praktik dipergunakan untuk menilai apakah produk legislatif seperti undang-undang, terjelma melalui tata cara prosedur sebagaimana yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ataukah tidak,” jelas Astawa selaku Guru Besar Hukum Tata Negara FH Unpad.
Dengan demikian, lanjut Astawa, pengujian formil berkenaan dengan hal-hal yang bersifat prosedural dalam pembentukan undang-undang. Dalam konteks pengujian formil suatu undang-undang di Indonesia, ungkapnya, secara atributif UUD 1945 menentukan garis besar tentang tata cara atau prosedur pembentukan undang-undang, sebagaimana digariskan dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) juncto ketentuan Pasal 20 UUD.
- Baca juga: UU Cipta Kerja Dituding Jadikan Pendidikan sebagai Ladang Bisnis Sejalan dengan Prosedur UUD 1945 Tata cara yang berkaitan pembahasan rancangan undang-undang, persetujuan dan pengesahan sampai pada pengundangannya diatur dalam ketentuan Pasal 20 ayat (2) sampai ayat (5) UUD 1945.
- Dikatakan Astawa, sepanjang UUD 1945 dijadikan batu uji atau dasar pengujian formil terhadap UU Cipta Kerja, maka tata cara atau prosedur pembentukan UU Cipta Kerja sejalan dengan tata cara atau prosedur yang ditentukan dalam UUD 1945.
“Pertama, inisiatif pengajuan RUU Cipta Kerja berasal dari Presiden. Kedua, RUU inisiatif Presiden itu diajukan kepada DPR untuk dibahas dan disetujui bersama DPR dan Presiden. Ketiga, Presiden yang diberikan kewenangan secara atributif untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja yang telah disetujui bersama menjadi undang-undang tersebut, selanjutnya diundangkan dalam lembaran negara,” papar Astawa.
- Permasalahan muncul ketika para Pemohon mendasari permohonan pengujian UU Cipta Kerja pada UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
- UU P3 itu sendiri merupakan undang-undang organik yaitu undang-undang yang dibentuk atas perintah ketentuan Pasal 22A UUD 1945 yang menyebutkan ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan UU P3 yang dijadikan alas hukum pengajuan permohonan pengujian formil UU Cipta Kerja, kata Astawa, semua pokok permohonan para Pemohon sudah direspon dan dijawab oleh DPR yang telah disampaikan dalam persidangan di MK. Baca juga: MK Gelar Sidang Pengujian UU Cipta Kerja Persetujuan Bersama Presiden dan DPR Selanjutnya Muhammad Fauzan, Ahli DPR untuk Perkara Nomor 107/PUU-XVIII/2020 dan Nomor 6/PUU-XIX/2021.
- Ditegaskan Fauzan, pilihan negara hukum secara tegas telah dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945 yang menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
- Sebagai konsekuensi negara hukum, maka segala aktivitas masyarakat, termasuk di dalamnya penyelenggaraan kekuasaan negara.
Baik yang meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif harus berlandaskan atas hukum,” ucap Fauzan selaku pakar hukum tata negara. Baca juga: 15 Badan Hukum Perbaiki Permohonan Uji UU Cipta Kerja Disampaikan Fauzan, tindakan atau perbuatan yang dilaksanakan oleh masyarakat atau kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara kekuasaan negara, apakah telah sesuai dengan hukum, maka mekanisme yang ditempuh adalah melalui pengujian kepada lembaga peradilan.
- Sebagaimana diketahui, kekuasaan negara di bidang legislatif, sering dipahami sebagai kekuasaan dalam pembentukan undang-undang.
- Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 secara tegas menyatakan DPR memegang kekuasaan pembentuk undang-undang.
- Namun demikian, jika dilihat dari proses pembentukan sebuah undang-undang, maka diperlukan adanya kolaborasi, kerja sama antara Presiden dengan DPR.
“Hal tersebut dapat disimpulkan dalam ketentuan Pasal 20 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) UUD NRI Tahun 1945, bahwa setiap RUU harus dibahas bersama antara DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Jika RUU tidak mendapat persetujuan bersama, maka RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR pada masa itu,” urai Fauzan yang juga menjelaskan bahwa pengusulan RUU dapat diajukan oleh dua lembaga, baik Presiden maupun DPR.
Baca juga: Federasi dan Pekerja Industri Ujikan Proses Pembentukan UU Cipta Kerja Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi Sementara itu Ahli DPR, Yose Rizal Damuri hadir menanggapi permohonan Perkara 105/PUU-XVIII/2020 dan No.4/PUU-XIX/2021. Dijelaskan Yose, peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan hal penting seperti diamanatkan dalam UUD 1945.
Kesejahteraan yang lebih baik hanya bisa terjadi kalau aktivitas ekonomi memberikan manfaat yang cukup. “Ternyata kita masih mempunyai tantangan yang cukup luas dan berat sekali untuk memberikan aktivitas ekonomi yang memberikan manfaat ekonomi yang cukup untuk masyarakat Indonesia.
Terutama angkatan kerja di Indonesia,” jelas Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) tersebut. Baca juga: Federasi Serikat Pekerja Tekstil Gugat UU Cipta Kerja Berikutnya, Yose memberikan gambaran kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Sebagian besar angkatan kerja di Indonesia adalah pekerja-pekerja yang bekerja di sektor informal, yang bisa dibagi lagi bahwa sebagian besar adalah pekerja-pekerja yang tidak terikat dalam kontrak, ataupun yang tidak mempunyai kejelasan.
Jumlah mencapai 27,4 juta orang pada 2018, di antaranya sebanyak 15 juta orang adalah pekerja keluarga yang sering tidak mendapat upah. “Begitu juga 18 persen atau 24 juta orang pada 2018 adalah orang-orang yang memiliki usaha kecil-kecilan, usaha perorangan yang tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi,” ungkap Yose.
Selain itu, kata Yose, dapat melihat karakteristik ketenagakerjaan Indonesia, terutama untuk pekerja-pekerja informal yang berpenghasilan rendah. Para pekerja informal sebagian besar adalah pekerja sendirian dan terpaksa melakukan wira usaha. Sedangkan penghasilan pengusaha informal pada 2018 hanya sekitar Rp1,7 juta per bulan.
Sementara yang bekerja sebagai pekerja informal, hanya mendapat Rp1,3 juta per bulan. Baca juga: Ahli Pemerintah: UU Cipta Kerja, Kebijakan untuk Antisipasi Dampak Negatif Era Globalisasi Sebagaimana diketahui, para Pemohon Perkara 91/PUU-XVIII/2020 Hakimi Irawan Bangkid Pamungkas, dkk.
Melakukan pengujian formil UU No.11/2020. Mereka mendalilkan, alasan Mahkamah Konstitusi memberikan tenggat 45 hari suatu undang-undang dapat diuji secara formil ke Mahkamah Konstitusi, adalah untuk mendapatkan kepastian hukum secara lebih cepat atas status suatu Undang-Undang apakah dibuat secara sah atau tidak.
Sebab pengujian secara formil akan menyebabkan Undang-Undang batal sejak awal. Sementara para Pemohon Perkara 103/PUU-XVIII/2020 adalah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), diwakili oleh Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardian. Mereka melakukan pengujian formil UU No.11/2020 dan pengujian materiil UU No.11/2020 antara lain Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 59, Pasal 61, Pasal 61A, Pasal 66, dan Pasal 88.
- Sedangkan para Pemohon Perkara 105/PUU-XVIII/2020 adalah Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia dan 12 Pemohon lainnya.
- Mereka melakukan pengujian formil dan pengujian materiil UU No.11/2020 antara lain Bab IV Bagian Kedua: 1) Pasal 81 angka 1 (Pasal 13 ayat (1) huruf c UU No.13/2003) mengenai pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja perusahaan.
Selain itu Pasal 81 angka 2 (Pasal 14 ayat (1) UU 13/2003) bahwa lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Sementara permohonan Perkara Nomor 107 PUU-XVIII/2020 diajukan oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama 14 Pemohon lainnya.
Para Pemohon juga melakukan pengujian formil UU Cipta Kerja. Menurut para Pemohon, UU Cipta Kerja bertentangan dengan syarat formil pembentukan undang-undang dalam tahap perencanaan. UU Cipta Kerja bertentangan dengan asas keterbukaan. Berikutnya, permohonan Nomor 4/PUU-XIX/2021 diajukan R. Abdullah selaku Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia serta 662 Pemohon lainnya.
Permohonan ini memecahkan rekor sebagai permohonan dengan Pemohon terbanyak sepanjang sejarah pengujian UU di MK. Para Pemohon mengajukan pengujian formil dan materiil terhadap UU Cipta Kerja. Kemudian para Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2021 Riden Hatam Aziz dkk melakukan pengujian formil UU Cipta Kerja.
Menurut para Pemohon, pembentukan UU Cipta Kerja tidak mempunyai kepastian hukum. Secara umum pembentukan UU a quo cacat secara formil atau cacat prosedur. Untuk itulah, dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan membatalkan keberlakuan UU tersebut.
(*) Penulis: Nano Tresna Arfana/Lulu A. Editor: Lulu Anjarsari P Humas: Raisa Ayudhita
Mengapa kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan pemerintah dalam hal penetapan APBN?
kemukaan alasan mengapa kedudukan dpr lebih kuat dari kedudukan pemerintah dalam hal penetapan Penjelasan: Kedudukan DPR dalam hal APBN ini lebih menonjol dibandingkan dengan kedudukan Presiden karena apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, Pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu, Fungsi pengawasan adalah fungsi DPR dalam melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan oleh Presiden (pemerintah).
Apa yang akan terjadi jika pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan APBN yang berlaku?
APBN sebagai pedoman untuk merencanakan kegiatan pada tahun bersangkutan. Apa yang akan terjadi – Brainly.co.id Jawaban: APBN sebagai pedoman untuk merencanakan kegiatan pada tahun bersangkutan. yang akan terjadi jika pelaksanaan kegiatan tidak sesuai APBN yang berlaku yaitu maka kegiatan tersebut akan dihentikan sementara.
Penjelasan: Salah satu fungsi APBN adalah sebagai alat untuk melakukan pengawasan terhdap kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan aliran dana dari APBN, jadi jika kegiatan tersebut tidak sesuai dengan rencana yang ada, maka pemerintah berhak untuk menghentikan kegiatan tersebut, salah satu contoh kegiatan yang dihentikan yaitu proyek wisma atlet Hambalang.Pelajari lebih lanjut materi tentang tujuan penyusunan APBN #BelajarBersamaBrainly
: APBN sebagai pedoman untuk merencanakan kegiatan pada tahun bersangkutan. Apa yang akan terjadi – Brainly.co.id
Siapa yang berhak memberi pertimbangan pada DPR dalam penetapan APBN?
Situs Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia – DPR RI 19-01-2017 / KOMISI XI Presiden Joko Widodo dinilai telah memotong hak konstitusional DPR untuk melakukan pengawasan terhadap kekayaan negara yang ada di BUMN. Pasalnya, Presiden telah merevisi PP No.44/2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dengan mengeluarkan PP No.72/2016.
PP baru itu inkonstitusional dan menabrak banyak UU. Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan memaparkan, PP No.72/2016 ternyata melonggarkan tata cara penyertaan modal negara dan pengalihan kekayaan negara pada BUMN tanpa melalui persetujuan DPR. PP ini membolehkan pemerintah memindahkan dan mengubah kekayaan negara tanpa melalui mekanisme APBN dan persetujuan DPR.
“Semua hal yang terkait dengan masalah keuangan dan kekayaan negara merupakan obyek APBN, yang pembahasannya sesuai dengan UUD 1945 Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3),” tandas Heri dalam rilisnya, Kamis (19/1). Dalam pasal 23 UUD NRI Tahun 1945 disebutkan, APBN merupakan pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun untuk kemakmuran rakyat.
- RUU APBN ini diajukan Presiden untuk dibahas bersama DPR dan memperhatikan pertimbangan DPD.
- Apabila DPR tak menyetujui APBN yang diusulkan Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun sebelumnya.
- Sebagai obyek APBN, setiap bentuk pengambilalihan atau perubahan status kepemilikan saham yang termasuk kekayaan negara harus mendapatkan persetujuan DPR.
Itu juga merupakan ketentuan UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pemerintah tidak bisa seenaknya merusak mekanisme ketatanegaraan dengan menyusun aturan yang bertentangan dengan undang-undang dan bahkan konstitusi,” ungkapnya.
Dikatakan Anggota F-Gerindra itu, PP No.72/2016 merupakan preseden buruk bagi tata bernegara. Apalagi, sebelumnya pemerintah juga sudah membuat utang baru untuk membiaya sejumlah BUMN dalam membangun infrastruktur sejak 2015 lalu. “Apa yang dilakukan pemerintah terhadap BUMN dengan proyek infrastrukturnya merupakan bentuk fait accompli terhadap pengawasan DPR.
Pengguntingan peran DPR dalam pengawasan terhadap pengalihan kekayaan negara sangat berbahaya. Pemerintah seolah-olah ingin berjalan tanpa kontrol.” PP No.72/2016, lanjut Heri, harus dibatalkan karena sangat berbahaya dan merusak sistem tata negara yang terbuka, demokratis, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam kondisi yang bagaimanakah APBN dinyatakan seimbang?
Presentasi berjudul: “IPS EKONOMI APBN DAN APBD AMBAR TRIWIDIASTUTI A.210.110.049.”— Transcript presentasi: – 1 IPS EKONOMI APBN DAN APBD AMBAR TRIWIDIASTUTI A 2 MOTIVASI TUJUAN PEMBELAJARAN MATERI KASUS KESIMPULAN REFLEKSI PENUTUP 3 MOTIVASI 4 Dapat menjelaskan pengertian keuangan negara TUJUAN PEMBELAJARAN Dapat menjelaskan pengertian keuangan negara Dapat mendiskusikan unsur-unsur keuangan negara Dapat menjelaskan anggaran pendapatan dan belanja negara 5 A.
- EUANGAN NEGARA 1.
- PENGERTIAN KEUANGAN NEGARA adalah pembelanjaan-pembelanjaan dan penerimaan yang dilakukan oleh rumah tangga negara (RTN untuk melaksanakan tugasnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat 6 2.
- UNSUR KEUANGAN NEGARA SUMBER PENERIMAAN NEGARA Pajak (TAX) Penerimaan bukan pajak Pinjaman atau utang Penciptaan uang Bantuan luar negeri 7 2.
Pengeluaran atau pembelanjaan negara Pembelanjaan rutin Pembelanjaan bangunan 8 B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Budget) pengertian, tujuan dan fungsi APBN Pengertian APBN Tujuan APBN Fungsi APBN 9 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah suatu daftar atau penjelasan yang terinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun).10 Tujuan APBN adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam melaksanakan kegiatan produksi dan kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan perekonomian 11 Fungsi pokok APBN sebgai berikut.1) Menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa dan masyarakat, karena memuat seluruh kebijakan publik.2) Menjadi pedoman dalam menyusun APBN, karena memuat arah seluruh kebijakan pembangunan nasional dalam setahun.3) Menciptakan kepastian kebijakan, karena merupakan komitmen bangsa yang ditetapkan bersama oleh eksekutif dan legislatif.12 2.
- Prinsip, Asas, dan Cara Penyusunan APBN 13 Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara, serta sewa atas penggunaan barang-barang milik negara.
- Penutupan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan denda yang telah dijanjikan.14 2.
Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produksitifitas ditingkatkan 1. Kemandirian artinya sumber penerimaan dalam negeri semakin ditingkatkan 2. Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produksitifitas 3. Penajaman prioritas pembangunan.15 APBN disusun oleh pemerintah dalam bentuk rencana APBN disusun oleh pemerintah dalam bentuk rencana.
- Rencana tersebut diajukan kepada DPR, selanjutnya DPR membahas RAPBN dalam maa sidang.
- Sesudah RAPBN disetujui oleh DPR, RAPBN kemudian diterapkan menjadi APBN melalui undang-undang.
- Apabila RAPBN tidak disetujui, pemerintah menggunakan APBN sebelumnya.
- Agar pelaksanaan APBN sesuai dengan rencana, maka dikeluarkan keputusan presiden tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja.16 3.
Sumber Penerimaan dan Penerimaan APBN Penerimaan dalam negeri Penerimaan pembangunan 17 4. Keseimbangan APBN APBN dikatakan seimbang apabila jumlah pendapatan negara dapat menutup semua belanja negara yang direncanakan. APBN dinyatakan defisit apabila pendapatan negara lebih kecil daripada pengeluaran negara sehingga ditutup dengan pinjaman atau dengan cara lain.
APBN dikatak surplus apabila pendapatan negara lebih besar dari pada pengeluaran negara.18 5. Utang Negara Utang dalam negeri biasanya melalui bank sentral dan dunia perbankan tidak menimbulkan persoalan. Karena pada akhirnya yang berhutang dan berpiutang adalah bangsa indonesia yang sama. Lain halnya dengan hutang luar negeri karena pelunasannya memerlukan valuta asing.
Dalam rangka pembiayaan pembangunan nasional (pelita), setiap tahun pemerintah indonesia megajukan pinjaman luar negeri melalui Intergoven Mental Groups of Indonesia (CGGI), yang kemudian diubah menjadi Consultative Government for Indonesia yang berpusat di Paris, Perancis.19 6.
Pengawasan Negara Badan pemeriksa keuangan selaku instansi tertinggi sesuai dengan pasal 23 ayat 5 Pengawasan intern pada tingkat eksekutif dijalankan oleh Direktur Jendral pengawasan keuangan negara atas nama menteri keuangan Dalam lingkungan departemen masing-masing, pengawasan intern dilakukan oleh Inspektorat Jenderal yang dibentuk berdasarkan Kep.
Pres. No.25/1974. Khusus untuk program dan proyek-proyek pembangunan dibentuk BPKP 20 KASUS DAN SOAL Apa yang dibahas dalam keuangan negara? Sebutkan tiga jenis kewajiban pemerintah terhadap penyelenggaraan negara? Mengapa dikatakan APBN mengatur keuangan negara? Apa saja yang menjadi sumber dan pembelanjaan rutin dalam keuangan negara? Sebutkan prinsip dan asas penyusunan APBN! 21 KESIMPULAN APBN adalah suatu daftar atau penjelasan yang terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk jangka waktu tertentu.
Siapa yang menyetujui APBD?
Pasal 1 – Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
- Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
- Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
- Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
- Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
- Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
- Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
- Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
- Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
- Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
- Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
- Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
- Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pasal 2 Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :
- hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
- kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
- Penerimaan Negara;
- Pengeluaran Negara;
- Penerimaan Daerah;
- Pengeluaran Daerah;
- kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
- kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
- kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Pasal 3 (1 ) Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. (2) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.
(3) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (4) APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. (5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
(6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD. (7) Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
- 8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.
- Pasal 4 Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Pasal 5 (1) Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang Rupiah. (2) Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai de- ngan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.
- dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
- dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
- diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
- tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 7 (1) Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara. (2) Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap tahun disusun APBN dan APBD.
Pasal 8 Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang; f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara; g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pasal 9 Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut :
- menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
- menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
- melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
- mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pasal 10 (1) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c :
- dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD;
- dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
(2) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :
- menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
- menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
- melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
- melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
- menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(3) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:
- menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
- melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
- mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
BAB III PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN Pasal 11 (1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang. (2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. (3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah,
4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelak- sanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. (5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Pasal 12 (1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. (3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 13 (1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. (3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Pasal 14 (1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya. (2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. (4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 15 (1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilak- sanakan. (5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya. BAB IV PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD Pasal 16 (1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. (3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. (4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Pasal 17 (1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. (3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
- 4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
- Pasal 18 (1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. (3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Pasal 19 (1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya. (2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. (4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
- 5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
- 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 20 (1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. (2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
- 3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
- 4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. (6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
BAB V HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN BANK SENTRAL, PEMERINTAH DAERAH, SERTA PEMERINTAH/LEMBAGA ASING Pasal 21 Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Pasal 22 (1) Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. (3) Pemberian pinjaman dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain dengan persetujuan DPRD.
Pasal 23 (1) Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR. (2) Pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diteruspinjam-kan kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan Negara/ Perusahaan Daerah.
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN NEGARA, PERUSAHAAN DAERAH, PERUSAHAAN SWASTA, SERTA BADAN PENGELOLA DANA MASYARAKAT Pasal 24 (1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.
- 2) Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.
- 3) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara.
- 4) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah.
(5) Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah mendapat persetujuan DPR. (6) Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan daerah setelah mendapat persetujuan DPRD. (7) Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR.
Pasal 25 (1) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat. (2) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berlaku bagi badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari pemerintah. BAB VII PELAKSANAAN APBN DAN APBD Pasal 26 (1) Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
- 2) Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
- Pasal 27 (1) Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
- 2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah Pusat.
(3) Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
- perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
- perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
- keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;
- keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
(4) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. (5) Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
- Pasal 28 (1) Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
- 2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah.
(3) Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
- perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
- keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja.
- keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
(4) Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia angga- rannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. (5) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun angga- ran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk menda- patkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
- Pasal 29 Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara.
- BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN DAN APBD Pasal 30 (1) Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Pasal 31 (1) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Peme- riksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
- 2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
- Pasal 32 (1) Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
(2) Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 33 Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diatur dalam undang-undang tersendiri.
BAB IX KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF, DAN GANTI RUGI Pasal 34 (1) Menteri/Pimpinan lembaga /Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
(2) Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
3) Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 35 (1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
(2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan. (3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.
- 4) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai perbendaharaan negara.
- BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 36 (1) Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.
Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. (2) Batas waktu penyampaian laporan keuangan oleh pemerintah pusat/pemerintah daerah, demikian pula penyelesaian pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat/ pemerintah daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31, berlaku mulai APBN/APBD tahun 2006.
- Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860);
- Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl.1927 Nomor 419 jo. Stbl.1936 Nomor 445;
- Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl.1933 Nomor 381;
sepanjang telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 38 Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang-undang ini sudah selesai selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan. Pasal 39 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Mengapa perlu adanya fungsi stabilisasi?
Fungsi Stabilisasi – Fungsi stabilisasi ini digunakan pemerintah untuk menstabilkan keadaan ekonomi negara agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, pada saat terjadi inflasi, harga barang dan jasa cenderung naik. Maka, pemerintah dapat menstabilkan perekonomian dengan cara menaikan pajak agar jumlah uang yang beredar dapat dikurangi dan harga-harga dapat kembali turun.