Kisah Wali Songo Sunan Kudus, Dakwah dengan Cara Jalan Damai Jakarta – adalah salah satu wali songo di tanah Jawa yang tetap menghormati budaya setempat. Penghormatannya terhadap budaya dicirikan dengan masjid peninggalannya di Kudus. Sunan Kudus memiliki nama asli Ja’far Sodiq.
- Ia wali keturunan Arab dari ayahnya Raden Utsman Haji dan Ibunya Nyai Anom Manyuran.
- Diketahui ibunya merupakan putri Sunan Ampel.
- Melansir dari buku Sunan Kudus Sang Panglima Perang, ayahnya merupakan senopati Kerajaan Demak yang gugur dalam pertempuran melawan serangan Kerajaan Majapahit.
- Sunan Kudus lalu menggantikan posisi ayahnya.
Jabatannya itulah yang memperkuat perluasan penyebaran agama Islam. Dikutip dari jurnal Indo-Islamika UIN Jakarta, Sunan Kudus menerapkan metode dakwah bil-hal atau perbuatan nyata dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Tengah. Pada waktu itu masyarakat menganut agama Hindu-Budha.
- Secara keseluruhan, menggunakan empat pendekatan dalam menyebarkan agama Islam.
- Pertama, Sunan Kudus melakukan pendekatan secara perlahan yakni membiarkan adat istiadat yang ada di masyarakat dan mulai mengubahnya sedikit-demi sedikit.
- Dia juga mengedepankan jalan damai dan menghindari perpecahan selama berdakwah.
Kedua, Sunan Kudus menghormati masyarakat Hindu untuk menarik perhatian mereka. Salah satunya dengan memberikan larangan untuk tidak menyembelih sapi. Pada waktu itu sapi merupakan hewan yang disucikan oleh masyarakat setempat. Larangan ini berawal dari cerita saat Sunan Kudus mendatangkan sapi dari India.
Datangnya sapi itu membuat warga penasaran dan berbondong-bondong mendatangi Sunan Kudus. Mereka mengira sapi itu akan disembelih di hadapan mereka. Namun, ternyata itu merupakan salah satu strategi menarik masyarakat untuk memeluk Islam. Saat masyarakat sudah berkumpul, Sunan Kudus menceritakan bahwa dulu ia hampir mati karena kehausan.
Lalu datanglah sapi menyusuinya. Setelah itu ia mengatakan kepada masyarakat supaya tidak menyakiti sapi apalagi sampai menyembelihnya. Hal itu membuat masyarakat semakin tertarik padanya. Klik halaman selanjutnya : Kisah Wali Songo Sunan Kudus, Dakwah dengan Cara Jalan Damai
Contents
Bagaimana cara dakwah Sunan Kudus?
Cara Dakwah Sunan Kudus Hingga Mendapat Julukan Wali Al’ilmi – Sunan Kudus atau yang memiliki nama Asli Ja’far Sadiq merupakan salah satu anggota Walisongo dan memiliki peranan penting dalam penyebaran Islam di tanah Jawa. Sewaktu kecil, Sunan Kudus dipanggil dengan Raden Untung atau sering juga dipanggil Raden Amir Haji.
- Hal ini karena ketika beliau berangkat haji di tanah Suci, beliau menjadi pemimpin rombongan atau kepala rombongan.
- Ayahanda Sunan Kudus bernama Raden Usman Haji dan menjadi seorang pendakwah ISLAM di daerah desa Jipang, Panolan, Blora, Jawa Tengah.
- Cara dakwah Sunan Kudus sangat lah luar biasa mengingat dirinya sebagai walisongo yang memiliki ilmu paling tinggi dan wawasan paling luas.
Luasnya keilmuwan dan wawasan beliau inilah yang membuat Sunan Kudus dijuluki Wali Al’ilmi yang artinya orang yang luas ilmunya. Saking terkenalnya Sunan Kudus dengan tingginya ilmu tersebut maka begitu banyak santri dari seluruh nusantara untuk mengikuti cara dakwah Sunan Kudus.
Selain menyebarkan Islam dengan cara dakwah Sunan Kudus yang cukup unik, beliau juga berperan sebagai panglima Angkatan Perang Kerajaan Islam Demak yang tangguh. Dari sejarah walisongo, Sunan Kudus pernah berlayar ke Baitul Makdis di Palestina dan berjasa memberantas penyakit yang menelan banyak korban jiwa di sana.
Sekembalinya ke pulau Jawa ia mendirikan sebuah masjid di Loran pada tahun 1549. Masjid tersebut kemudian diberi nama Masjid al-Aqsa atau al-Manar atau yang berarti Masjid Menara Kudus. Itulah u daerah di sekitar masjid menara tersebut dinamai dengan ‘KUDUS’. Nama ini sebenarnya diambil dari nama daerah di kota Palestina yaitu Al Quds.
Cara dakwah Sunan Kudus sendiri menggunakan pendekatan budaya. Hal itu terbukti dengan diciptakannya berbagai cerita yang bernafaskan keagamaan, seperti Gending Maskumambang dan Mijil. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 dan dimakamkan di daerah Kudus, Jawa Tengah. Dari gending-gending inilah yang akhirnya dikenang masyarakat melalui lirik dan syair yang sarat akan nasehat, sarat akan norma dan nilai yang berlaku dalam Islam.
Dengan menyebarnya gending ini seiring pula dengan bertambahnya penganut agama Islam. Demikian cara dakwah Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam di nusantara. Semoga bermanfaat.
Bagaimana metode dakwah yang dilakukan Sunan Kudus untuk mengambil hati masyarakat Jawa?
Perjalanan Dakwah Sunan Kudus, Wali yang Ajarkan Akulturasi Budaya Hindu dengan Islam AKURAT.CO, Sunan Kudus adalah satu di antara anggota Wali Songo yang sukses membumikan Islam di nusantara. Nama aslinya adalah Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan putra dari Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, yang tak lain adalah seorang panglima perang Kesultanan Demak.
- Sementara itu Sunan Kudus mempunyai istri yang merupakan adik dari Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang yang sama-sama berguru kepada Sunan Ampel.
- Di masa pengembaraan mencari ilmu, Sunan Kudus juga berguru kepada Kiai Telingsing, seorang ulama yang berasal dari daratan China.
- Berkat kecerdasan dan kedalaman ilmu yang dimilikinya, Sunan Kudus mendapat jabatan strategis di Kesultanan Demak.
Ia menjadi seorang penasihat raja, qadhi, panglima perang, mufti, imam besar, mursyid tarekat. Ajaran Islam yang disebarkan di wilayah Kudus, Jawa Tengah kala itu tidaklah mudah. Ia harus berhadapan dengan masyarakat Jawa yang kental dengan agama Hindu dan Buddha yang sudah lebih dahulu masuk.
- Sunan Kudus harus memutar otak untuk menemukan cara memperkenalkan Islam kepada masyarakat saat itu.
- Uncinya, dakwah yang dilakukan harus dengan metode yang baik, halus, tidak memaksa sehingga banyak masyarakat yang berhasil memeluk Islam.
- Melihat kondisi sosial masyarakat Kudus yang saat itu masih kuat dengan ajaran Hindu dan Buddha, Sunan Kudus mulai mencoba menarik perhatian masyarakat.
Salah satu usaha yang dilakukannya adalah dengan membangun sebuah masjid yang memiliki arsitektur mirip dengan agama Hindu. Hasilnya, saat itu banyak masyarakat yang mulai penasaran dengan ajaran Sunan Kudus dan perlahan mulai terpengaruh dengan Islam.
- Tidak hanya itu, dalam masjid yang diberi nama Masjid Al-Aqsha tersebut dibuatkan delapan titik pancuran untuk berwudu.
- Uniknya, pancuran tersebut dilengkapi arca Kebo Gumarang yang sangat dijunjung tinggi masyarakat.
- Perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam juga dengan strategi pendekatan sosial dari hati ke hati tidak hanya dengan simbolisasi bangunan.
Sunan Kudus ketika mengajarkan kurban di masyarakat saat itu melarang pengikutnya menyembelih sapi. Hal itu karena sapi adalah binatang yang dianggap sakral oleh masyarakat Hindu. Akhirnya, ajaran tersebut masih dilestarikan sampai saat ini di Kudus. Sementara dalam menyikapi ritual-ritual agama Hindu, Sunan Kudus memasukkan nilai-nilai Islam.
- Saat ritual mitoni (syukuran tujuh bulan memperingati seorang ibu yang tengah hamil) misalnya, ditekankan agar rasa syukur hanya ditujukan kepada Allah bukan kepada dewa-dewa.
- Emudian, hewan ternak yang dikurbankan, yang semula ditujukan sebagai sesajen kemudian diubah menjadi sebuah hidangan syukuran dan dibagikan kepada masyarakat dengan niat sedekah.
Metode dakwah dengan lemah lembut yang dilakukan Sunan Kudus terbukti sukses mengambil hati masyarakat Jawa kala itu. Sunan Kudus mengajarkan kepada kita arti pentingnya toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu ajaran yang diwariskan Sunan Kudus adalah Gusjigang yang berarti Bagus, Ngaji dan Dagang.
Bagaimana pendekatan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam?
Kisah Wali Songo Sunan Kudus, Dakwah dengan Cara Jalan Damai Jakarta – adalah salah satu wali songo di tanah Jawa yang tetap menghormati budaya setempat. Penghormatannya terhadap budaya dicirikan dengan masjid peninggalannya di Kudus. Sunan Kudus memiliki nama asli Ja’far Sodiq.
Ia wali keturunan Arab dari ayahnya Raden Utsman Haji dan Ibunya Nyai Anom Manyuran. Diketahui ibunya merupakan putri Sunan Ampel. Melansir dari buku Sunan Kudus Sang Panglima Perang, ayahnya merupakan senopati Kerajaan Demak yang gugur dalam pertempuran melawan serangan Kerajaan Majapahit. Sunan Kudus lalu menggantikan posisi ayahnya.
Jabatannya itulah yang memperkuat perluasan penyebaran agama Islam. Dikutip dari jurnal Indo-Islamika UIN Jakarta, Sunan Kudus menerapkan metode dakwah bil-hal atau perbuatan nyata dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Tengah. Pada waktu itu masyarakat menganut agama Hindu-Budha.
Secara keseluruhan, menggunakan empat pendekatan dalam menyebarkan agama Islam. Pertama, Sunan Kudus melakukan pendekatan secara perlahan yakni membiarkan adat istiadat yang ada di masyarakat dan mulai mengubahnya sedikit-demi sedikit. Dia juga mengedepankan jalan damai dan menghindari perpecahan selama berdakwah.
Kedua, Sunan Kudus menghormati masyarakat Hindu untuk menarik perhatian mereka. Salah satunya dengan memberikan larangan untuk tidak menyembelih sapi. Pada waktu itu sapi merupakan hewan yang disucikan oleh masyarakat setempat. Larangan ini berawal dari cerita saat Sunan Kudus mendatangkan sapi dari India.
- Datangnya sapi itu membuat warga penasaran dan berbondong-bondong mendatangi Sunan Kudus.
- Mereka mengira sapi itu akan disembelih di hadapan mereka.
- Namun, ternyata itu merupakan salah satu strategi menarik masyarakat untuk memeluk Islam.
- Saat masyarakat sudah berkumpul, Sunan Kudus menceritakan bahwa dulu ia hampir mati karena kehausan.
Lalu datanglah sapi menyusuinya. Setelah itu ia mengatakan kepada masyarakat supaya tidak menyakiti sapi apalagi sampai menyembelihnya. Hal itu membuat masyarakat semakin tertarik padanya. Klik halaman selanjutnya : Kisah Wali Songo Sunan Kudus, Dakwah dengan Cara Jalan Damai
Apa yang dilakukan Sunan Kudus?
Sunan Kudus merupakan salah satu dari Wali Sembilan atau Walisongo yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Nama asli dari Sunan Kudus adalah Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan, Beliau merupakan putra dari Sunan Ngudung yang atau terkenal dengan nama Raden Usman Haji,
Ibu dari Sunan Kudus yaitu Syarifah. Sunan Kudus bukan asli orang Kudus tapi mampu menjadi tokoh di Kudus karena ketulusannya dan kehebatannya dalam menyiarkan agama Islam kepada masyarakat Kudus yang pada zaman dulu masih banyak beragama Hindu dan Buddha. Sejak kecil, Sunan Kudus sering dipanggil dengan nama Ja’far Shodiq sebagai nama lainnya.
Bahkan sampai sekarang pun beliau masih dikenal dengan nama Ja’far Shodiq. Beliau dilahirkan di daerah Jipang Panolan yang sekarang ini berada di sebelah utara kota Blora pada tahun 1500 Masehi. – Sejak kecil sampai masa remaja, Ja’far Shodiq mempelajari agama dengan digurui oleh ayahnya sendiri (Sunan Ngudung),
- Ja’far Shodiq belajar karena sejak kecil beliau berkeinginan untuk menyiarkan agama Islam.
- Selain belajar dengan ayahnya sendiri, Ja’far Shodiq juga belajar kepada Kyai Telingsing dan Sunan Ampel.
- Yai Telingsing merupakan ulama China yang datang ke tanah Jawa bersama Cheng Hoo ( Laksamana Jendral dari China ).
Mereka ingin menyebarkan agama Islam juga dan membuat tali persaudaraan dengan orang Jawa. Selain belajar agama, Ja’far Shodiq juga belajar ilmu-ilmu lain. Seperti ilmu kemasyarakatan, politik, budaya, seni dan perdagangan. Pada zaman dulu, China sudah terkenal maju sehingga orang-orang China diperbolehkan masuk ke kawasan Nusantara dengan harapan untuk mengajarkan hal-hal yang bersifat berkembang dan penting dalam masa depan.
- Semenjak Ja’far Shodiq berguru dengan Kyai Telingsin, beliau telah memiliki kepribadian yang tekun, disiplin dan tegas dalam mengambil suatu tindakan dan beliau juga menjadikan hasil belajarnya ini untuk bekal dalam menyiarkan Agama Islam suatu hari nanti,
- Salah satu keinginan Raden Ja’far Shodiq adalah berdakwah menyebarkan agama Islam di tengah-tengah masyarakat yang masih beragama Hindu dan Buddha.
Kehebatan Sunan Kudus saat Menjadi Senopati Ayah Raden Ja’far Shodiq merupakan Senopati Demak yang memiliki misi untuk memperluas wilayah kerajaan Demak, Suatu hari, Sunan Ngudung gugur dalam pertempuran yang sengit antara pasukannya dengan Raden Husain atau Adipati Terung dari Majapahit.
Emudian Ja’far shodiq sebagai putra dari Sunan Ngudung menggantikan posisi ayahnya untuk meneruskan misi dari kerajaan Demak, Sebagai senopati kerajaan D emak pada saati itu, Ja’far Shodiq mampu membuktikan kehebatannya berperang di medan perang saat melawan Majapahit. Kehebatannya tersebut juga tidak kalah dengan kehebatan ayahnya dulu,
Misalnya, sebelum perang, Ja’far shodiq diberi sebuah badong sakti (rompi) oleh sunan G unung J ati untuk membantu Ja’far Shodiq dalam melawan musuh di medan perang. Saat peperangan, badong sakti tersebut mengeluarkan jutaan tikus ganas dan sakti untuk melawan Majapahit.
- Esaktian dari tikus itu adalah tidak mati jika dipukul, bahkan saat dipukul maka tikus itu semakin ganas.
- Hal tersebut membuat Pasukan majapahit ketakutan sehingga mereka melarikan diri dari kerumunan tikus-tikus sakti,
- Selain badong, Ja’far shodiq juga mempunyai sebuah peti yang mengeluarkan jutaan lebah yang sangat ganas,
Sehingga b anyak prajurit M ajapahit yang tewas disengat lebah sakti, Akhirnya, A dipati T erung sebagai pemimpin pasukan majapahit menyerah pada pasukan Ja’far Shodiq. Setelah k esuksesannya mengalahkan pasukan M ajaphit, Ja’far Shodiq dihormati oleh kerajaan Demak dan diberikan kewenangan untuk bebas melakukan apa saja sebagai hadiah,
Sunan Kudus menggunakan kesempatan ini untuk mewujudkan keinginannya berdakwah menyebarkan agama Islam. Ja’far Shodiq kemudian meninggalkan kerajaan D emak karena Ja’far Shodiq ingin hidup merdeka dan memb h aktikan seluruh hidupnya demi kepentingan agama I slam. Cara Ja’far Shodiq Menyebarkan Agama Islam di Kudus Setelah mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan dari kerajaan Demak, Ja’far Shodiq pergi menuju ke Kota Kudus,
Pada saat menginjak di kota Kudus, keadaan Kota Kudus sudah ada yang masuk ke agama Islam. Ternyata sebelum beliau masuk ke kota Kudus, Kyai Telingsin sudah menyebarkan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya. Ja’far Shodiq masuk ke Kota Kudus bersama dengan santri-santrinya dari Demak.
Santri Sunan Kudus dari demak adalah mantan prajurit perang yang dipimpinnya dahulu. Setelah sampai di Kudus, Ja’far Shodiq bersama santrinya membangun masjid sebagai tempat ibadah dan pusat peny e baran agama. Masjid yang dibangun oleh Ja’far shodiq adalah M asjid M enara K udus yang masih berdiri hingga kini.
Masjid Menara Kudus ini didirikan pada tahun 956 H ijriyah yang bertepatan dengan 1549 M asehi, Pada saat itu, masyarakat kudus masih banyak yang menganut agama Hindu dan Buddha meskipun sebagian ada yang sudah beragama Islam. Dengan adanya hal seperti itu, Sunan Kudus berusaha mengajarkan toleransi beragama kepada umat Hindu.
Salah satu bentuk toleransi Ja’far Shodiq adalam menghormati Sapi yang disucikan oleh umat Hindu. Pada hari Qurban, Ja’far Shodiq tidak menyembelih Sapi dan hanya menyembelih Kerbau. Hal itu membuat umat Hindu benar-benar tersentuh dengan hal yang dilakukan Ja’far Shodiq. Sehingga para umat Hindu langsung tertarik masuk ke agama Islam.
Setelah Ja’far Shodiq berhasil membujuk umat H indu memeluk agama I slam, Sunan Kudus bermaksud me mbujuk umat Buddha untuk memeluk agama I slam juga. Ja’far Shodiq menggunakan cara unik untuk menarik umat Buddha agar masuk agama Islam. Di masjid yang sudah berdiri, Ja’far Shodiq membuat padasan wudhu (tempat berwudhu), dengan pancuran yang berjumlah delapan buah,
Pada m asing-masing pancuran, diberi sebuah arca yang diletakkan di atas padasan tersebut, Hal itu dilakukan Sunan Kudus agar beliau berhasil menarik simpati umat Buddha, Jarena Ja’far Shodiq mengetahui delapan ajaran yang di ajarkan dalam agama Buddha. Delapan ajaran tersebut dikenal dengan nama Asta Sanghika Marga.
Isi ajaran Asta Sanghika Marga adalah ” seseorang harus memiliki pengetahuan yang benar, mengambil keputusan yang benar, berkata yang benar, bertindak atau berbuat yang benar, hidup dengan cara yang benar, bekerja dengan benar, beribadah dengan benar dan menghayati agama dengan benar “.
- Akhirnya, usaha Ja’far Shodiq membuahkan h asil yang tidak percuma.
- Banyak Umat Buddha berbondong-bondong ke masjid dan memeluk I slam setelah Ja’far Shodiq menjelaskan bagaimana agama Islam yang sebenarnya.
- Demikian pula dalam hal adat istiadat, Ja’far Shodiq tidak langsung menentang masyarakat yang sering menabur bunga di perempatan jalan dan disamping jalan, menaruh sesajen di kuburan, dan adat lain yang melenceng dari ajaran I slam.
Dengan kecerdikan Sunan Kudus, Beliau tidak langsung menentang adat itu, tetapi beliau mengarahkan adat tersebut agar sesuai ajaran. Salah satu hal yang dilakukan Sunan Kudus adalah mengarahkan fungsi sesajen yang berupa makanan lebih baik diberikan kepada orang yang kelaparan atau butuh makan,
- Sunan Kudus juga mengajarkan bahwa meminta permohonan bukan kepada ruh nenek moyang, tetapi harus kepada Allah SWT,
- Dengan cara tersebut, akhirnya berhasil membuat penganut a gama lain bersedia untuk mendengarkan ceramah agama I slam dari Sunan Kudus.
- Salah satu andalan Sunan Kudus adalah sering membacakan surat Al Baqarah yang dalam bahasa indonesia berarti sap i.
Hal itu dilakukan untuk lebih memikat pendengar yang beragama Hindu. Bahkan hal lain yang dilakukan Ja’far Shodiq adalah membangun M asjid K udus dengan memasukkan unsur aristektur Hindu, yaitu diletakkan pada arsitektur Menara Masjidnya. Selain itu, Sunan Kudus juga mengubah tujuan acara Selametan Mitoni.
Acara Selametan Mitoni merupakan acara yang sejak dulu disakralkan oleh masyarakat Hindu-Buddha. Inti dari acara Mitoni adalah bersyukur atas dikaruniai seorang anak. Namun, masyarakat Hindu-Buddha tidak bersyukur kepada Allah SWT, melainkan kepada patung-patung, arca dan roh nenek moyang, Disinilah tugas Sunan Kudus untuk meluruskan inti dari acara tersebut.
Sunan Kudus tidak menghapus Selametan dalam kebiasaan masyarakat. Tapi, Sunan kudus meluruskan acara mitoni menuju ke arah Islami. Yaitu dengan bersyukur kepada Allah SWT. Perjalanan dan Cara Dakwah Sunan Kudus Setelah lama berdakwah di Kudus, Sunan Kudus mengembara sampai ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Ketika Sunan Kudus tiba di Mekkah, ada seorang penguasa di Mekkah sedang mencari orang yang mampu menghilangkan wabah penyakit dengan imbalan sebuah hadiah yang menggiurkan, Namun, banyak Ulama dari Mekkah yang gagal untuk menghentikan wabah tersebut. Setelah Ja’far Sodiq mendengar berita tersebut, Beliau menghadap penguasa itu dengan maksud menyembuhkan wabah tersebut,
Tapi kedatangan beliau disambut tidak baik oleh penguasa tersebut. ” Dengan cara apa kamu menghilangkan wabah penyakit ini?” tanya penguasa Mekkah itu. “Doa” Ja’far Shodiq dengan singkat menjawab pertanyaan. “Kalau hanya dengan doa, pulanglah saja Tuan.
- Arena sudah banyak Ulama ternama yang berdo’a disini.
- Tapi tetap saja gagal.” “Memang benar disini tempat dilahirkannya Ulama-Ulama besar dan ternama, tapi mereka mungkin masih ada yang memiliki kekurangan sebagai Ulama.” Kata Sunan Kudus.
- S ungguh berani Tuan berkata demikian.
- Apa kamu tahu kekurangan mereka ?” Tanya penguasa itu dengan nada tinggi.
” Begini, Penyebab mereka menjadi seperti itu adalah Anda sendiri, Karena Anda telah menjanjikan hadiah sehingga membuat mata mereka menjadi gelap, Dampaknya, doa mereka menjadi tidak ikhlas karena terfikirkan imbalan yang Tuan berikan, ” Kata Sunan Kudus dengan tenang.
- Sang penguasa akhirnya terdiam setelah mendengar jawaban itu.
- Emudian Sunan Kudus dipersilahkan melaksanakan niatnya.
- Sunan Kudus berdoa dan membaca amalan-amalan.
- Tidak lama kemudian, wabah penyakit tersebut hilang.
- Bahkan, warga yang sakit karena wabah tersebut tiba-tiba sembuh total.
- Penguasa Arab tersebut sangat senang dengan hilangnya wabah penyakit t.
Hadiah yang dijanjikan akan diberikan kepada Ja’far Shodiq. Namun Ja’far Shodiq menolak hadiah tersebut. Ja’far Shodiq hanya ingin meminta sebuah batu yang berasal dari Baitul Madqis. akhihrnya Sunan Kudus akhirnya mendapatkan keinginannya. Batu tersebut kemudian dibawa pulang ke tanah Jawa.
Dan batu tersebut diletakkan di area imam Masjid Kudus yang sudah berdiri kokoh. Ada kebiasaan-kebiasaan unik yang dilakukan sunan kudus dalam berdakwah, y a i tu selalu mengadakan acara Bedug Dandangan, Acara ini dilakukan sebagai acara yang dilaksanakan untuk menunggu kedatangan bulan R amadhan. Ja’far Shodiq menabuh beduk dengan keras dan berkali-kali agar para jamaah datang ke masjid dan diberikan pengumuman hari pertama puasa oleh Sunan Kudus.
Dalam menyampaikan dakwah, Ja’far Shodiq juga menerapkan strategi dakwah yang diterapkan Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Bonang dan Sunan Gunung Jati yaitu menoleransi budaya setempat, bahkan cara penyampaiannya lebih halus.